Batin Pada Saat Kematian
Pak Auk Sayadaw
👁 1 View2019-04-23 11:21:03
Mohon jangan berpikir bahwa seseorang itu dapat melakukan banyak kamma yang tidak bajik sepanjang hidupnya, dan kemudian hanya dengan mengingat sebuah kamma bajik pada saat kematian dengan tujuan untuk mendapatkan kelahiran kembali yang bahagia. Seseorang yang bisa mencapai Pengetahuan Keseombangan terhadap Bentukan dengan mendengarkan cerama Dhamma: hal ini membutuhkan parami yang sangat kuat dan luar biasa, sebagai contohnya adalah cerita Tambadathika:
-----------------------------------------------
Tambadathika adalah seorang algojo raja. Selama lima puluh tahun ia memancung para pelaku kejahatan, tetapi pada saat tuanya ia tidak dapat lagi memancung dengan satu ayunan, dan iapun pensiun. Pada hari pensiunnya, ia mempersembahkan bubur susu yang manis dengan mentega segar kepada Yang Mulia Sariputta. Selanjutnya Yang Mulia Sariputta memberinya instruksi bertahap (anupubbi.katha) dalam empat tahapan:
- Instruksi mengenai persembahan (dana.katha)
- Instruksi mengenai moralitas (sila.katha)
- Instruksi mengenai surga-surga (sagga.katha): yaitu buah dari persembahan dan moralitas.
- Instruksi mengenai bahaya, kejahata dan kekotoran dari kenikmatan duniawi (kamanam adinavam okaram samkilesam), dan manfaat pelepasan keduniawian (nekkhamme anisamsam pakasesi).
Kemudian ketika Yang Mulia Sariputta dapat melihat bahwa batin Tambadathika sudah tenang, siap, dan penuh keyakinan, ia mengajarinya Dhamma yang paling superior dari para Buddha (Buddhanam samukkamsika Dhamma.desana):
1. Penderitaan (Dukkha)
2. Sebabnya (Samudaya)
3. Padamnya (Nirodha)
4. Jalan (Magga)
Tambadathika mendengarkan dengan perhatian yang bijaksana (yoniso manasikara). Dan oleh karena pelatihan pengetahuan dan perilaku (vijja.carana) yang cukup pada masa lampau, sekarang ia mampu untuk mencapai Pengetahuan Keseimbangan terhadap Bentukan (Sankhar.Upekkha.Nana), sangat dekat dengan Pengetahuan Jalan Pemasuk Arus (Sot.Apatti.Magga). Kemudian ia menemani Yang Mulia Sariputta berjalan, dan kemudian kembali ke rumah. Tetapi di jalan pulang, satu sosok siluman yang menyamar menjadi lembu jantan menanduknya hingga mati. Pada saat kematian, ia mengingat dua kamma bajiknya dengan sangat jelas: mempersembahkan bubur susu kepada Yang Mulia Sariputta, dan mendengarkan Dhamma. Itu menjadi kamma menjelang kemaitannya, dan ia terlahir kembali di alam dewa Tusita.
-----------------------------------------------
Kasus demikian sangatlah istimewa, dan Buddha menjelaskan bahwa hanya sangat-sangat sedikit sekali orang awam (puthujjana) terlahir kembali sebagai manusia setelah kematian.
Mohon diingat bahwa adalah sangat sulit untuk mengendalikan batin seseorang pada saat kematian. Contoh, jika seseorang terbunuh pada sebuah bencana alam seperti gempa bumi atau tsunami, atau jika ia terbunuh di dalam perang atau kecelakaan, atau jika ia diserang oleh seseorang, waktu itu rasa takut tak terelakkan akan muncul. Adalah sangat sulit untuk mengendalikan batinnya ketika ada banyak rasa takut: rasa takut berakar pada kebencian, dan jika seseorang meninggal dunia dengan kesadaran yang berakar pada kebencian, ia akan terlahir kembali di salah satu alam hantu, alam hewan, atau neraka. Juga jika seseorang meninggal dunia dengan penyakit yang sangat mengerikan dengan banyak rasa sakit, adalh sulit untuk mengendalikan batinnya. Dan jika ia sudah diberikan obat yang keras oleh dokter, bagaimana ia dapat mengendalikan batinnya? Meskipun jika seseorang meninggal dunia dengan keadaan yang sangat damai, akan menjadi sangat sulit untuk mengendalikan batinnya, karena batin berubah dengan sangat cepat. Dan jika seseorang tidak pernah berlatih mengendalikan inderanya, atau jika ia tidak pernah bermeditasi dengan baik, jika ia sering menikmati kesenangan indrawi, bagaimana ia dapat mengendalikan batinnya?
Katakanlah seseorang merenung pada kecantikan anak-anaknya, kecantikan dari suami atau istrinya, kecantikan dari rumah atau tamannya, atau kecantikan dari setangkai bunga, dan hal-hal lainnya: itu adalah berakar pada keserakahan dan kegelapan batin. Ini adalah persepsi yang menyimpang (sanna.vipallasa), yang berlandaskan pada perhatian yang tidak bijaksana. Jika seseorang memiliki kebiasaan melihat objek-objek seperti itu dengan perhatian yang tidak bijaksana, akan sangat sulit untuk tiba-tiba saat kematian merenungkannya dengan perhatian yang bijaksana. Seseorang bisa juga tidak pernah merenungkan kematian. kemudian, pada saat di atas ranjang kematian, ia akan mengkhawatirkan tentang kematian dan menjadi tidak bahagia: itu berakar pada kebencian dan kegelapan batin. Ia bisa juga meninggal dunia dengan kebencian pada seseorang, atau ia mungkin meninggal dunia dengan penyesalan atas sesuatu yang buruk yang pernah dilakukan, atau sesuatu yang baik yang gagal dilakukan: itu juga berakar pada kebencian dan kegelapan batin. Seseorang mungkin menjadi bingung akan apa yang akan terjadi setelah kematian: itu berakar pada kegelapan batin. Jika ia meninggal dunia dengan kesadaran demikian (dengan akar keserakahan dan kegelapan batin; kebencian dan kegelapan batin; atau kegelapan batin saja), ia tidak dapat menghindari terlahir kembali di dalam keadaan yang menyedihkan.
Itulah mengapa Buddha, murid-muridnya, dan orang-orang lain mengajar cara bekerja kamma, mendorong orang-orang untuk berlatih tiga landasan perbuatan bajik (persembahan/ dana, moralitas/ sila, dan meditasi/ bhavana): untuk membantu orang-orang terhindar dari terlahir kembali dalam keadaan yang menyedihkan.
Buku: The Workings of Kamma