Jangan Membunuh
Bhikkhu Sri Pannavaro Dayaka Mahathera
👁 1 View2017-09-19 19:30:44
Ada beberapa hal yang menarik dalam agama Buddha, yang membuat dunia Barat tertarik.
Ada sebuah cerita: suatu saat, seseorang sedang berkunjung ke suatu ruangan, dan pada waktu itu seorang bhikkhu sedang berada di sana bersama dengan beberapa orang umat lainnya. Di ruang tersebut terdapat banyak semut, bhikkhu itu meminta agar semut-semut tersebut disapu—mencegah agar tamu tersebut tidak membunuh semut-semut. Di samping itu, ia ingin mengajarkan dan memberikan contoh kepada tamu tersebut bahwa membunuh itu tidak baik. Lalu, salah seorang umat mulai menyapu, tamu tersebut hanya memperhatikan dan berkata, “Bunuh saja semutnya!” Seorang umat yang lain berkata, “Jangan dibunuh, kita harus mencintai kehidupan.” Menurut tamu tersebut, membunuh semut juga berarti mencintai kehidupan. Semut itu mengganggu kehidupannya, dengan membunuh semut berarti dia telah mencintai kehidupannya sendiri. Anda boleh mencintai kehidupan Anda, tetapi apakah dengan mencintai kehidupan sendiri, Anda harus membunuh mahkluk lain? Dengan tidak membunuh makhluk lain, sesungguhnya Anda bisa mencintai kehidupan Anda, seperti makhluk-makhluk itu yang juga mencintai kehidupannya sendiri. Anda juga tidak ingin dibunuh. Ketika Anda dianggap berbahaya oleh orang lain, orang itu akan membunuh Anda. Apakah hal itu yang Anda inginkan?
Di negara-negara Buddhis, sejak kecil anak-anak diajarkan untuk tidak membunuh, misalnya, jangan menangkap jangkrik, kupu-kupu, atau memelihara burung. Anak-anak menjadi takut membunuh—karena orang tua mengajarkan bahwa membunuh dilarang oleh Sang Buddha—dan takut akibat yang akan diterima jika membunuh makhluk hidup, tetapi mereka belum mengerti apa arti mencintai kehidupan. Saat beranjak dewasa, saat mereka sudah dapat menggunakan intelektualitas mereka, barulah diberikan penjelasan mengapa tidak boleh membunuh. Apa hanya karena takut menerima buah karma buruk atau penderitaan. Bukan karena itu, tetapi karena kehidupan itu memang berharga.
Anak-anak di negara Buddhis tidak membunuh karena pengaruh keyakinan orang tuanya, yakni membunuh dilarang oleh Sang Buddha—karena membunuh akan mengakibatkan penderitaan. Tetapi beda halnya dengan seorang bapak yang baru belajar Dhamma, bapak itu tidak membunuh semut karena pengertiannya sendiri.