Sariputta | Ketahanan Mental Sariputta

Ketahanan Mental

Bhikkhu Sri Pannavaro Dayaka Mahathera

👁 1 View
2017-09-20 20:15:09

Seorang anak, sudah terbiasa sejak kecil pergi ke sekolah diantar dengan mobil. Mungkin dia anak orang kaya. Suatu hari mobilnya rewel, si anak ini harus pergi dengan naik sepeda motor. Hal itu akan menjadi penderitaan. Apalagi kalau anak itu diminta untuk berjalan kaki, mungkin dia merasakan hal itu sebagai siksaan.

Memang orangtua yang pada awal-awal masa hidupnya cukup menderita, tentu menginginkan anaknya tidak menderita seperti dirinya. Sedikit pun jangan sampai anaknya mengulangi penderitaan seperti yang dialami dirinya dulu. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan materi yang dipunyai, anak itu diberi kemudahan. Tetapi, kemudahan yang diberikan itu tidak menumbuhkan daya tahan mental. Suatu saat kalau anak itu harus pergi dengan berjalan kaki, seolah-olah dia sudah keluar dari sistem. Dia sangat menderita. Anak itu tidak punya daya tahan mental untuk menghadapi tantangan karena anak ini tidak pernah dilatih menghadapi kesulitan. Daya tahan mental itu tidak bisa diberikan dengan rekayasa teknologi. Daya tahan mental tidak bisa dibeli dengan uang. Daya tahan atau ketahanan mental itu hanya bisa didapatkan dengan berlatih. Oleh karena itu, latihlah anak-anak kita dengan sedikit kesengsaraan. Alangkah celakanya keluarga itu kalau anaknya tidak mempunyai ketahanan mental karena selalu dimanjakan. Tanpa latihan, anak-anak kita dan kita semua tidak akan mampu meningkatkan daya tahan mental. Dan kita akan menjadi barisan yang rapuh, yang mudah terpikat oleh kemudahan. Kemudahan memberikan kemajuan spontan, tetapi menghancurkan ketahanan mental.

Media-media elektronik sekarang bermacam-macam, ada banyak saluran TV, ada siaran luar negeri yang ditangkap menggunakan parabola, ada saluran TV kabel, ada internet, dan lain-lain. Kita tidak boleh memanjakan diri dan memanjakan anak kita dengan semua itu. Kalau televisi sering masuk ke pikiran, maka matematika tidak akan bisa masuk. Orangtua suatu saat harus “membunuh” televisi demi latihan mental bagi anak-anak. Mungkin anak-anak akan protes, “Wah sayang, acara bagus, mengapa dimatikan?” Tetapi, apa yang tidak diajarkan oleh televisi? Penjahat membunuh polisi, itu diajarkan oleh televisi; polisi bertindak sewenang-wenang, itu diajarkan juga oleh televisi; kekerasan, kekejaman juga diajarkan oleh televisi. Yang tidak diajarkan oleh televisi adalah bagaimana cara “membunuh” televisi!

Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan seteru. Kita sepakat menjadikannya sekutu. Tetapi, rasanya tidak berlebihan kalau saya menyampaikan: “Berhati-hatilah bersekutu dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dia memberikan kemudahan, dia memberikan kemajuan materi, tetapi di satu sisi dia akan merapuhkan daya tahan mental kita.”

Ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menyilaukan dan menjerumuskan kita karena kemudahan dan kemajuan materi itu memberikan kenikmatan sepintas, sekonyong-konyong. Dan semua orang menginginkan yang cepat, yang sekonyong-konyong itu. Mahasiswa juga ingin sekonyong-konyong lulus. Kalau bisa, kuliah itu satu tahun saja lalu lulus sarjana. Siapa yang tidak mau? Tetapi, itu tidak mungkin!

Teknologi bisa merekayasa segala sesuatu. Tidak hanya komunikasi, tidak hanya transportasi, tidak hanya mesin-mesin yang canggih. Hidung yang pesek dengan rekayasa teknologi bisa mancung , pipi yang tidak simetris, bisa menjadi simetris. Jantung yang sudah mulai rusak bisa di-by-pass. Tetapi, teknologi tidak bisa merekayasa mental manusia. Ketahanan mental harus tumbuh melalui latihan, tidak bisa didapatkan dengan teknologi. Lebih arif, lebih bijaksana, lebih sabar, lebih teguh, lebih tulus, lebih rendah hati. Apakah teknologi mampu merekayasa?

Apakah kalau suami suka marah-marah atau menyeleweng, kemudian dibelikan alat yang kecil, dioperasi dimasukkan di kepala, lantas sang istri sekarang bisa berkomentar, “Aduh, sekarang suami saya sudah arif, bijaksana, tenang, penurut.” Rasanya tidak mungkin. Sangat~ sangat tidak mungkin. Yang bisa merekayasa mental hanyalah latihan mental. Senang atau tidak senang, menggunakan nilai-nilai agama dalam kehidupan ini adalah satu-satunya cara untuk merekayasa mental kita menjadi mental yang tangguh, karena teknologi tidak mampu melakukan itu.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com