Mengurangi Konsumsi untuk Menolong yang Miskin
Master Cheng Yen
👁 1 View2017-09-21 21:22:38
Seperti apa kehidupan orang miskin? Di Jakarta, Indonesia, relawan Tzu Chi menemukan sebuah keluarga miskin beranggotakan 12 orang: seorang nenek hidup bersama anak perempuannya dan 10 cucu di dalam sebuah rumah yang sangat sesak. Nenek (65) ini melahirkan 11 anak, namun 9 di antaranya telah meninggal dunia karena keluarganya terlalu miskin untuk mendapatkan perawatan medis ketika mereka sakit. Sekarang, ia harus membesarkan 10 cucu yang ditinggalkan oleh anak-anaknya yang telah meninggal. “Tiga kali makan kami bergantung kepada apa yang diberikan orang-orang kepada kami. Beberapa orang memberikan kami uang senilai 12 ribu hingga 15 ribu rupiah untuk membeli makanan atau cemilan untuk anak-anak,” tukasnya.
Sungguh sebuah kehidupan berat yang dijalani keluarga ini. Mereka bahkan tidak tahu dari mana makanan mereka selanjutnya akan datang. Nyatanya, ada banyak keluarga seperti ini di seluruh dunia. Dari seluruh total populasi 7 milyar orang di dunia, 1 milyar di antaranya kekurangan gizi atau kelaparan.
Pada saat yang sama, kita sering melihat berita mengenai orang yang membuang makanan dan menyisakan makanan. Sebagai contoh, di Taiwan, banyak orang suka makan di luar. Ketika itu, mereka memesan terlalu banyak dan hanya menyisakan makanan.
Di Jepang, banyak toko-toko yang menyediakan makanan siap saji. Untuk menjaga produk makanan segar, toko-toko itu memasang waktu kadaluarsa yang sangat pendek. Sebagai contoh di beberapa toko makanan seperti, bola nasi dan roti lapis memiliki rentang kadaluarsa selama 8 jam. Untuk memberikan konsumen makanan yang paling segar, bola nasi dan roti lapis yang masih memiliki waktu 2 jam sebelum batas pemakaian mereka buang. Makanan yang memiliki batas waktu lama tidak dijual, mereka hanya mengambilnya dari rak dan langsung dibuang, meskipun masih benar-benar bisa dimakan. Salah satu pemilik toko mencatat bahwa banyak bahan-bahan impor yang digunakan dalam makanan boks, bahan itu dibawa ke Jepang dari berbagai penjuru dunia, namun akhirnya dibuang ke tempat sampah. Jumlah makanan yang dibuang secara nasional tiga kali jumlah lebih banyak dari jumlah makanan yang diproduksi. Begitu banyak makanan dibuang sungguh sebuah sikap konsumstif dan pemborosan yang mengkhawatirkan.
Kebiasaan makan kita telah berubah banyak. Dahulu, orang masak dan makan di rumah. Ketika mereka pergi bekerja atau ke sekolah, mereka membawa sendiri makanannya. Setelah bekerja atau sekolah, mereka pulang ke rumah untuk makan malam. Apa pun sarapan yang mereka tidak habiskan di pagi hari, dapat mereka panaskan saat makan malam dan dihabiskan. Sangat sedikit makanan yang terbuang. Sekarang, orang suka makan di luar. Ketika mereka keluar di pagi hari, mereka membeli sarapan. Untuk makan siang mereka makan di luar juga. Setelah bekerja bukannya masak, keluarga pergi ke restoran dan memesan lebih dari yang biasa mereka habiskan. Ini ada pemborosan uang dan makanan yang bisa menolong keluarga yang kelaparan agar dapat bertahan hidup di hari lain.
Jika kita dapat makan secara sederhana dan mendonasikan uang yang dihemat, kita dapat menolong keluarga-keluarga seperti yang di Indonesia agar tidak kelaparan. Ketika makan di luar dan memilih makanan sederhana maka akan menghemat uang kita. Sebagai contoh, ketika kita pergi ke restoran, kita mungkin akan menghabiskan NT$1.000 (Rp 330.000,-) untuk sebuah makanan. Di Taiwan, ada banyak tempat makan untuk dipilih seperti stan makanan pingir jalan. Orang dapat membeli semangkuk mi sederhana seharga NT$100 (Rp 33.000,-) yang sama mengenyangkannya dan bergizi seperti makanan restoran. Bila menghabiskan NT$1.000 di restoran, kita dapat menghemat NT$900 (Rp 300.000,-). Pada saat makan di stan makanan dan mendonasikan 20 persen dari NT$1000 ke badan amal sekitar NT$200 (Rp 70.000), kita akan tetap memiliki NT$700 (Rp 230.000,-) tersisa di dalam dompet kita.
Banyak sekali orang menderita di dunia ini karena mereka memiliki kondisi sulit untuk bertahan hidup. Jika kita bisa mengingat mereka dalam pikiran ketika membuat keputusan terkait pemenuhan kebutuhan, pemikiran tersebut akan menolong kita untuk memangkas pengeluaran berlebih. Sedikit sisa yang dapat kita hemat, kita dapat membantu orang yang membutuhkan dan memberikan banyak bantuan kepada mereka. Jika semua orang dapat mendonasikan sedikit dari uang yang dihemat, secara bersama itu akan menjadi jumlah yang cukup untuk menolong masyarakat miskin.
Ditulis oleh Tim Editorial Bahasa Inggris Aula Jing Si
Diterjemahkan oleh: Willy