Menyikapi Intoleransi Agama dari Sudut Pandang Agama Buddha
Bhikkhu Santacitto
👁 1 View2017-09-20 11:28:54
Indonesia apabila dibandingkan dengan negara lain, merupakan negara yang begitu majemuk, kaya akan budaya, suku, bahasa, tradisi, termasuk agama. Agama yang diakui di Indonesia ada 6, selain itu juga ada ratusan kepercayaan lainnya. Seharusnya perbedaan itu dihargai, namun malah sebaliknya sering kali menimbulkan konflik karena adanya perbedaan ras, suku, agama. Banyak peperangan yang muncul karena perbedaan agama, ingin mempertahankan agamanya.
Apakah yang menyebabkan intoleransi dalam agama?
1) Anggapan bahwa agama sendiri yang paling benar sedangkan kepercayaan lain adalah salah. Jika ada penganut lain yang mencela agama sendiri maka kemarahan akan muncul.
2) Kemelekatan membuta terhadap pandangan agamanya sendiri.
3) Iri hati dan kekikiran. Iri terhadap pengikut agama lain yang banyak. Di dalam salah satu khotbah Sang Buddha, ada dibahas mengenai kikir:
a. Kikir mengenai tempat. Anggapan bahwa ini adalah wilayahku, kediamanku.
b. Kikir berkaitan dengan pengikut.
c. Kikir berkaitan dengan perolehan.
d. Kikir karena ketidakpahaman makna dalam ajarannya.
4) Tidak mengetahui secara baik nilai-nilai kebajikan dalam ajaran agama yang dipegang.
Bagaimana sikap kita menyikapi intoleransi?
1) Lepaskan kebencian terhadap siapapun tanpa memandang golongan, ras, dan agama. Jangan memunculkan kemarahan, tenangkan pikiran.
2) Hindari perdebatan. Ketika seseorang belajar Dhamma namun ingin berdebat, Dhamma tersebut dapat menghancurkan dirinya.
3) Jangan pernah menghujat agama lain. Sang Buddha tidak pernah menghujat agama lain, malah sering berdiskusi dengan guru spiritual lain. Bila ada diskusi yang dapat menimbulkan konflik, maka Sang Buddha akan menghindarinya.
4) Berani, berusaha untuk mengakui dan melihat bahwa dalam agama lain terdapat kebenaran. Berusaha melihat realitas bahwa agama lain juga punya kebajikan.
5) Jangan sesekali mengajarkan Dhamma untuk mencari pengikut. Sang Buddha mengajarkan Dhamma dengan 1 tujuan, yaitu demi kebahagiaan banyak orang. Walaupun penganut agama lain bukan beragama Buddha, tetapi hidup sesuai dengan ajaran-ajaran yang membawakan kebaikan, mereka juga akan mendapatkan kebahagiaan.
6) Kita melatih, mempraktekkan Dhamma seperti menggunakan rakit. Bukan untuk digenggam tetapi hanya untuk menyeberang ke pantai seberang. Jangan karena melihat seseorang yang tidak berbuat sesuai Dhamma, lantas timbul kemarahan dan kebencian.