Sebab Akibat tidak kosong (benih karma tidak rusak)
Master Chin Kung
👁 1 View2018-05-24 15:05:31
Sutra menyebutkan :
“Meskipun melewati ratusan bahkan ribuan kalpa,
benih karma yang ditanam takkan musnah,
ketika benih karma bertemu dengan faktor pendukung,
buah akibatnya tetap diterima diri sendiri”.
Benih karma baik dan karma buruk yang kita perbuat akan tertanam di dalam ladang kesadaran atau gudang kesadaran atau kesadaran ke-8 atau Alaya-vijnana. Alaya-vijnana ibarat sebuah gudang yang besar, benih karma yang tersimpan di sini selamanya takkan hilang, selamanya juga takkan berubah kadarnya, masalah ini sungguh rumit! Ini adalah benih karma.
Tak peduli sudah melewati beratus-ratus bahkan beribu-ribu kalpa lamanya, waktu yang begitu panjang sekali, namun begitu bertemu dengan faktor pendukung, benih karma ini akan berbuah, buah akibat ini pasti akan diterima oleh diri sendiri. Harus menanti hingga sudah berbuah, barulah benih karma ini sirna. Karena itu, selama masih berada di enam alam tumimbal lahir, anda takkan bisa lolos dari balasan karma. Maka itu hanya orang sesat dan ceroboh barulah berani menciptakan karma, Bodhisattva yang tercerahkan pasti takkan berani menciptakan karma.
Hukum Sebab Akibat takkan meleset sama sekali, meskipun telah mencapai KeBuddhaan, masih tetap harus menanggung buah akibat karma buruk. Buddha Sakyamuni ketika berusia lanjut, menderita sakit pinggang yang parah, penyebabnya adalah pada masa kehidupan lampau, kalpa yang jauh sekali, beliau adalah seorang Pegulat.
Oleh karena dikelabui lawannya sebanyak dua kali, dia menyimpan dendam di dalam hati, ketika sedang bertanding, dia mematahkan tulang pinggang lawannya hingga menemui ajal.
Karma buruk yang ganas ini, mengakibatkan dia berusia pendek dan mati dini, setelah meninggal dunia jatuh ke Neraka menjalani siksaan berat; setelah keluar dari Neraka beralih ke alam penderitaan lainnya untuk menjalani sisa hukuman; usai itu bertumimbal lahir ke Alam Manusia, setiap kelahirannya menderita sakit pinggang sebagai sisa hukumannya.
Bahkan setelah melewati kalpa yang lama dan jauh sekali, sampai pada satu masa kehidupan dimana beliau telah mencapai KeBuddhaan, sisa balasannya masih belum tuntas, masih menerima siksaan sakit pinggang.
Buddha Sakyamuni masih menampilkan bentuk balasan karma buruk lainnya, suatu hari kaki Sang Buddha menderita luka karena tertusuk oleh serpihan kayu, ini juga merupakan sisa balasan dari masa kehidupan lampau dimana beliau menggunakan tombak untuk menusuk dan melukai kaki orang lain.
Suatu kali pula Sang Buddha sedang menjalani masa varsa (pali:vassa) selama tiga bulan lamanya dan kehabisan persedian pangan, sehingga terpaksa mengkonsumsi makanan yang biasanya diberikan pada kuda.
Ini dikarenakan pada masa kehidupan lampau, ketika Buddha Vipasyin membabarkan Dharma di dunia, dia menjadi pemimpin aliran luar, oleh karena sirik melihat banyak orang memberi persembahan kepada Buddha Vipasyin, sehingga menfitnah bahwa Buddha Vipasyin hanya pantas mengkonsumsi makanan kuda. Sisa balasan atas Vaci-kamma (perbuatan yang dilakukan melalui ucapan) ini, mengakibatkan Buddha Sakyamuni pada satu masa kehidupan ini harus mengkonsumsi makanan kuda selama tiga bulan.
Raja Virudhaka dari Kerajaan Kosala, ketika menyerang Suku Sakya, Buddha Sakyamuni menghalanginya sebanyak tiga kali, namun akhirnya juga tak berdaya menghindarkan pertumpahan darah Suku Sakya. Saat itu Buddha Sakyamuni menderita sakit kepala selama tiga hari, ini dikarenakan pada masa kehidupan lampau, beliau menggunakan tongkat untuk memukuli kepala seekor ikan besar sebanyak tiga kali.
Dari sini dapat dilihat bahwa Sebab Akibat tidaklah semu, meskipun telah mencapai KeBuddhaan juga tidak dapat menghindarinya. Lantas bagaimana pula dengan praktisi yang melatih Pintu Dharma Tanah Suci yang terlahir ke Alam Sukhavati? Apakah setelah terlahir ke Tanah Suci Sukhavati, hutang karma membunuh orang lain dianggap lunas begitu saja, tak perlu bayar lagi? Hutang uang di masa silam tidak perlu dilunasi lagi? Bukan begitu!
Dosa berat boleh ringan balasannya, tetapi tidak mungkin tidak ada balasannya sama sekali. Alam Sukhavati menyediakan lingkungan yang bagus buat kita melatih diri, sehingga kita memiliki waktu yang panjangnya tanpa batas, dapat melatih diri secara berkesinambungan sampai mencapai KeBuddhaan.
Buddha Amitabha membiarkan kita untuk sementara waktu tidak perlu menanggung beban hutang karma, tetapi tidak bilang kalau hutang karma kita sudah dihapus, ini adalah tidak mungkin. Kelak setelah kita mencapai KeBuddhaan di Alam Sukhavati, kemudian menuju ke penjuru alam lainnya menyelamatkan para makhluk, ketika karma buruk yang kita perbuat pada masa silam itu masak, tetap harus menerima balasannya. Hanya saja waktu itu anda telah mencapai KeBuddhaan, terhadap Hukum Sebab Akibat telah memahaminya dengan jelas, sehingga hati jadi tak tergoyahkan, bebas dan leluasa, takkan karena hal ini jadi merasa risau dan sengsara.
Maka itu, praktisi yang melatih metode Tanah Suci mesti giat berusaha memutuskan kejahatan menimbun kebajikan, janganlah menganggap ada Buddha Amitabha jadi andalan kita, jadi berani melakukan kejahatan apa saja. Kalau anda tidak punya pengendalian diri dan berbuat jahat semaunya, kelak harus menderita kerugian besar!
Hukum Sebab Akibat adalah kebenaran, merupakan fakta yang bergulir di dunia ini. Dan kenyataan ini tidak berada di kejauhan, namun terjadi di sekitar kita. Orang yang tidak percaya pada Sebab Akibat, tidak dapat melihat fenomena Sebab Akibat yang sedang terjadi di sekeliling kita.
Setelah dia yakin dan memahami Hukum Sebab Akibat, maka dia akan menemukan, benih sebab dan buah akibat sedang terjadi di sekitar kita, di antara manusia, peristiwa dan alam berserta isinya. Boleh dikatakan bahwa segala sesuatu tak terpisahkan dari Sebab Akibat.
Dipetik dari Ceramah Master Chin Kung
Tanggal : 1 April 2016