Sariputta | Biarlah Datang, Biarlah Pergi Sariputta

Biarlah Datang, Biarlah Pergi

👁 1 View
2019-07-27 11:28:15

Suatu ketika ada seorang Guru Chan terkenal. Suatu Hari,Seorang wanita muda berpenampilan dan berperilaku ningrat menggendong bayi ke wihara.

“Panggil Kepala wihara ,” Perintahnya. Ketika kepala wihara muncul di hadapannya, Ia Mengangkat bayinya. “ Ini anakmu!” jeritnya, sambil perputar sehingga semua biksu lain yang berkumpul bisa melihat.

Itu wihara besar, dan banyak biksu menyaksikan adegan ini, "Kamu harus tanggung jawab!” ia bersikeras. Kepala wihara tidak mengatakan apa pun sebagai tanggapan. la sangat diam dan tenang. Wanita itu menyodorkan bayi ke arahnya. Rekan-rekan biksunya geger dan berusaha menahan si wanita. 
"Biarlah anak ini di sini,” kata kepala wihara. Ia menggendong bayi itu di dekapannya. 
Sang ibu berbalik dan kabur melalui gerbang wihara dan menghilang. 
Selama tahun-tahun berikutnya, biksu kepala menjaga anak itu, merawatnya. Perdesaan jauh dan luas penuh dengan gosip tentang bocah ini yang kini dibesarkan di wihara oleh sang kepala yang bereputasi tinggi. Kepala wihara jadi bahan sangkaan dan cemooh tanpa akhir. Tetapi ia tidak pernah mengatakan apa pun yang menyanggah pernyataan bahwa anak itu adalah anaknya ataupun desas-desus berlipat ganda-yang dimulai saat ia menerima anak itu- bahwa ia punya lebih banyak anak Iagi yang tersebar di seluruh perdesaan. la merawat anak itu dan melanjutkan pekerjaannya.

Anak itu tumbuh besar, dirawat dengan baik oleh kepala wihara dan para biksu di wihara, yang mendidiknya dan mengajarkan nilai-nilai Buddhisme ahimsa (tanpa-kekerasan) dan kasih sayang. Anak itu akan tidur selama meditasi dan pelayanan. Para biksu tidak keberatan. Mereka membiarkannya saja. 
Kemudian suatu hari, ketika anak itu berumur tujuh tahun, wihara itu dalam keadaan sangat waspada. Di luar gerbang ada seribu tentara berbaris, berlumuran darah dari pertempuran barusan.

Pemimpin mereka, jenderal muda jangkung penuh tanda kebesaran, maju dari jajaran mereka dan memerintahkan para biksu yang ketakutan untuk memanggil kepala wihara. Ketika kepala wihara muncul, jenderal itu turun. Kemudian wanita yang bertahun-tahun lalu meninggalkan bayinya pada kepala wihara datang dan berdiri di samping sang Jenderal. Para biksu tidak tahu apa yang akan terjadi. Apakah kepala wihara akan dipancung? Sepertinya itu yang paling mungkin terjadi.

Alih-alih, jenderal dan wanita itu bersujud di depan kepala Wihara, wajah mereka di tanah. Mereka menangis dan mohon ampunan. Wanita itu mengaku bahwa anak itu sebenarnya bukan anak kepala wihara-ia anak jenderal muda itu. Ternyata wanita itu dan kepala wihara adalah teman main masa kecil. la adalah putri jenderal tinggi yang dahulunya teman baik kepala wihara

sebetumnya. Dan ia tumbuh bermain-main dengan murid biksu yang paling berbakat dan disenangi. Biksu muda dan gadis itu sangat akrab, bersahabat baik, dan sang jenderal tua sering berkata kepada gadis itu bahwa ia berharap pemuda itu bukan biksu sehingga ia bisa jadi menantunya.

Wanita muda itu jatuh cinta pada ajudan ayahnya dan hamiL Pasangan itu berpikir untuk melarikan diri, tetapi mereka tahu jenderal tua akan menemukan mereka dan membunuh mereka dan mungkin membunuh anak mereka juga. Jenderal tua bilang ia tidak ingin melihat anak itu setelah ia lahir. 
Pada waktu itu kepala wihara tua, yang merupakan teman dan kepercayaan jenderal tua, sudah wafat. Murid terkasih dan teman main wanita muda itu menjadi kepala wihara baru. Pasangan itu tahu bahwa jenderal tua tidak akan berani menyentuh kepala dari wihara yang begitu mapan dan sangat dihormati, terutama karena ia pun sangat menyayanginya. Jadi mereka menetaskan rencana untuk meninggalkan anak itu di wihara demi keamanannya.

Sekarang, mereka mengatakan sembari berderai air mata. jenderal tua telah tewas dalam pertempuran dan ayah anak itu dinaikkan ke pangkat tertinggi oleh kaisar. Mereka datang untuk meminta kembali anak mereka. 
Kepala wihara mendengarkan pertanggungjawaban ini dengan diam tenang. Ketika selesai, ia berkata, “Bawa anak itu."

“Mereka Orantua kandungmu,” Katanya Kepada sang anak 
"Sekarang saatnya bagimu kembali kepada mereka dan menempati tempatmu di dunia." 
Di Tiongkok, anak tidak punya suara. la mungkin saja ingin tinggal dengan para biksu. Siapa tahu? Kepala wihara sendiri memang penuh welas asih. Kepala wihara memeluk anak itu, lalu ia berbalik, kembali ke wihara, dan melanjutkan pekerjaannya.

Sumber : Buku Jatuh Bebas (Chan Master Guojun)
(cerita ini diberikan oleh Chan master Guojun saat retret di indonesia)

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com