Kasih Sayang Seorang Ibu
👁 1 View
2019-07-25 09:04:19
Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi.
Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang. Ia sering berdoa : “Sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak lagi melakukan kamma buruk. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia menjadi baik sebelum aku mati”
Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya. Sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya.
Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun dia tertangkap. Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung. Pengumuman itu diberitakan ke seluruh desa. Hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi
Berita hukuman mati itu sampai ke telinga si ibu. Dia menangis meratapi anak yang sangat dikasihinya dan berkata dalam batinnya : “Sungguh malang nasibmu Nak. Biarlah ibu yang sudah tua ini yang menggantikanmu”
Dengan tertatih – tatih dia mendatangi raja dan memohon belas kasihan Raja agar ia diijinkan menggantikan hukuman raja dan anaknya dibebaskan. Tapi keputusan Raja sudah bulat, anaknya harus menjalani hukuman.
Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah. Tak hentinya dia menangis dan mengharapkan anaknya terbebas dari hukuman. Akhirnya dia tertidur karena kelelahan. Ia bermimpi anaknya dibebaskan.
Keesokan harinya, di tempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong-bondong menyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pedangnya yang tajam dan berkilat. Anak itu juga sudah pasrah dengan nasibnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya.
Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Detik demi detik berlalu, lonceng belum juga berdentang. Sudah lewat lima menit dan rakyat mulai berisik. Akhirnya petugas yang membunyikan lonceng datang. Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada.
Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng mengalir darah segar. Darah itu berasal dari atas tempat lonceng itu diikat.
Dengan jantung berdebar seluruh rakyat menantikan kabar saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber aliran darah.
Tahukah apa yang terjadi?
Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi. Dan sebagai gantinya, kepalanya hancur terbentur dinding lonceng.
Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak meraung - raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Ia menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya.
Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di bandul lonceng. Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya.
Sungguh mulia pengorbanan sang Ibu.
Catatan :
Artikel ini dipersembahkan untuk menghormat jasa kebajikan para ibu di seluruh dunia.
Adalah kewajiban anak-anak untuk membahagiakan orangtua.
Bila sebagai anak tidak mampu membahagiakan orangtua, hendaknya anak tidak menyusahkan orangtua.
Sumber : saccasogatadhamma.blogspot