Kebijaksanaan
👁 1 View
2019-05-15 11:45:57
Seorang master pulang ke desanya, di malam yang gelap, ia tiba di sebuah desa terpencil, dan di jalan setapak itu, penduduk desa datang dan pergi tanpa suara.
Ketika hendak meninggalkan desa itu, ia melihat setitik cahaya yang redup. Saat itu, seseorang yang berdiri di sampingnya berkata, “Orang buta itu berjalan ke sini.”
Sang Master itu bingung. Orang yang sepasang matanya tidak bisa melihat, tidak memiliki konsep siang dan malam, dia tidak dapat melihat bunga bersemi dan layu, tidak dapat melihat gunung-gunung dan aliran sungai, tidak dapat melihat wujud benda di dunia, bahkan tidak tahu seperti apa wujud dari cahaya itu, tapi mengapa dia membawa lentera, bukankah membingungkan dan konyol?
Cahaya lentera itu semakin dekat. Temaram lampu kuning dan redup itu perlahan-lahan menerangi sandal sang master.
Kemudian master itu bertanya : “Maaf, apa benar mata kakek tidak bisa melihat ?”
“Ya, sejak menginjakkan kaki ke dunia ini, saya sudah buta,”jawab si kakek.
Sang Master bertanya lagi : “Kalau memang kakek tidak bisa melihat apa pun, lalu kenapa kakek membawa lentera ?”
“Sekarang malam hari ya ? Saya dengar kalau tidak ada lampu penerang di malam hari, maka semua orang sama seperti saya, buta, karena itu, saya menyalakan lentera,”kata si kakek buta.
Sang master itu sepertinya mendapatkan pencerahan dan berkata : “Oh ternyata kakek membawa lentera ini untuk menerangi orang lain?”
Tapi kakek buta itu segera menimpali. “Bukan, (lentera) penerangan itu untuk saya sendiri.”
“Untuk kakek sendiri ? “ Sang Master itu pun bengong, merasa heran.
Kakek buta itu lalu bertanya kepada sang master, “Apakah Anda pernah ditabrak orang karena gelap gulita ?”
“Ya, barusan saya ditabrak, dua orang lagi yang menabrak saya,” jawab sang master.
Mendengar itu, kakek buta itu lalu berkata, “Tapi saya belum pernah ditabrak. Meski pun saya buta, tidak dapat melihat apa pun, tapi saya membawa lentera ini, selain menerangi orang lain, juga agar orang lain bisa melihat saya, dengan begitu, mereka tidak akan menabrak saya karena saya tidak bisa melihat.”
Mendengar kata-kata kakek buta, sang master yang mendengarnya dengan seksama itu tiba-tiba tercerahkan.
Ya benar, dengan menyalakan cahaya kehidupan sendiri, selain menerangi diri sendiri, juga menerangi orang lain :
Orang yang pintar, melihat ke depan secara membabi buta ; Orang yang bijak, segala sesuatu selalu melihat ke belakang ; orang pintar adalah sosok orang yang mengalahkan orang lain ; orang bijak mengalahkan dirinya sendiri.
Orang yang tidak baik padamu, tidak perlu terlalu kamu pikirkan, tidak ada siapa pun yang berkewajiban harus baik padamu.
Pengetahuan yang kamu pelajari, itu adalah senjata yang kamu miliki, kamu bisa mulai dari nol, tapi jangan sampai tidak punya senjata (pengetahuan/skill).
Bagaimana kamu memperlakukan orang lain, tidak berarti orang lain juga akan bersikap seperti dirimu, jika hal ini saja tidak bisa kamu pahami, maka hanya akan menambah beban pikiran padamu.
Banyak orang yang suka mempelajari “cara berbicara” agar bisa lebih terampil dan mudah dalam pergaulan sosial.
Sebenarnya, cara terbaik untuk berbicara, bukan belajar pintar berbicara, tapi bagaimana berperilaku.
Orang yang berbuat lebih baik, tulus, dimana meski gaya bahasanya kaku, semua orang juga akan suka karena perilakunya ; sebaliknya, jika hati tidak baik (berpikiran buruk), meski pintar berbicara dan bermulut manis, sehingga orang lain yang meski pun tertipu sementara juga tidak akan tertipu selamanya.
Jadi, ucapan adalah suara hati, artinya perasaan dan pemikiran seseorang dapat diketahui dari gaya/nada bicaranya, jadi belajar bicara itu jangan sampai kehilangan hakikatnya.