Sariputta | Dhammapada | Kisah Samanera Sukha Sariputta

Kisah Samanera Sukha

lay
Sukha menjadi samanera pada usia 7 tahun dan ditahbiskan oleh Sariputta Thera. Setelah 8 hari menjadi samanera, ia bersama Sariputta Thera pergi berpindapatta. Ketika sedang berjalan berkeliling, mereka melihat para petani sedang mengairi sawahnya, para pemanah sedang meluruskan anak panah, dan beberapa tukang kayu sedang membuat roda pedati, dan sebagainya.

Setelah melihat semua ini, ia bertanya kepada Sariputta Thera, apakah hal-hal (barang-barang) itu dapat diarahkan ke sesuatu tujuan tertentu sesuai dengan keinginan seseorang, atau dapat dibuat menjadi sesuatu sesuai dengan keinginan seseorang.

Sang Thera menjawab memang demikian. Kemudian Samanera muda memahami bahwa dengan demikian tidak ada alasan mengapa seseorang tidak dapat mengendalikan batinnya, serta melatih “Meditasi Ketenangan” dan “Meditasi Pandangan Terang”.

Kemudian, ia meminta izin kepada Sariputta Thera untuk pulang kembali ke vihara. Di sana ia masuk ke dalam kamarnya dan berlatih meditasi dalam ketenangan.
Dewa Sakka dan para dewa membantu latihan meditasinya dengan cara menjaga suasana vihara agar tetap tenang.
Pada hari kedelapan setelah ia menjadi samanera, Sukha mencapai tingkat kesucian arahat.

Berhubungan dengan hal ini, Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Ketika seseorang melaksanakan Dhamma dengan sungguh-sungguh, maka Sakka dan para dewa akan menolong dan melindunginya. Saya sendiri telah meminta Sariputta Thera berjaga di depan pintu kamarnya, sehingga ia tidak terganggu. Samanera telah melihat para petani bekerja dengan giat mengairi sawahnya, para pemanah meluruskan anak panahnya, tukang kayu membuat roda pedati, dan lain-lain, kemudian ia berusaha melatih batinnya dan melaksanakan Dhamma. Ia telah mencapai tingkat kesucian arahat.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 145 berikut ini:

Pembuat saluran air mengatur jalannya air,
tukang panah meluruskan anak panah,
tukang kayu melengkungkan kayu,
orang bajik mengendalikan dirinya sendiri.

---------

Notes :

Kisah dan syair diatas sama dengan kisah no. 80.

Dewa Sakka adalah raja dewa yang memimpin alam surga Tavatimsa. Sakka adalah pengikut Sang Buddha, dan ia adalah juga seorang Sotapanna, ia mencapai tingkat kesucian Sotapatti (maksimum 7 kali lagi dilahirkan) diceritakan dalam Sakkapanha Sutta.

Dalam tradisi chinese, Sakka dianalogikan dengan Kaisar Langit (Tao) / Giok Tee / Yù Huáng Shangdi / Yu Huang Dadi / Tian Gong. Atau Ti Shih Thien Cun/Shih Ti Huan Yin.

Di sebagian vihara-vihara di Indonesia, biasanya ada hiolo (tempat hio) di luar/halaman, yang didedikasikan kepada Thien Kung / Tian Gong.

4 Raja Langit dari alam Catummaharajika (satu tingkat dibawah Tavatimsa) membantu dan melayani Sakka.

Ketika pangeran Siddhartha meninggalkan kehidupan duniawi, beliau memotong rambutnya dan melemparkannya ke langit, Sakka menyambutnya dan menaruhnya di Culamani cetiya (J.i.65)

Sakka sering menolong manusia dan hewan, juga suka mengetest orang-orang. Kalau kita ingat, beberapa kisah yang terdahulu, misalnya kisah raja burung nuri di kisah 32, kisah Suppabuddha di no 66. Sakka juga menolong para dewa (di alamnya atau alam yang lebih rendah) lainnya, misalnya dalam kisah 119 Anathapindika.

Sakka membantu merawat para Arahat yang sakit, misalnya ketika Sariputta sakit, dan juga ketika Sang Buddha sakit sebelum parinibbana, ia merawat Sang Buddha, bahkan membawakan tempat kotoran (pispot) beliau.

Sakka sering berperan sebagai penjaga moral di dunia. Ketika kejahatan marak di antara manusia, atau raja menjadi lalim, Sakka menampakkan diri dan menakuti mereka agar mereka berbuat baik. Ia membela orang baik yang melawan orang jahat, dan sering membantu mereka mencapai tujuan/cita-cita mereka. Contoh2nya dalam kisah Ambacora, Ayakūta, Udaya, Kaccāni, Kāma, Kāmanīta, Kumbha, Kelisīla, Kharaputta, Culladhanuggaha, Dhajavihetha, Bilārikosiya, Manīcora, Mahākanha, Vaka, Sarabhanga, Sarabhamiga and Sudhābhojana Jātaka.

Sakka melindungi orang baik, mereka yang menonjol diundangnya ke surga dengan mengirim kereta dan kusirnya Matali untuk menjemput mereka (Guttila, Mandhātā, Sādhina, Nimi) beberapa lainnya diberi penghargaan yang sesuai, misalnya dalam Uraga Jātaka.



Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com