Sariputta | Dhammapada | Kisah Para Bhikkhu yang Tinggal di Tepi Sungai Vaggumuda Sariputta

Kisah Para Bhikkhu yang Tinggal di Tepi Sungai Vaggumuda

lay
Waktu itu, sedang terjadi kelaparan di negeri kaum Vajji. Untuk memungkinkan mereka mendapat makanan yang cukup, para bhikkhu menampilkan diri seolah-olah mereka telah mencapai kesucian, meskipun sesungguhnya mereka belum mencapainya. Karena masyarakat desa mempercayai dan menghormati mereka, maka masyarakat mempersembahkan banyak makanan kepada para bhikkhu dan hanya menyisakan sangat sedikit bagi mereka sendiri.

Pada akhir masa vassa, sebagaimana telah menjadi kebiasaan, para bhikkhu dari semua bagian negeri datang untuk memberi hormat pada Sang Buddha. Para bhikkhu dari tepi sungai Vaggumuda juga datang. Mereka kelihatan sehat dan segar sedangkan para bhikkhu yang lain terlihat pucat dan lusuh. Sang Buddha berkata pada semua bhikkhu menanyakan bagaimana mereka mendapat makanan selama menjalani masa vassa. Kepada para bhikkhu dari tepi sungai Vaggumuda, Sang Buddha bertanya secara khusus apakah mereka mendapat kesulitan memperoleh makanan sehubungan dengan kelaparan yang melanda masyarakat. Mereka menjawab bahwa mereka tidak mendapat kesulitan sama sekali dalam mendapatkan dana makanan.

Sang Buddha mengetahui bagaimana perilaku para bhikkhu tersebut untuk mendapat dana makanan yang cukup. Tetapi Beliau ingin memberi pelajaran kepada mereka dalam hal ini, sehingga Beliau bertanya, “Bagaimana kamu mengatur sedemikian baik untuk mendapatkan dana makanan selama masa vassa ?”

Para bhikkhu bercerita bagaimana mereka berdiskusi di antara mereka sendiri dan kemudian memutuskan bahwa mereka seharusnya menyapa satu sama lain dalam cara sedemikian rupa sehingga para penduduk akan berpikir bahwa mereka benar-benar telah mencapai tingkat pengembangan batin jhana, dan tingkat kesucian.

Kemudian Sang Buddha bertanya kepada mereka apakah mereka telah benar-benar mencapai jhana, dan tingkat kesucian. Ketika mereka menjawab belum, Sang Buddha menegur mereka.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 308 berikut :

Lebih baik menelan bola besi panas seperti bara api
daripada selalu menerima makanan dari orang lain
dan tetap berkelakuan buruk serta tak terkendali.

-----------

Notes :

Mengapa dikatakan bhikkhu lebih baik menelan bola besi panas dibanding makan persembahan umat jika mereka berkelakuan buruk, tak terkendali dalam pikiran perkataan dan perbuatan?
Karena dengan sengaja menelan bola besi panas, hanya menderita sekali itu saja, yaitu dalam satu kehidupan itu, entah mati atau cacat rusak mulut/kerongkongan/perutnya, sedangkan jika makan persembahan umat tetapi berkelakuan tidak pantas sebagai bhikkhu, maka akan membawa kepada kelahiran di alam sengsara yang penuh penderitaan terus-menerus dalam waktu yang sangat lama.



Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com