Kisah Seorang Bhikkhu Tertentu
lay
Seorang bhikkhu setelah menerima pelajaran objek meditasi dari Sang Buddha, pergi ke hutan untuk melatih meditasi. Setelah ia mencapai tingkat kesucian arahat, ia kembali menemui Sang Buddha untuk menyampaikan penghormatan yang besar dan mendalam kepada Beliau.
Dalam perjalanannya ia melewati sebuah desa. Baru saja ia melewati desa tersebut, seorang wanita yang baru saja bertengkar dengan suaminya, keluar dari rumahnya dan mengikuti sang bhikkhu. Sang suami yang berjalan mengikuti istrinya, melihat istrinya berada di belakang sang bhikkhu, berpikir bahwa bhikkhu ini akan membawa pergi istrinya. Ia berteriak pada sang bhikkhu dan mengancam akan memukulnya. Istrinya mohon dengan sangat pada sang suami untuk tidak memukul bhikkhu tersebut, tetapi hal itu membuatnya makin marah. Akibatnya, bhikkhu itu dipukul berulang kali sehingga mengalami luka parah oleh sang suami. Setelah memukuli bhikkhu tersebut sepuas hatinya, ia pergi bersama istrinya dan sang bhikkhu meneruskan perjalanannya.
Setibanya di Vihara Jetavana, para bhikkhu yang lain melihat luka-luka memar di seluruh badan sang bhikkhu, sehingga mereka merawat luka tersebut. Ketika mereka bertanya apakah ia tidak marah kepada orang yang memukulnya berulang kali, ia menjawab tidak. Oleh karena itu para bhikkhu yang lain pergi menemui Sang Buddha dan memberitahukan bahwa sang bhikkhu dengan cara seperti itu menegaskan dirinya telah mencapai tingkat kesucian arahat.
Kepada mereka, Sang Buddha menjawab, “Para bhikkhu! Para arahat telah menyisihkan/ meninggalkan tongkat dan pedang. Mereka tidak lagi menjadi marah bahkan jika mereka dipukul.” Demikian., Sang Buddha menegaskan bahwa bhikkhu tadi telah, benar-benar, menjadi arahat.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 405 berikut :
Seseorang yang tidak lagi menganiaya makhluk-makhluk lain,
baik yang kuat maupun yang lemah,
yang tidak membunuh atau menganjurkan orang lain membunuh,
maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
Dalam perjalanannya ia melewati sebuah desa. Baru saja ia melewati desa tersebut, seorang wanita yang baru saja bertengkar dengan suaminya, keluar dari rumahnya dan mengikuti sang bhikkhu. Sang suami yang berjalan mengikuti istrinya, melihat istrinya berada di belakang sang bhikkhu, berpikir bahwa bhikkhu ini akan membawa pergi istrinya. Ia berteriak pada sang bhikkhu dan mengancam akan memukulnya. Istrinya mohon dengan sangat pada sang suami untuk tidak memukul bhikkhu tersebut, tetapi hal itu membuatnya makin marah. Akibatnya, bhikkhu itu dipukul berulang kali sehingga mengalami luka parah oleh sang suami. Setelah memukuli bhikkhu tersebut sepuas hatinya, ia pergi bersama istrinya dan sang bhikkhu meneruskan perjalanannya.
Setibanya di Vihara Jetavana, para bhikkhu yang lain melihat luka-luka memar di seluruh badan sang bhikkhu, sehingga mereka merawat luka tersebut. Ketika mereka bertanya apakah ia tidak marah kepada orang yang memukulnya berulang kali, ia menjawab tidak. Oleh karena itu para bhikkhu yang lain pergi menemui Sang Buddha dan memberitahukan bahwa sang bhikkhu dengan cara seperti itu menegaskan dirinya telah mencapai tingkat kesucian arahat.
Kepada mereka, Sang Buddha menjawab, “Para bhikkhu! Para arahat telah menyisihkan/ meninggalkan tongkat dan pedang. Mereka tidak lagi menjadi marah bahkan jika mereka dipukul.” Demikian., Sang Buddha menegaskan bahwa bhikkhu tadi telah, benar-benar, menjadi arahat.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 405 berikut :
Seseorang yang tidak lagi menganiaya makhluk-makhluk lain,
baik yang kuat maupun yang lemah,
yang tidak membunuh atau menganjurkan orang lain membunuh,
maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com