ABHINHA-JATAKA
“Tidak ada butiran yang dapat ditelannya,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai seorang umat awam dan seorang thera yang telah berumur.
Menurut kisah yang disampaikan secara turun temurun, di Sawatthi terdapat dua orang sahabat, yang satu merupakan seorang bhikkhu; setiap hari ia pergi ke rumah temannya, yang selalu memberikan dana makanan kepadanya, kemudian umat awam ini juga makan. Setelah itu, ia akan menemani bhikkhu ini kembali ke wihara. Di sana, mereka akan duduk berbicara sepanjang hari hingga matahari terbenam, barulah umat awam ini kembali ke kota. Dan bhikkhu ini akan menemaninya dalam perjalanan pulang hingga ke gerbang kota, lalu ia sendiri kembali ke wihara lagi.
Kedekatan dua sahabat ini telah diketahui oleh semua bhikkhu yang lain. Suatu hari saat para bhikkhu membicarakan kedekatan antara kedua orang itu, Sang Guru memasuki Balai Kebenaran dan menanyakan topik pembicaraan mereka. Para bhikkhu pun menceritakan hal tersebut kepada Beliau. “Kedekatan kedua orang ini, para Bhikkhu, tidak hanya terjadi di kehidupan ini saja,” kata Sang Guru, “mereka juga dekat pada kelahiran yang lampau.” Setelah mengucapkan katakata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
_____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah Benares, Bodhisatta terlahir sebagai menteri raja. Saat itu, ada seekor anjing yang selalu mengunjungi kandang gajah kerajaan, dan makan ceceran nasi yang terjatuh dari tempat makan gajah itu. Karena selalu mencari makan di tempat tersebut, anjing itu menjadi bersahabat dengan gajah kerajaan. Akhirnya, gajah kerajaan hanya mau makan jika anjing itu juga makan bersamanya. Jika tidak ditemani oleh temannya, mereka memilih untuk tidak makan sama sekali. Anjing itu selalu menyenangkan dirinya dengan berayun ke depan dan belakang belalai gajah tersebut. Suatu hari, seorang penduduk desa membeli anjing itu dari tangan pelatih dan membawanya pulang ke rumah. Sejak kehilangan anjing itu, gajah kerajaan menolak untuk makan, minum maupun mandi. Mereka segera melaporkan hal tersebut kepada raja. Raja mengirim Bodhisatta untuk mencari penyebab hal tersebut. Saat tiba di kandang gajah, Bodhisatta melihat betapa sedihnya gajah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Gajah ini tidak menderita sakit pada fisiknya, ia pasti mempunyai teman dekat dan sedang berduka karena kehilangan temannya.” Maka ia bertanya apakah gajah itu mempunyai teman.
“Ya, Tuanku,” jawab penjaganya, “ada persahabatan yang hangat antara dia dengan seekor anjing.”
“Di manakah anjing itu sekarang?”
“Seorang lelaki membawanya pergi.”
“Tahukah kamu tempat tinggal lelaki itu?”
“Tidak, Tuan.”
Bodhisatta menghadap raja dan berkata, “Tidak ada masalah apa pun dengan gajah itu, Paduka. Namun, ia sangat akrab dengan seekor anjing, dan saya rasa, kehilangan temannya membuat ia menolak untuk makan.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia mengulangi syair berikut ini:
Tidak ada butiran yang dapat ditelannya, baik nasi maupun rumput;
Ia bahkan tidak menemukan kesenangan saat mandi sekarang ini.
Saya duga, anjing itu sangat akrab dengannya, gajah dan anjing itu yang merupakan teman terdekat.
“Baiklah,” kata raja setelah mendengar kata-kata tersebut, “apa yang harus kita lakukan sekarang?”
“Sampaikan pengumuman dengan iringan bunyi genderang, yang menyatakan bahwa seorang lelaki dilaporkan telah membawa pergi anjing kesayangan gajah kerajaan, dan lelaki di rumah mana anjing itu ditemukan akan mendapatkan hukuman ini dan itu.” Raja melaksanakan apa yang dikatakannya. Dan saat lelaki yang dimaksud mendengar hal tersebut, ia segera melepaskan anjing itu. Begitu dilepaskan, anjing itu segera menelusuri jalan pulang ke kandang gajah kerajaan. Gajah mengambil anjing itu dengan belalainya dan menempatkan anjing itu di kepalanya sambil mengucurkan air mata serta tersedu-sedu. Kemudian ia menurunkan anjing tersebut kembali ke tanah, melihat anjing itu makan lebih dahulu sebelum ia sendiri juga makan.
“Ia bahkan dapat mengetahui isi pikiran dari seekor hewan,” kata raja, dan membanjiri Bodhisatta dengan penghargaan.
____________________
Demikianlah uraian Sang Guru yang menunjukkan kedekatan kedua sahabat tersebut di kehidupan lampau sama seperti di kehidupan sekarang ini. Setelah itu Beliau membabarkan Empat Kebenaran Mulia (Pembabaran Empat Kebenaran Mulia ini merupakan bagian dari semua Jātaka yang ada, namun kita hanya menyinggung hal tersebut jika membawa berkah berupa pencapaian phala). Kemudian Sang Guru mempertautkan dan menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Umat awam itu adalah anjing di masa itu, thera itu adalah gajah kerajaan dan Saya sendiri adalah menteri yang bijaksana tersebut.”
sumber: ITC, Jataka Vol. I
Menurut kisah yang disampaikan secara turun temurun, di Sawatthi terdapat dua orang sahabat, yang satu merupakan seorang bhikkhu; setiap hari ia pergi ke rumah temannya, yang selalu memberikan dana makanan kepadanya, kemudian umat awam ini juga makan. Setelah itu, ia akan menemani bhikkhu ini kembali ke wihara. Di sana, mereka akan duduk berbicara sepanjang hari hingga matahari terbenam, barulah umat awam ini kembali ke kota. Dan bhikkhu ini akan menemaninya dalam perjalanan pulang hingga ke gerbang kota, lalu ia sendiri kembali ke wihara lagi.
Kedekatan dua sahabat ini telah diketahui oleh semua bhikkhu yang lain. Suatu hari saat para bhikkhu membicarakan kedekatan antara kedua orang itu, Sang Guru memasuki Balai Kebenaran dan menanyakan topik pembicaraan mereka. Para bhikkhu pun menceritakan hal tersebut kepada Beliau. “Kedekatan kedua orang ini, para Bhikkhu, tidak hanya terjadi di kehidupan ini saja,” kata Sang Guru, “mereka juga dekat pada kelahiran yang lampau.” Setelah mengucapkan katakata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
_____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah Benares, Bodhisatta terlahir sebagai menteri raja. Saat itu, ada seekor anjing yang selalu mengunjungi kandang gajah kerajaan, dan makan ceceran nasi yang terjatuh dari tempat makan gajah itu. Karena selalu mencari makan di tempat tersebut, anjing itu menjadi bersahabat dengan gajah kerajaan. Akhirnya, gajah kerajaan hanya mau makan jika anjing itu juga makan bersamanya. Jika tidak ditemani oleh temannya, mereka memilih untuk tidak makan sama sekali. Anjing itu selalu menyenangkan dirinya dengan berayun ke depan dan belakang belalai gajah tersebut. Suatu hari, seorang penduduk desa membeli anjing itu dari tangan pelatih dan membawanya pulang ke rumah. Sejak kehilangan anjing itu, gajah kerajaan menolak untuk makan, minum maupun mandi. Mereka segera melaporkan hal tersebut kepada raja. Raja mengirim Bodhisatta untuk mencari penyebab hal tersebut. Saat tiba di kandang gajah, Bodhisatta melihat betapa sedihnya gajah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Gajah ini tidak menderita sakit pada fisiknya, ia pasti mempunyai teman dekat dan sedang berduka karena kehilangan temannya.” Maka ia bertanya apakah gajah itu mempunyai teman.
“Ya, Tuanku,” jawab penjaganya, “ada persahabatan yang hangat antara dia dengan seekor anjing.”
“Di manakah anjing itu sekarang?”
“Seorang lelaki membawanya pergi.”
“Tahukah kamu tempat tinggal lelaki itu?”
“Tidak, Tuan.”
Bodhisatta menghadap raja dan berkata, “Tidak ada masalah apa pun dengan gajah itu, Paduka. Namun, ia sangat akrab dengan seekor anjing, dan saya rasa, kehilangan temannya membuat ia menolak untuk makan.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia mengulangi syair berikut ini:
Tidak ada butiran yang dapat ditelannya, baik nasi maupun rumput;
Ia bahkan tidak menemukan kesenangan saat mandi sekarang ini.
Saya duga, anjing itu sangat akrab dengannya, gajah dan anjing itu yang merupakan teman terdekat.
“Baiklah,” kata raja setelah mendengar kata-kata tersebut, “apa yang harus kita lakukan sekarang?”
“Sampaikan pengumuman dengan iringan bunyi genderang, yang menyatakan bahwa seorang lelaki dilaporkan telah membawa pergi anjing kesayangan gajah kerajaan, dan lelaki di rumah mana anjing itu ditemukan akan mendapatkan hukuman ini dan itu.” Raja melaksanakan apa yang dikatakannya. Dan saat lelaki yang dimaksud mendengar hal tersebut, ia segera melepaskan anjing itu. Begitu dilepaskan, anjing itu segera menelusuri jalan pulang ke kandang gajah kerajaan. Gajah mengambil anjing itu dengan belalainya dan menempatkan anjing itu di kepalanya sambil mengucurkan air mata serta tersedu-sedu. Kemudian ia menurunkan anjing tersebut kembali ke tanah, melihat anjing itu makan lebih dahulu sebelum ia sendiri juga makan.
“Ia bahkan dapat mengetahui isi pikiran dari seekor hewan,” kata raja, dan membanjiri Bodhisatta dengan penghargaan.
____________________
Demikianlah uraian Sang Guru yang menunjukkan kedekatan kedua sahabat tersebut di kehidupan lampau sama seperti di kehidupan sekarang ini. Setelah itu Beliau membabarkan Empat Kebenaran Mulia (Pembabaran Empat Kebenaran Mulia ini merupakan bagian dari semua Jātaka yang ada, namun kita hanya menyinggung hal tersebut jika membawa berkah berupa pencapaian phala). Kemudian Sang Guru mempertautkan dan menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Umat awam itu adalah anjing di masa itu, thera itu adalah gajah kerajaan dan Saya sendiri adalah menteri yang bijaksana tersebut.”
sumber: ITC, Jataka Vol. I
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com