KUNTANI-JATAKA
“Telah lama kuanggap,” dan seterusnya.
Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seekor burung kedidi kendi89 yang tinggal di kediaman Raja Kosala. Dikatakan, burung kedidi ini adalah burung pembawa pesan bagi raja, dan ia memiliki dua ekor anak. Suatu hari, raja memintanya pergi untuk mengirimkan surat (pesan) kepada raja yang lain. Ketika ia sedang pergi, anak-anak raja meremas anak-anaknya sampai mati di tangan mereka. Ketika kembali dan merasa kehilangan anak-anaknya, ia menanyakan siapa yang telah membunuh mereka. “Si anu dan si anu,” jawaban yang didapatkannya. Kala itu, terdapat seekor harimau buas yang dikurung di dalam istana, diikat dengan rantai yang kuat. Di saat anak-anak raja bersama dengan burung kedidi pergi melihat harimau itu, ia (burung kedidi) berpikir, “Karena anak-anakku dibunuh oleh mereka, maka saya juga akan membuat perhitungan dengan mereka,” kemudian ia menarik dan melempar mereka di bawah kaki harimau. Harimau mencabik-cabik mereka dengan cakarnya. Bangau berkata, “Sekarang keinginanku telah terpenuhi,” dan terbang jauh ke angkasa, menuju ke pegunungan Himalaya. Setelah mendengar apa yang terjadi, para bhikkhu memulai pembicaraan di dalam balai kebenaran, dengan berkata, “Āvuso, dikatakan bahwa seekor burung kedidi di istana raja melempar anak-anak raja di depan seekor harimau karena mereka telah membunuh anak-anaknya, dan setelah mereka mati, ia pun kemudian terbang pergi.” Sang Guru datang dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan, dan berkata, “Bukan hanya kali ini, para Bhikkhu, tetapi juga di masa lampau burung kedidi ini menyebabkan kematian orang-orang yang membunuh anakanaknya.” Setelah mengatakan ini, Beliau menghubungkannya dengan sebuah kisah masa lampau.
Dahulu kala Brahmadatta memimpin kerajaan dengan asas keadilan dan kesamaan. Seekor burung kedidi kendi melayaninya sebagai pembawa pesan. Dan kejadian berikutnya sama dengan cerita di atas. Akan tetapi, hal yang berbeda di dalam kisah ini adalah setelah menyebabkan anak-anak raja mati dibunuh harimau, ia berpikir, “Saya tidak bisa tinggal di sini lagi, saya akan pergi. Tetapi saya tidak bisa pergi begitu saja tanpa memberitahukan raja, saya akan segera pergi setelah memberitahukannya kepada raja.” Dan ia pun pergi menjumpai raja, memberi penghormatan kepadanya, dengan berdiri agak
jauh darinya, berkata, “Tuanku, disebabkan oleh kelalaian Anda, anak-anakmu telah membunuh anak-anakku, dan dalam kemarahan, saya membalas dendam dan menyebabkan kematian mereka. Sekarang saya tidak bisa tinggal di sini lagi.” Ia kemudian mengucapkan bait pertama berikut:
Telah lama kuanggap tempat ini sebagai rumahku,
kehormatan yang besar juga kuperoleh.
Sekarang dikarenakan oleh perbuatanmu sendiri,
saya terpaksa harus pergi.
Setelah mendengar ini, burung kedidi mengucapkan bait ketiga berikut:
Jika seseorang telah membalas dendam, membalas perbuatan buruk dengan perbuatan buruk, maka kemarahan sudahlah mereda;
Oleh karena itu, tetaplah tinggal di sini.
Setelah mendengar perkataan raja, burung kedidi mengulangi bait ketiga berikut:
Yang bersalah tidak pernah bisa, dengan yang
melakukan perbuatan buruk, hidup bersama sampai tua:
Tidak, wahai raja, Anda tidak bisa menahanku di sini,
saya akan pergi dari tempat ini.
Raja mengucapkan bait keempat berikut setelah mendengar perkataan burung itu:
Jika mereka adalah orang bijak, bukan orang dungu,
maka mungkin saja, yang bersalah bersama dengan
yang melakukan perbuatan buruk,
dapat hidup bersama dalam kedamaian
dan keharmonisan:
Oleh karena itu, tetaplah tinggal di sini.
Burung kedidi berkata, “Keadaannya sudah seperti ini, saya tidak bisa tetap tinggal di sini, Tuanku,” dan setelah memberi penghormatan kepada raja, ia pun akhirnya terbang ke angkasa dan langsung menuju ke pegunungan Himalaya.
Setelah menyampaikan uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Burung kedidi yang ada di kisah sebelumnya adalah burung kedidi yang ada di kisah ini, dan Raja Benares adalah saya sendiri.”
*****
Sumber: ITC, Jataka Vol. 3
Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seekor burung kedidi kendi89 yang tinggal di kediaman Raja Kosala. Dikatakan, burung kedidi ini adalah burung pembawa pesan bagi raja, dan ia memiliki dua ekor anak. Suatu hari, raja memintanya pergi untuk mengirimkan surat (pesan) kepada raja yang lain. Ketika ia sedang pergi, anak-anak raja meremas anak-anaknya sampai mati di tangan mereka. Ketika kembali dan merasa kehilangan anak-anaknya, ia menanyakan siapa yang telah membunuh mereka. “Si anu dan si anu,” jawaban yang didapatkannya. Kala itu, terdapat seekor harimau buas yang dikurung di dalam istana, diikat dengan rantai yang kuat. Di saat anak-anak raja bersama dengan burung kedidi pergi melihat harimau itu, ia (burung kedidi) berpikir, “Karena anak-anakku dibunuh oleh mereka, maka saya juga akan membuat perhitungan dengan mereka,” kemudian ia menarik dan melempar mereka di bawah kaki harimau. Harimau mencabik-cabik mereka dengan cakarnya. Bangau berkata, “Sekarang keinginanku telah terpenuhi,” dan terbang jauh ke angkasa, menuju ke pegunungan Himalaya. Setelah mendengar apa yang terjadi, para bhikkhu memulai pembicaraan di dalam balai kebenaran, dengan berkata, “Āvuso, dikatakan bahwa seekor burung kedidi di istana raja melempar anak-anak raja di depan seekor harimau karena mereka telah membunuh anak-anaknya, dan setelah mereka mati, ia pun kemudian terbang pergi.” Sang Guru datang dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan, dan berkata, “Bukan hanya kali ini, para Bhikkhu, tetapi juga di masa lampau burung kedidi ini menyebabkan kematian orang-orang yang membunuh anakanaknya.” Setelah mengatakan ini, Beliau menghubungkannya dengan sebuah kisah masa lampau.
Dahulu kala Brahmadatta memimpin kerajaan dengan asas keadilan dan kesamaan. Seekor burung kedidi kendi melayaninya sebagai pembawa pesan. Dan kejadian berikutnya sama dengan cerita di atas. Akan tetapi, hal yang berbeda di dalam kisah ini adalah setelah menyebabkan anak-anak raja mati dibunuh harimau, ia berpikir, “Saya tidak bisa tinggal di sini lagi, saya akan pergi. Tetapi saya tidak bisa pergi begitu saja tanpa memberitahukan raja, saya akan segera pergi setelah memberitahukannya kepada raja.” Dan ia pun pergi menjumpai raja, memberi penghormatan kepadanya, dengan berdiri agak
jauh darinya, berkata, “Tuanku, disebabkan oleh kelalaian Anda, anak-anakmu telah membunuh anak-anakku, dan dalam kemarahan, saya membalas dendam dan menyebabkan kematian mereka. Sekarang saya tidak bisa tinggal di sini lagi.” Ia kemudian mengucapkan bait pertama berikut:
Telah lama kuanggap tempat ini sebagai rumahku,
kehormatan yang besar juga kuperoleh.
Sekarang dikarenakan oleh perbuatanmu sendiri,
saya terpaksa harus pergi.
Setelah mendengar ini, burung kedidi mengucapkan bait ketiga berikut:
Jika seseorang telah membalas dendam, membalas perbuatan buruk dengan perbuatan buruk, maka kemarahan sudahlah mereda;
Oleh karena itu, tetaplah tinggal di sini.
Setelah mendengar perkataan raja, burung kedidi mengulangi bait ketiga berikut:
Yang bersalah tidak pernah bisa, dengan yang
melakukan perbuatan buruk, hidup bersama sampai tua:
Tidak, wahai raja, Anda tidak bisa menahanku di sini,
saya akan pergi dari tempat ini.
Raja mengucapkan bait keempat berikut setelah mendengar perkataan burung itu:
Jika mereka adalah orang bijak, bukan orang dungu,
maka mungkin saja, yang bersalah bersama dengan
yang melakukan perbuatan buruk,
dapat hidup bersama dalam kedamaian
dan keharmonisan:
Oleh karena itu, tetaplah tinggal di sini.
Burung kedidi berkata, “Keadaannya sudah seperti ini, saya tidak bisa tetap tinggal di sini, Tuanku,” dan setelah memberi penghormatan kepada raja, ia pun akhirnya terbang ke angkasa dan langsung menuju ke pegunungan Himalaya.
Setelah menyampaikan uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Burung kedidi yang ada di kisah sebelumnya adalah burung kedidi yang ada di kisah ini, dan Raja Benares adalah saya sendiri.”
*****
Sumber: ITC, Jataka Vol. 3
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com