LITTA-JATAKA
“Ia menelan dadu,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai penggunaan barang secara tidak bijaksana.
Menurut kisah yang disampaikan secara turun temurun, kebanyakan para bhikkhu di masa itu mempunyai kebiasaan memakai jubah dan sejenisnya, yang diberikan kepada mereka, dengan cara yang tidak bijaksana. Penggunaan empat kebutuhan pokok sebagaimana yang telah ditentukan secara tidak bijaksana akan menghalangi mereka untuk melarikan diri dari hukuman terlahir kembali di alam neraka dan alam binatang.
Mengetahui hal ini, Sang Guru memberikan pelajaran tentang kebaikan dan menunjukkan bahaya atas penggunaan barang secara tidak bijaksana, menasehati mereka untuk berhati-hati dalam menggunakan empat kebutuhan pokok, dan menetapkan peraturan berikut ini, “Bhikkhu yang bijaksana merenungkan dengan benar tujuan ia memakai jubah, yaitu, untuk mengatasi rasa dingin.” Setelah menetapkan peraturan yang serupa untuk kebutuhan-kebutuhan pokok yang lain, Beliau menyimpulkan dengan berkata, “Demikianlah penggunaan empat kebutuhan pokok yang bijaksana dan yang seharusnya dilakukan.
Menggunakannya secara tidak bijaksana seperti menelan racun yang mematikan, dan ada beberapa orang yang tidak bijaksana pada kehidupan lampau karena kurang berhati-hati menelan racun sehingga merasa sangat kesakitan pada saat itu.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir dalam sebuah keluarga yang kaya, dan saat tumbuh dewasa, ia menjadi seorang pemain dadu. Ia sering berjudi bersama dengan seorang pejudi curang, yang akan tetap bermain kala sedang menang, tetapi ketika keberuntungannya berlalu, ia akan menghentikan permainan itu dengan cara memasukkan salah satu dadu ke dalam mulutnya dan berlaku seolah dadu tersebut hilang. Setelah melakukannya, ia akan pergi. [380] “Baiklah,” kata Bodhisatta saat menyadari apa yang telah terjadi, “kita akan menyelidiki masalah ini.” Maka ia mengambil beberapa butir dadu, mengolesinya dengan racun di rumah, mengeringkannya dengan hati-hati, dan kemudian membawa dadu-dadu tersebut bersamanya menemui pejudi curang itu, yang ditantangnya untuk bermain dadu dengannya.
Pejudi curang itu menerima tantangannya, papan dadu segera disiapkan, dan permainan pun dimulai. Tak lama kemudian, pejudi curang itu mulai kalah dan ia segera memasukkan salah satu dadu ke dalam mulutnya. Mengamati kelakuan pejudi curang itu, Bodhisatta berkata, “Telanlah; engkau akan mengetahui apa yang sebenarnya engkau makan dalam waktu singkat.” Lalu ia mengucapkan syair peringatan keras berikut:
Ia menelan dadu dengan cukup berani, tanpa
mengetahui bahwa racun yang membakar sedang
mengintai tanpa terlihat.
Yah, telanlah, pejudi curang! Engkau akan segera terbakar dari dalam.
Tetapi ketika Bodhisatta sedang berucap, racun yang ditelan pejudi curang itu mulai bereaksi, ia mulai tak sadarkan diri, matanya semakin meredup, dan jatuh ke tanah dengan
tubuh meringkuk kesakitan. “Sekarang,” kata Bodhisatta, “saya harus menyelamatkan nyawa orang jahat ini.” Maka ia meramu obat penyebab muntah dan memberikan obat yang diramunya sampai pejudi curang tersebut muntah. Kemudian ia memberikan seteguk campuran mentega cair dengan madu dan gula serta bahan-bahan lainnya. Dengan cara itu ia membuat orang tersebut sehat kembali. Lalu ia menasehatinya untuk tidak melakukan hal seperti itu lagi. Setelah hidup dengan melakukan amal dan perbuatan baik lainnya, ia meninggal dunia untuk terlahir kembali di alam bahagia sesuai dengan hasil perbuatannya.
____________________
Setelah uraian tersebut berakhir, Sang Guru berkata, “Para Bhikkhu, penggunaan barang secara tidak bijaksana seperti ia yang menelan racun mematikan tanpa berpikir panjang.” Setelah mengucapkan hal itu, Beliau menjelaskan kelahiran tersebut dengan kata-kata berikut, “Saya sendiri adalah Pejudi yang bijaksana dan baik pada masa itu.”
Sumber: ITC, Jataka Vol 1
Menurut kisah yang disampaikan secara turun temurun, kebanyakan para bhikkhu di masa itu mempunyai kebiasaan memakai jubah dan sejenisnya, yang diberikan kepada mereka, dengan cara yang tidak bijaksana. Penggunaan empat kebutuhan pokok sebagaimana yang telah ditentukan secara tidak bijaksana akan menghalangi mereka untuk melarikan diri dari hukuman terlahir kembali di alam neraka dan alam binatang.
Mengetahui hal ini, Sang Guru memberikan pelajaran tentang kebaikan dan menunjukkan bahaya atas penggunaan barang secara tidak bijaksana, menasehati mereka untuk berhati-hati dalam menggunakan empat kebutuhan pokok, dan menetapkan peraturan berikut ini, “Bhikkhu yang bijaksana merenungkan dengan benar tujuan ia memakai jubah, yaitu, untuk mengatasi rasa dingin.” Setelah menetapkan peraturan yang serupa untuk kebutuhan-kebutuhan pokok yang lain, Beliau menyimpulkan dengan berkata, “Demikianlah penggunaan empat kebutuhan pokok yang bijaksana dan yang seharusnya dilakukan.
Menggunakannya secara tidak bijaksana seperti menelan racun yang mematikan, dan ada beberapa orang yang tidak bijaksana pada kehidupan lampau karena kurang berhati-hati menelan racun sehingga merasa sangat kesakitan pada saat itu.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir dalam sebuah keluarga yang kaya, dan saat tumbuh dewasa, ia menjadi seorang pemain dadu. Ia sering berjudi bersama dengan seorang pejudi curang, yang akan tetap bermain kala sedang menang, tetapi ketika keberuntungannya berlalu, ia akan menghentikan permainan itu dengan cara memasukkan salah satu dadu ke dalam mulutnya dan berlaku seolah dadu tersebut hilang. Setelah melakukannya, ia akan pergi. [380] “Baiklah,” kata Bodhisatta saat menyadari apa yang telah terjadi, “kita akan menyelidiki masalah ini.” Maka ia mengambil beberapa butir dadu, mengolesinya dengan racun di rumah, mengeringkannya dengan hati-hati, dan kemudian membawa dadu-dadu tersebut bersamanya menemui pejudi curang itu, yang ditantangnya untuk bermain dadu dengannya.
Pejudi curang itu menerima tantangannya, papan dadu segera disiapkan, dan permainan pun dimulai. Tak lama kemudian, pejudi curang itu mulai kalah dan ia segera memasukkan salah satu dadu ke dalam mulutnya. Mengamati kelakuan pejudi curang itu, Bodhisatta berkata, “Telanlah; engkau akan mengetahui apa yang sebenarnya engkau makan dalam waktu singkat.” Lalu ia mengucapkan syair peringatan keras berikut:
Ia menelan dadu dengan cukup berani, tanpa
mengetahui bahwa racun yang membakar sedang
mengintai tanpa terlihat.
Yah, telanlah, pejudi curang! Engkau akan segera terbakar dari dalam.
Tetapi ketika Bodhisatta sedang berucap, racun yang ditelan pejudi curang itu mulai bereaksi, ia mulai tak sadarkan diri, matanya semakin meredup, dan jatuh ke tanah dengan
tubuh meringkuk kesakitan. “Sekarang,” kata Bodhisatta, “saya harus menyelamatkan nyawa orang jahat ini.” Maka ia meramu obat penyebab muntah dan memberikan obat yang diramunya sampai pejudi curang tersebut muntah. Kemudian ia memberikan seteguk campuran mentega cair dengan madu dan gula serta bahan-bahan lainnya. Dengan cara itu ia membuat orang tersebut sehat kembali. Lalu ia menasehatinya untuk tidak melakukan hal seperti itu lagi. Setelah hidup dengan melakukan amal dan perbuatan baik lainnya, ia meninggal dunia untuk terlahir kembali di alam bahagia sesuai dengan hasil perbuatannya.
____________________
Setelah uraian tersebut berakhir, Sang Guru berkata, “Para Bhikkhu, penggunaan barang secara tidak bijaksana seperti ia yang menelan racun mematikan tanpa berpikir panjang.” Setelah mengucapkan hal itu, Beliau menjelaskan kelahiran tersebut dengan kata-kata berikut, “Saya sendiri adalah Pejudi yang bijaksana dan baik pada masa itu.”
Sumber: ITC, Jataka Vol 1
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com