LOMAHAMSA-JATAKA
“Sebentar terbakar,” dan seterusnya . Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Pāṭikārāma dekat Vesāli, mengenai Sunakkhatta.
Pada masa itu Sunakkhatta, setelah menjadi pengikut Sang Guru, berkelana di negeri tersebut sebagai seorang bhikkhu dengan patta dan jubah, ketika disesatkan oleh ajaran Kora Kshatriya 174 . Maka ia mengembalikan patta dan jubah kepada Sang Buddha, kembali menempuh kehidupan sebagai perumah-tangga karena Kora Kshatriya, yang pada waktunya, terlahir kembali sebagai keturunan dari Kālakañjaka Asura. Ia pergi sejauh tiga lapis dinding Kota Vesāli untuk mencemarkan nama Sang Guru, menegaskan tidak ada yang luar biasa pada Guru Gotama, ia tidak berbeda dengan orang lain yang membabarkan suatu kepercayaan; bahwa Guru Gotama hanya membentuk suatu sistem yang dihasilkan oleh pikiran dan penyelidikannya sendiri; pencapaian ideal yang dibabarkan dalam ajarannya, tidak mengakhiri penderitaan mereka yang mengikutinya.
Yang Ariya Sāriputta sedang melakukan pindapata saat mendengar fitnah dari Sunakkhatta; setelah kembali ia melaporkan hal tersebut kepada Sang Bhagawan. Sang Guru berkata, “Sunakkhatta adalah orang yang lekas naik darah, Sāriputta, dan mengucapkan omong kosong. Sikap pemarahnya membuat ia mengucapkan kata-kata seperti itu, dan menyangkal
ajaran Saya yang sangat berharga. Tanpa disadarinya, orang bodoh ini memuji Saya; Saya katakan tanpa ia sadari, karena ia tidak mempunyai pengetahuan [390] akan kehebatan Saya.
Dalam diri Saya, Sāriputta, terdapat enam abhiññā, karenanya saya lebih dari manusia biasa; di dalam diri saya juga terdapat sepuluh kekuatan (dasabala), dan empat landasan keyakinan (vesārajja). Saya mengetahui batasan dari empat kelahiran di dunia dan lima tingkat kemungkinan akan kelahiran kembali setelah meninggal dunia. Hal ini juga merupakan kemampuan Saya yang luar biasa; barang siapa yang menyangkalnya akan menarik kembali kata-katanya, mengubah kepercayaannya dan meninggalkan pandangan salahnya, atau ia akan masuk ke dalam neraka.” Setelah menguraikan sifat dan kemampuan luar biasa yang terdapat dalam diri-Nya, Sang Guru berkata lebih lanjut, “Sunakkhatta, saya dengar, Sāriputta, merasa gembira disesatkan untuk mempermalukan diri di pertapaan Kora
Kshatriya; karenanya ia tidak bisa merasa senang pada diri saya.
Sembilan puluh satu ribuan tahun yang lalu saya hidup dalam kehidupan yang lebih tinggi dengan merana akan empat tingkatan kehidupan, menguji pertapaan yang salah untuk menemukan apakah kebenaran menetap di dalamnya. Saya adalah seorang petapa, petapa utama; saya capek dan kurus, melebihi petapa lainnya, saya segan untuk menerima kenyamanan, suatu keseganan yang jauh melebihi orang yang lain; saya tinggal terpisah, dan tidak dapat dicapai merupakan keinginan saya akan kesendirian.” Kemudian, atas permohonan thera tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
____________________
Sekali waktu, sembilan puluh satu ribuan tahun yang lalu, Bodhisatta membuat dirinya menguji pertapaan yang salah.
Ia menjadi seorang petapa, menuruti para petapa telanjang (Ājivika)—tidak berpakaian dan ditutupi dengan debu; menyendiri dan kesepian, menghilang seperti seekor rusa di hadapan
manusia; makanannya adalah ikan-ikan kecil, kotoran sapi dan sampah lainnya; dengan tujuan menjaga agar ia tidak diganggu, ia bertempat tinggal di dalam belukar yang menakutkan di hutan. Saat salju turun di musim dingin, ia keluar di waktu malam dari belukar tempat ia berteduh menuju udara terbuka, saat matahari terbit ia kembali ke dalam belukar lagi; maka ia dibasahi oleh salju di malam hari, dan di siang hari, ia basah kuyup oleh
gerimis dari cabang belukar tersebut. Baik siang maupun malam ia menahan rasa dingin yang menusuk. Saat musim panas, di siang hari, ia menetap di udara terbuka, dan di malam hari ia menetap di dalam hutan — terbakar oleh terik matahari di waktu siang dan mengipasi diri karena tidak ada hembusan angin yang segar di malam hari, sehingga keringat bercucuran di tubuhnya. Muncul dengan sendirinya dalam pikirannya syair berikut ini, yang merupakan syair baru dan belum pernah diucapkan sebelumnya : —
Sebentar terbakar, sebentar beku, sendiri di hutan sepi,
Di sampingnya tak terdapat api, namun membara di
dalam dirinya, Telanjang, petapa itu berusaha keras demi kebenaran.
[391] Setelah menghabiskan hidup melalui pelatihan diri yang keras dalam pertapaan ini, pemandangan akan neraka terhampar di hadapan Bodhisatta. Saat ia terbaring sekarat, ia menyadari semua pelatihan keras yang ia jalani ternyata tidak berarti apa-apa, dan di saat genting itu, ia membuang semua khayalannya, hanya berpegang pada kebenaran sejati, dan
terlahir kembali di alam dewa.
____________________
Uraian Beliau berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Saya adalah petapa telanjang di masa itu.”
Sumber: ITC, Jataka Vol 1
Pada masa itu Sunakkhatta, setelah menjadi pengikut Sang Guru, berkelana di negeri tersebut sebagai seorang bhikkhu dengan patta dan jubah, ketika disesatkan oleh ajaran Kora Kshatriya 174 . Maka ia mengembalikan patta dan jubah kepada Sang Buddha, kembali menempuh kehidupan sebagai perumah-tangga karena Kora Kshatriya, yang pada waktunya, terlahir kembali sebagai keturunan dari Kālakañjaka Asura. Ia pergi sejauh tiga lapis dinding Kota Vesāli untuk mencemarkan nama Sang Guru, menegaskan tidak ada yang luar biasa pada Guru Gotama, ia tidak berbeda dengan orang lain yang membabarkan suatu kepercayaan; bahwa Guru Gotama hanya membentuk suatu sistem yang dihasilkan oleh pikiran dan penyelidikannya sendiri; pencapaian ideal yang dibabarkan dalam ajarannya, tidak mengakhiri penderitaan mereka yang mengikutinya.
Yang Ariya Sāriputta sedang melakukan pindapata saat mendengar fitnah dari Sunakkhatta; setelah kembali ia melaporkan hal tersebut kepada Sang Bhagawan. Sang Guru berkata, “Sunakkhatta adalah orang yang lekas naik darah, Sāriputta, dan mengucapkan omong kosong. Sikap pemarahnya membuat ia mengucapkan kata-kata seperti itu, dan menyangkal
ajaran Saya yang sangat berharga. Tanpa disadarinya, orang bodoh ini memuji Saya; Saya katakan tanpa ia sadari, karena ia tidak mempunyai pengetahuan [390] akan kehebatan Saya.
Dalam diri Saya, Sāriputta, terdapat enam abhiññā, karenanya saya lebih dari manusia biasa; di dalam diri saya juga terdapat sepuluh kekuatan (dasabala), dan empat landasan keyakinan (vesārajja). Saya mengetahui batasan dari empat kelahiran di dunia dan lima tingkat kemungkinan akan kelahiran kembali setelah meninggal dunia. Hal ini juga merupakan kemampuan Saya yang luar biasa; barang siapa yang menyangkalnya akan menarik kembali kata-katanya, mengubah kepercayaannya dan meninggalkan pandangan salahnya, atau ia akan masuk ke dalam neraka.” Setelah menguraikan sifat dan kemampuan luar biasa yang terdapat dalam diri-Nya, Sang Guru berkata lebih lanjut, “Sunakkhatta, saya dengar, Sāriputta, merasa gembira disesatkan untuk mempermalukan diri di pertapaan Kora
Kshatriya; karenanya ia tidak bisa merasa senang pada diri saya.
Sembilan puluh satu ribuan tahun yang lalu saya hidup dalam kehidupan yang lebih tinggi dengan merana akan empat tingkatan kehidupan, menguji pertapaan yang salah untuk menemukan apakah kebenaran menetap di dalamnya. Saya adalah seorang petapa, petapa utama; saya capek dan kurus, melebihi petapa lainnya, saya segan untuk menerima kenyamanan, suatu keseganan yang jauh melebihi orang yang lain; saya tinggal terpisah, dan tidak dapat dicapai merupakan keinginan saya akan kesendirian.” Kemudian, atas permohonan thera tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
____________________
Sekali waktu, sembilan puluh satu ribuan tahun yang lalu, Bodhisatta membuat dirinya menguji pertapaan yang salah.
Ia menjadi seorang petapa, menuruti para petapa telanjang (Ājivika)—tidak berpakaian dan ditutupi dengan debu; menyendiri dan kesepian, menghilang seperti seekor rusa di hadapan
manusia; makanannya adalah ikan-ikan kecil, kotoran sapi dan sampah lainnya; dengan tujuan menjaga agar ia tidak diganggu, ia bertempat tinggal di dalam belukar yang menakutkan di hutan. Saat salju turun di musim dingin, ia keluar di waktu malam dari belukar tempat ia berteduh menuju udara terbuka, saat matahari terbit ia kembali ke dalam belukar lagi; maka ia dibasahi oleh salju di malam hari, dan di siang hari, ia basah kuyup oleh
gerimis dari cabang belukar tersebut. Baik siang maupun malam ia menahan rasa dingin yang menusuk. Saat musim panas, di siang hari, ia menetap di udara terbuka, dan di malam hari ia menetap di dalam hutan — terbakar oleh terik matahari di waktu siang dan mengipasi diri karena tidak ada hembusan angin yang segar di malam hari, sehingga keringat bercucuran di tubuhnya. Muncul dengan sendirinya dalam pikirannya syair berikut ini, yang merupakan syair baru dan belum pernah diucapkan sebelumnya : —
Sebentar terbakar, sebentar beku, sendiri di hutan sepi,
Di sampingnya tak terdapat api, namun membara di
dalam dirinya, Telanjang, petapa itu berusaha keras demi kebenaran.
[391] Setelah menghabiskan hidup melalui pelatihan diri yang keras dalam pertapaan ini, pemandangan akan neraka terhampar di hadapan Bodhisatta. Saat ia terbaring sekarat, ia menyadari semua pelatihan keras yang ia jalani ternyata tidak berarti apa-apa, dan di saat genting itu, ia membuang semua khayalannya, hanya berpegang pada kebenaran sejati, dan
terlahir kembali di alam dewa.
____________________
Uraian Beliau berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Saya adalah petapa telanjang di masa itu.”
Sumber: ITC, Jataka Vol 1
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com