MACCHA-JATAKA
“Bukanlah api yang,” dan seterusnya.
Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang godaan (nafsu) terhadap seorang bhikkhu oleh mantan istrinya. Sang Guru bertanya kepada bhikkhu ini, “Benarkah, Bhikkhu, apa yang Ku-dengar, bahwa Anda menyesal?” “Ya, Bhante.” “Karena siapa?” “Karena mantan istriku.” Kemudian Sang Guru berkata kepadanya, “Istri ini, Bhikkhu, telah melakukan kejahatan terhadapmu. Dahulu kala, dengan tipu muslihatnya, Anda hampir saja ditusuk dan dibakar untuk dijadikan makanan, tetapi orang bijaksana menyelamatkan nyawamu.” Kemudian Beliau menceritakan kisah masa lampau.
Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta adalah pendeta kerajaannya. Beberapa nelayan menarik seekor ikan yang terperangkap di jala mereka, dan melemparkannya ke atas pasir yang panas sambil berkata, “Kita akan memasaknya di bara api dan memakannya.” Maka mereka pun mengasah sebuah tusukan. Dan ikan tersebut mencucurkan air mata atas pasangannya dan mengucapkan dua bait ini:
Bukanlah api yang membakarku membuatku sakit, ataupun tusukan yang melukaiku; melainkan pikiran atas pasanganku yang mungkin menyebutku sebagai kekasih yang tidak setia.
Api cinta ini yang membakarku dan memenuhi hatiku dengan rasa sakit; Bukan kematian yang setimpal dengan cinta; Oh Para Nelayan, bebaskanlah saya kembali!
Pada saat itu, Bodhisatta mendekat ke tepi sungai; dan setelah mendengar ratapan ikan itu, dia menghampiri para nelayan dan meminta mereka membiarkan ikan itu bebas.
Uraian ini berakhir, Sang Guru memaklumkan kebenaran-kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna :—“Pada masa itu, istri tersebut adalah pasangan ikan itu, bhikkhu yang menyesal adalah ikan itu, dan Aku sendiri adalah pendeta kerajaan.”
*****
Sumber: ITC, Jataka Vol. 2
Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang godaan (nafsu) terhadap seorang bhikkhu oleh mantan istrinya. Sang Guru bertanya kepada bhikkhu ini, “Benarkah, Bhikkhu, apa yang Ku-dengar, bahwa Anda menyesal?” “Ya, Bhante.” “Karena siapa?” “Karena mantan istriku.” Kemudian Sang Guru berkata kepadanya, “Istri ini, Bhikkhu, telah melakukan kejahatan terhadapmu. Dahulu kala, dengan tipu muslihatnya, Anda hampir saja ditusuk dan dibakar untuk dijadikan makanan, tetapi orang bijaksana menyelamatkan nyawamu.” Kemudian Beliau menceritakan kisah masa lampau.
Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta adalah pendeta kerajaannya. Beberapa nelayan menarik seekor ikan yang terperangkap di jala mereka, dan melemparkannya ke atas pasir yang panas sambil berkata, “Kita akan memasaknya di bara api dan memakannya.” Maka mereka pun mengasah sebuah tusukan. Dan ikan tersebut mencucurkan air mata atas pasangannya dan mengucapkan dua bait ini:
Bukanlah api yang membakarku membuatku sakit, ataupun tusukan yang melukaiku; melainkan pikiran atas pasanganku yang mungkin menyebutku sebagai kekasih yang tidak setia.
Api cinta ini yang membakarku dan memenuhi hatiku dengan rasa sakit; Bukan kematian yang setimpal dengan cinta; Oh Para Nelayan, bebaskanlah saya kembali!
Pada saat itu, Bodhisatta mendekat ke tepi sungai; dan setelah mendengar ratapan ikan itu, dia menghampiri para nelayan dan meminta mereka membiarkan ikan itu bebas.
Uraian ini berakhir, Sang Guru memaklumkan kebenaran-kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna :—“Pada masa itu, istri tersebut adalah pasangan ikan itu, bhikkhu yang menyesal adalah ikan itu, dan Aku sendiri adalah pendeta kerajaan.”
*****
Sumber: ITC, Jataka Vol. 2
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com