PAROSAHASSA-JATAKA
“Jauh lebih baik dari seribu orang bodoh,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai pertanyaan orang awam (puthujjana). [406] (Kejadian ini akan dijelaskan dalam Sarabhaṅga-Jātaka.)
Dalam suatu kesempatan tertentu para bhikkhu berkumpul di Balai Kebenaran dan memuji kebijaksanaan Sāriputta, sang Panglima Dhamma, yang menguraikan arti inti pembicaraan Sang Buddha. Masuk ke dalam balai tersebut, Sang Guru bertanya dan mendapat penjelasan mengenai apa yang sedang dibicarakan oleh para bhikkhu. “Ini bukan pertama kalinya, para Bhikkhu,” kata Beliau, “arti inti pembicaraan saya dijelaskan oleh Sāriputta. Ia juga melakukan hal yang sama di kelahiran yang lampau.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir kembali sebagai seorang brahmana dari utara dan menyelesaikan pendidikannya di Takkasilā. Melepaskan kesenangan indriawi dalam dirinya dan meninggalkan keduniawian untuk menjalani hidup sebagai petapa, ia memperoleh lima abhiññā (kemampuan batin luar biasa) dan delapan pencapaian meditasi, dan menetap di Himalaya, tempat lima ratus orang petapa berkumpul di sekelilingnya. Pada suatu musim hujan, siswa utamanya pergi bersama setengah dari jumlah para petapa itu ke perkampungan manusia untuk mendapatkan garam dan cuka. Dan itu adalah saat dimana ajal Bodhisatta telah dekat. Dan para siswanya, ingin mengetahui pencapaian spiritualnya, bertanya padanya, “Apa keunggulan yang telah Anda capai?” “Capai?” tanyanya; “Saya mencapai kekosongan.”
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia meninggal dunia, ia terlahir kembali di Alam Dewa Ābhassara. (Meskipun Bodhisatta dapat mencapai keadaan yang tertinggi, mereka tidak pernah dilahirkan di Alam Ārupa, alam tanpa bentuk, mereka tidak bisa melewati Alam Rupa, alam bentuk.) Salah mengartikan kata-katanya, para siswanya menyimpulkan ia gagal memperoleh pencapaian spiritual. Maka mereka tidak memberikan penghormatan seperti biasanya saat mengkremasikannya. Setelah kembali, siswa utamanya mengetahui guru mereka telah meninggal dunia, dan menanyakan apakah mereka menanyakan pencapaiannya. “Ia mengatakan ia mencapai kekosongan,” jawab mereka, “maka kami tidak memberikan penghormatan seperti biasanya saat mengkremasikannya.”
“Kalian tidak memahami arti perkataannya,” jawab siswa utama tersebut. “Maksud guru kita adalah ia telah mencapai tingkat pengetahuan yang disebut Pengetahuan tentang kekosongan benda-benda.” Walaupun ia telah menjelaskan lagi dan lagi kepada para siswa lainnya, mereka tetap tidak memercayainya.
Mengetahui ketidakpercayaan mereka, Bodhisatta berseru, “Orang-orang bodoh! Mereka tidak percaya pada siswa utama saya. Saya akan membuat hal ini menjadi jelas untuk mereka.” Ia datang dari alam brahma dan dengan kekuatannya yang hebat, ia berdiri di tengah-tengah udara di atas tempat pertapaan tersebut, mengucapkan syair berikut ini untuk memuji kebijaksanaan siswa utamanya : — [407]
Jauh lebih baik dari seribu orang bodoh,
walaupun mereka berpikir keras selama seratus tahun tiada henti,
adalah satu orang yang, dengan mendengar (baik-baik), langsung mengerti.
Demikianlah makhluk agung itu membabarkan Dhamma dari tengah udara, dan mengecam kumpulan petapa itu. Kemudian ia berlalu kembali ke alam brahma, dan para petapa itu meningkatkan keunggulan mereka agar dapat terlahir kembali di alam yang sama.
____________________
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Sāriputta adalah siswa utama di masa itu, dan Saya sendiri adalah sang Mahā- Brahmā.”
Sumber: ITC, Jataka Vol 1
Dalam suatu kesempatan tertentu para bhikkhu berkumpul di Balai Kebenaran dan memuji kebijaksanaan Sāriputta, sang Panglima Dhamma, yang menguraikan arti inti pembicaraan Sang Buddha. Masuk ke dalam balai tersebut, Sang Guru bertanya dan mendapat penjelasan mengenai apa yang sedang dibicarakan oleh para bhikkhu. “Ini bukan pertama kalinya, para Bhikkhu,” kata Beliau, “arti inti pembicaraan saya dijelaskan oleh Sāriputta. Ia juga melakukan hal yang sama di kelahiran yang lampau.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir kembali sebagai seorang brahmana dari utara dan menyelesaikan pendidikannya di Takkasilā. Melepaskan kesenangan indriawi dalam dirinya dan meninggalkan keduniawian untuk menjalani hidup sebagai petapa, ia memperoleh lima abhiññā (kemampuan batin luar biasa) dan delapan pencapaian meditasi, dan menetap di Himalaya, tempat lima ratus orang petapa berkumpul di sekelilingnya. Pada suatu musim hujan, siswa utamanya pergi bersama setengah dari jumlah para petapa itu ke perkampungan manusia untuk mendapatkan garam dan cuka. Dan itu adalah saat dimana ajal Bodhisatta telah dekat. Dan para siswanya, ingin mengetahui pencapaian spiritualnya, bertanya padanya, “Apa keunggulan yang telah Anda capai?” “Capai?” tanyanya; “Saya mencapai kekosongan.”
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia meninggal dunia, ia terlahir kembali di Alam Dewa Ābhassara. (Meskipun Bodhisatta dapat mencapai keadaan yang tertinggi, mereka tidak pernah dilahirkan di Alam Ārupa, alam tanpa bentuk, mereka tidak bisa melewati Alam Rupa, alam bentuk.) Salah mengartikan kata-katanya, para siswanya menyimpulkan ia gagal memperoleh pencapaian spiritual. Maka mereka tidak memberikan penghormatan seperti biasanya saat mengkremasikannya. Setelah kembali, siswa utamanya mengetahui guru mereka telah meninggal dunia, dan menanyakan apakah mereka menanyakan pencapaiannya. “Ia mengatakan ia mencapai kekosongan,” jawab mereka, “maka kami tidak memberikan penghormatan seperti biasanya saat mengkremasikannya.”
“Kalian tidak memahami arti perkataannya,” jawab siswa utama tersebut. “Maksud guru kita adalah ia telah mencapai tingkat pengetahuan yang disebut Pengetahuan tentang kekosongan benda-benda.” Walaupun ia telah menjelaskan lagi dan lagi kepada para siswa lainnya, mereka tetap tidak memercayainya.
Mengetahui ketidakpercayaan mereka, Bodhisatta berseru, “Orang-orang bodoh! Mereka tidak percaya pada siswa utama saya. Saya akan membuat hal ini menjadi jelas untuk mereka.” Ia datang dari alam brahma dan dengan kekuatannya yang hebat, ia berdiri di tengah-tengah udara di atas tempat pertapaan tersebut, mengucapkan syair berikut ini untuk memuji kebijaksanaan siswa utamanya : — [407]
Jauh lebih baik dari seribu orang bodoh,
walaupun mereka berpikir keras selama seratus tahun tiada henti,
adalah satu orang yang, dengan mendengar (baik-baik), langsung mengerti.
Demikianlah makhluk agung itu membabarkan Dhamma dari tengah udara, dan mengecam kumpulan petapa itu. Kemudian ia berlalu kembali ke alam brahma, dan para petapa itu meningkatkan keunggulan mereka agar dapat terlahir kembali di alam yang sama.
____________________
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Sāriputta adalah siswa utama di masa itu, dan Saya sendiri adalah sang Mahā- Brahmā.”
Sumber: ITC, Jataka Vol 1
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com