VIHARA BUDDHASENA
Tulisan ini disajikan untuk mengenang kembali akan jasa-jasa besar yang telah diberikan oleh Para Sesepuh Vihara Buddhasena dalam membangun sebuah tempat latihan moral yang berlandaskan Ajaran Sakyamuni Buddha di Bogor.
Kalo saja kita analisa tempat latihan moral yang telah mereka bangun bernama Vihara Buddhasena ini, sejak awal hingga saat ini ternyata telah dengan sangat tepat menjadi sebuah tempat latihan moral yang berlandaskan Ajaran Sakyamuni Buddha. Bukankah ini sebuah prestasi kebaikan yang tak terukur oleh alat ukur manapun dikarenakan terlalu besar kebaikan yang telah tertanam di Vihara Buddhasena ini?
Semoga segala cita-cita mulia Para Sesepuh yang dititipkan kepada kita semua dapat senantiasa dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Seperti apa yang telah mereka lakukan untuk kita sebagai penerusnya maka seyogyanya kita akan melakukan apa yang telah kita rasakan dari mereka untuk penerus kita selanjutnya.
Cetiya Avalokitesvara
Jalan batutulis merupakan tempat yang sangat bersejarah bagi umat Buddha di Bogor karena disini lah pertama kali dan sampai saat ini Vihara Buddhasena berkiprah.
Tepatnya di rumah seorang Ibu yang baik hati dan orang lebih mengenalnya dengan nama Tante Som yang merupakan Ibu dari Dr.Andri Wanananda MS., di bilangan Jalan Batutulis No.4 (sekarang Jalan Batutulis No.2), terdengar sutra Ko Ong Kwan Si Im Keng yang senantiasa dilantunkan olehnya dengan penuh khusuk di depan Altar Kwan Im.
Teman dari Tante Som bernama Tante Siang Lim, membawa temannya bernama Tante Hoat yang sedang dirundung kesedihan karena kematian suaminya. Tante Hoat senantiasa datang bersama anaknya, Hoey Lan yang belum genap berumur 12 tahun untuk mencurahkan kesedihannya, dan Tante Som pun merasakan kesedihannya, sehingga Tante Som senantiasa menghibur dan tak lupa mengajak sembahyang bersama-sama. Karena kedekatan inilah mereka sama-sama merasa seperti saudara sendiri, dan Hoey Lan sendiri sudah dianggap anak oleh Tante Som. Sering sekali mereka melakukan sembahyang untuk melepaskan kesedihan yang dialami Tante Hoat dan pada akhirnya Tante Hoat mendapatkan keceriaannya kembali.
Waktu terus bergulir yang membuat beberapa orang ikut melakukan sembahyang di rumah Tante Som, dan selain Tante Hoat ada juga Tante Betty (Ny.Tjoa Beng Po), Tante Etty, dan Tante Elsa. Tante Elsa adalah adik dari YA MNS Ashin Jinarakkhita.
Dikarenakan keyakinan Tante Som kuat terhadap Avalokitesvara Bodhisatva maka tempat mereka melantunkan paritta dan sutra suci diberi nama Cetiya Avalokitesvara oleh YA MNS Ashin Jinarakkhita, sekitar tahun 1960.
Peletakan Batu Pertama Vihara Buddhasena
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun akhirnya semakin bertambah banyaklah umat yang hadir mengikuti puja bakti di Cetiya Avalokitesvara tanpa terkecuali dari muda mudinya.
Melihat begitu besar kebaikan yang telah dilakukan oleh Tante Som untuk menampung puja bakti di lantai dua rumahnya, maka atas nasehat Y.A.MNS Ashin Jinarakkhita, Seorang Opah bernama Oey Tiang Hoo yang tidak lain adalah Ayah dari Tante Som sendiri dengan kedermawanannya mendanakan sebagian tanah miliknya untuk dijadikan tempat puja bakti yang lebih luas.
Opah Oey Tiang Hoo adalah seorang pedagang yang memiliki tempat penggilingan padi beserta gudangnya. Sepanjang perbatasan kali cipakancilan hingga jalan siliwangi merupakan tempat miliknya, disana selain terdapat rumah miliknya terdapat pula gudang padi, penggilingan padi, dan kebun yang luas.
Tanah yang didanakan oleh Opah Oey Tiang Hoo merupakan sebuah kebun pisang yang banyak sekali sisa-sisa dari penggilingan padi bertebaran disana yang membuat tanah tersebut makin subur dan gembur.
Tekad membara Tante Som beserta teman-temannya yang tak lain adalah Tante Betty, Tante Etty, Tante Elsa dan Tante Hoat menapakkan jejaknya saat peletakkan batu pertama pembangunan Vihara dimulai tahun 1963.
Peletakkan batu pertama ini tidak hanya dilakukan oleh para petinggi Cetiya Avalokitesvara, juga dihadiri oleh Kolonel Soemantri,M.S. dan Kolonel Soeradji Aria Kertawidjaja.
Kolonel Soemantri,M.S. adalah seorang Asisten dari Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Jendral Gatot Soebroto. Kolonel Soemantri adalah seorang yang memuja Kwan Kong yang dikenal gagah dan setia. Dia mengenal Dhamma dari Y.A.MNS Ashin Jinarakkhita.
Sebagai modal awal untuk menunjang pembangunan Vihara, Tante Betty (Ny.Tjoa Beng Po) memberikan ikat pinggang emas.
Dikarenakan masih banyak kekurangan biaya pembangunan Vihara, maka dengan semangat yang membara dari semua umat, baik tua maupun muda, dan dengan kekeluargaan yang tinggi dilakukanlah pencarian dana pembangunan dengan berbagai macam cara.
Salah satu hal yang sangat menarik adalah beberapa kali diadakan acara kesenian / pentas seni di Gudang Beras milik Opah Oey Tiang Hoo, seluruh umat bahu membahu menjual ticket kepada semua orang di Bogor yang tidak hanya terbatas umat Buddha dan yang tak kalah hebatnya adalah saat acara berlangsungpun mereka berjualan barang dagangan. Selepas acara di tengah malam satu persatu panitia diantarkan ke rumahnya oleh Bapak Teddy dan Romo Bu Hok dengan menggunakan Bemo miliknya. Walau capek tak terkira akan tetapi kebersamaan membuat mereka senantiasa bersemangat dan tetap ceria.
Keuletan para ibu saat itu harus diacungkan jempol, mereka sudah melihat potensi pasar makanan cathering saat itu ada dan mereka pun bersama-sama membuat cathering untuk orang yang membutuhkan dan siap diantarkan kepada pelanggan. Tidak sedikit yang mendanakan seluruh hasil penjualannya untuk pembangunan.
Dan yang tak kalah menariknya adalah baik tua maupun muda menjual ticket Bioskop Park / Sukasari Theatre yang terletak di gang aut (sekarang rangka bangunan Bank BHS yang belum jadi), komisi penjualan ticket dikumpulkan pula untuk pembangunan. Masih banyak lagi cara-cara yang dilakukan untuk mengumpulkan dana pembangunan Vihara.
Pada tanggal 20 Oktober 1962 lima orang ibu ditahbiskan menjadi Upasika pertama di Bogor oleh YA MNS Ashin Jinarakkhita di Vihara Vimala Dharma Bandung dengan nama visudhi :
Tante Oey Som Nio – Upasika Muladevi Pitanadi
Tante Betty (Ny.Tjoa Beng Po) – Upasika Khemadevi
Tante Etty – Upasika Sukhadevi
Tante Elsa – Upasika Hemadevi
Tante Hoat – Upasika Dhammadevi
Di tahun yang sama 1963, Vihara Nagasena di Pacet, Cipanas melakukan peresmian yang bertepatan dengan perayaan Lak Gwee Cap Kauw (Kuan Im) yang jatuh di bulan Asadha pada tanggal 10 Juli 1963 disanalah Tante Som berkata “Mengapa Tentara Naga?” dan Beliau berkata “kalo kita di Bogor mah Tentara Buddha alias Buddhasena”, nah setelah melakukan konsultasi dengan Y.A.MNS Ashin Jinarakkhita disetujuilah Vihara yang akan dibangun di bilangan Batutulis No.6 ini bernama Vihara Buddhasena, arti yang tersirat bahwa Vihara Buddhasena bukan hanya sebagai tentara / protector dari Ajaran Sakyamuni Buddha akan tetapi juga sebagai pelayan Buddha yang senantiasa membawa dan menularkan pandangan kebenaran untuk meraih kebahagiaan yang hakiki.
Meskipun tidak ada hubungannya dengan penamaan Vihara Buddhasena, namun sekedar info bahwa nama Buddhasena adalah nama Raja abad ke-13 yang daerah pemerintahannya mencakup wilayah Bodhgaya. Ada 2 Raja dengan nama sama. Buddhasena pertama memerintah lalu digantikan anaknya yang bernama Jayasena. Lalu Raja Jayasena digantikan oleh anaknya yang bernama Buddhasena juga.
Pembangunan Vihara Buddhasena akhirnya rampung walau dengan berbagai kendala keuangan dan teknis. Empat orang kontraktor sudah berganti menangani pembangunan Vihara Buddhasena kurang lebih selama 2 tahun (1963-1964).
Peresmian Vihara Buddhasena
Pada tahun 1965 terjadi pemberontakkan PKI, walaupun dengan kekacauan politik di tanah air Y.A.MNS Ashin Jinarakkhita selalu mengingatkan umatnya untuk berpegang teguh pada ajaran agama, dan Beliau berhasil membawa umatnya selamat dari masa-masa krisis tersebut.
Dikarenakan pergolakan politik ini pula, Vihara Buddhasena tidak diresmikan pada hari rampungnya pembangunan, dan segala aktifitas berkurang dengan sendirinya. Dan pada akhirnya Vihara Buddhasena diresmikan beberapa tahun setelah selesai pembangunan oleh Y.A.MNS Ashin Jinarakkhita.
Demikianlah sedikit sejarah terbentuknya Vihara Buddhasena, semoga apa yang telah dicurahkan oleh Para Sesepuh kita dapat memberikan dorongan semangat untuk senantiasa selalu menjadi pelayan bagi Guru Buddha.