Kepada Sela
Sela (MN 92)
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara di negeri para Anguttarāpa bersama dengan sejumlah besar Sangha para bhikkhu, yang berjumlah seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, dan akhirnya Beliau tiba di sebuah pemukiman Anguttarāpa bernama Āpaṇa.
Petapa berambut kusut Keṇiya mendengar: “Petapa Gotama, putera Sakya yang meninggalkan keduniawian dari suku Sakya, telah mengembara di negeri para Anguttarāpa bersama dengan sejumlah besar para bhikkhu, berjumlah seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, dan Beliau telah tiba di Āpaṇa. Sekarang berita baik sehubungan dengan Guru Gotama telah menyebar sebagai berikut … seperti MN 91.3 … Sekarang adalah baik sekali jika dapat menemui para Arahant demikian.”
Kemudian Petapa berambut kusut Keṇiya mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau, dan ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi. Sang Bhagavā memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma. Kemudian, setelah diberikan instruksi, didorong, dibangkitkan semangatnya, dan digembirakan oleh Sang Bhagavā dengan khotbah Dhamma, petapa berambut kusut Keṇiya berkata kepada Sang Bhagavā: “Sudilah Guru Gotama bersama dengan Sangha para bhikkhu menerima persembahan makanan dariku besok.”
Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Sangha para bhikkhu berjumlah besar, Keṇiya, terdiri dari seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, dan engkau berkeyakinan penuh pada para brahmana.”
Untuk ke dua kalinya petapa berambut kusut Keṇiya berkata kepada Sang Bhagavā: “Walaupun Sangha para bhikkhu berjumlah besar, Guru Gotama, terdiri dari seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, dan walaupun aku berkeyakinan penuh pada para brahmana, namun sudilah Guru Gotama bersama dengan Sangha para bhikkhu menerima persembahan makanan dariku besok.” Untuk ke dua kalinya Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Sangha para bhikkhu berjumlah besar, Keṇiya …”
Untuk ke tiga kalinya petapa berambut kusut Keṇiya berkata kepada Sang Bhagavā: “Walaupun Sangha para bhikkhu berjumlah besar, Guru Gotama … namun sudilah Guru Gotama bersama dengan Sangha para bhikkhu menerima persembahan makanan dariku besok.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
Kemudian, setelah mengetahui bahwa Sang Bhagavā telah menerima, petapa berambut kusut Keṇiya bangkit dari duduknya dan kembali ke pertapaannya di mana ia berkata kepada teman-teman dan sahabatnya, sanak saudara dan kerabatnya sebagai berikut: “Dengarkan aku, tuan-tuan, teman-teman dan sahabatku, sanak saudara dan kerabatku. Petapa Gotama telah diundang olehku untuk menerima persembahan makanan dariku besok bersama dengan Sangha para bhikkhu. Lakukanlah pembelanjaan dan persiapan yang diperlukan untukku.”
“Baik, Tuan,” mereka menjawab, dan beberapa orang menggali lubang untuk membuat tungku, beberapa memotong kayu, beberapa mencuci piring, beberapa mempersiapkan kendi air, beberapa mempersiapkan tempat duduk, sementara si petapa berambut kusut Keṇiya sendiri mendirikan sebuah paviliun.
Pada saat itu Brahmana Sela sedang menetap di Āpaṇa. Ia adalah seorang yang menguasai Tiga Veda dengan kosa-kata, liturgi, fonologi, dan etimologi, dan sejarah-sejarah sebagai yang ke lima; mahir dalam ilmu bahasa dan tata bahasa, ia mahir dalam filosofi alam dan dalam tanda-tanda manusia luar biasa, dan sedang mengajarkan pembacaan syair puji-pujian kepada tiga ratus murid brahmana.
Pada masa itu si petapa berambut kusut Keṇiya berkeyakinan penuh pada Brahmana Sela. Kemudian Brahmana Sela, sewaktu berjalan-jalan untuk berolah-raga, mendatangi pertapaan si petapa berambut kusut Keṇiya. Di sana ia melihat beberapa orang menggali lubang untuk membuat tungku, beberapa memotong kayu, beberapa mencuci piring, beberapa mempersiapkan kendi air, beberapa mempersiapkan tempat duduk, sementara si petapa berambut kusut Keṇiya sendiri mendirikan sebuah paviliun.
Ketika ia melihat ini, ia bertanya kepada si petapa berambut kusut Keṇiya: “Apakah Guru Keṇiya akan mengadakan pesta perkawinan atau mengawinkan anaknya? Atau apakah akan mengadakan upacara pengorbanan besar? Atau apakah Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha telah diundang bersama dengan sejumlah besar pengikutnya untuk makan besok?”
“Aku tidak mengadakan pesta perkawinan atau mengawinkan anakku, Guru Sela, juga tidak mengundang Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha bersama dengan sejumlah besar pengikutnya untuk makan besok, tetapi aku merencanakan suatu pengorbanan besar. Petapa Gotama, putera Sakya yang meninggalkan keduniawian dari suku Sakya, telah mengembara di negeri para Anguttarāpa bersama dengan sejumlah besar Sangha para bhikkhu, berjumlah seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, dan telah sampai di Āpaṇa. Sekarang berita baik sehubungan dengan Guru Gotama telah menyebar sebagai berikut: ‘Bahwa Sang Bhagavā sempurna, telah tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandingnya bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, Buddha yang tercerahkan, terberkahi.’ Beliau telah diundang olehku untuk menerima persembahan makanan besok bersama dengan Sangha para bhikkhu.”
“Apakah engkau mengatakan ‘Buddha,’ Keṇiya?”
“Aku mengatakan ‘Buddha’, Sela.”
“Apakah engkau mengatakan ‘Buddha,’ Keṇiya?”
“Aku mengatakan ‘Buddha’, Sela.”
Kemudian Brahmana Sela berpikir: “Bahkan kata ‘Buddha’ saja sulit terdengar di dunia ini. Sekarang tiga puluh dua tanda Manusia Luar Biasa telah diturunkan dalam syair-syair pujian kami, dan Manusia Luar Biasa yang memiliki tanda-tanda itu hanya memiliki dua takdir yang mungkin, tidak ada yang lain. Jika ia menjalani kehidupan rumah tangga, maka ia akan menjadi seorang Raja Pemutar-Roda, seorang raja yang adil yang memerintah sesuai Dhamma, penguasa keempat penjuru, maha-penakluk, yang telah menstabilkan negerinya dan memiliki tujuh pusaka. Ia memiliki tujuh pusaka ini: Pusaka-roda, pusaka-gajah, pusaka-kuda, pusaka-permata, pusaka-perempuan, pusaka-pelayan, dan pusaka-penasihat sebagai yang ke tujuh. Anak-anaknya, yang lebih dari seribu, berani dan gagah perkasa, dan menggilas bala tentara lainnya; di seluruh bumi ini yang dibatasi oleh samudera, ia memerintah tanpa menggunakan tongkat pemukul, tanpa senjata, dengan menggunakan Dhamma. Tetapi jika ia meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka ia akan menjadi Yang Sempurna, seorang Yang Tercerahkan Sempurna, yang menyingkapkan selubung dunia.”
Ia berkata: “Keṇiya yang baik, di manakah Guru Gotama, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna, sekarang menetap?”
Ketika hal ini dikatakan, si petapa berambut kusut Keṇiya merentangkan lengan kanannya dan berkata: “Di sana, di mana batas hijau hutan terletak, Guru Sela.”
Kemudian Brahmana Sela pergi bersama tiga ratus murid brahmana mendatangi Sang Bhagavā. Ia berkata kepada para murid brahmana: “Berjalanlah dengan tenang, tuan-tuan, melangkahlah dengan hati-hati; karena Para Bhagavā ini sulit didekati bagaikan singa yang mengembara sendirian. Ketika aku sedang berbicara dengan Petapa Gotama, jangan menyelaku, tetapi tunggulah hingga pembicaraan kami selesai.”
Kemudian Brahmana Sela mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi dan mencari ketiga-puluh-dua tanda Manusia Luar Biasa pada tubuh Sang Bhagavā. Ia melihat, lebih kurang, ketiga-puluh-dua tanda Manusia Luar Biasa pada tubuh Sang Bhagavā, kecuali dua; ia ragu dan bimbang mengenai dua dari tanda-tanda tersebut, dan ia tidak dapat menentukan dan memutuskannya: mengenai organ kelamin yang terselubung lapisan penutup dan mengenai besarnya lidah.
Kemudian Sang Bhagavā berpikir: “Brahmana Sela ini melihat ketiga-puluh-dua tanda Manusia Luar Biasa pada tubuhKu, kecuali dua; ia ragu dan bimbang mengenai dua dari tanda-tanda tersebut, dan ia tidak dapat menentukan dan memutuskannya: mengenai organ kelamin yang terselubung lapisan penutup dan mengenai besarnya lidah.”
Kemudian Sang Bhagavā mengerahkan kekuatan batinNya sehingga Brahmana Sela melihat bahwa organ kelamin Sang Bhagavā terselubung lapisan penutup. Selanjutnya Sang Bhagavā menjulurkan lidahNya, dan Beliau berulang-ulang menyentuh kedua telingaNya dan kedua lubang hidungNya, dan Beliau menutupi seluruh keningNya dengan lidahNya.
Kemudian Brahmana Sela berpikir: “Petapa Gotama memiliki ketiga-puluh-dua tanda Manusia Luar Biasa; tanda-tanda itu lengkap, bukan tidak lengkap. Tetapi aku tidak tahu apakah Beliau adalah Buddha atau bukan. Akan tetapi, aku telah mendengar dari para sesepuh brahmana yang lanjut usia yang berbicara menurut silsilah para guru bahwa mereka yang adalah Para Sempurna, Para tercerahkan Sempurna, mengungkapkan diri mereka ketika puji-pujian diucapkan. Bagaimana jika aku memuji Petapa Gotama dengan syair-syair selayaknya.”
Kemudian ia memuji Sang Bhagavā dengan syair-syair selayaknya.
Sela
“O yang sempurna tubuhNya, menarik,
Indah dan menyenangkan dipandang;
O Sang Bhagavā, keemasan warna kulitMu,
Dan putih gigiMu; Engkau kuat.
Ciri-ciri yang terlihat seluruhnya
Yang membedakan seorang yang berkelahiran baik;
Semuanya terdapat pada tubuhMu,
Tanda-tanda ini mengungkapkan seorang Manusia Luar Biasa.
Dengan mata yang jernih, dengan wajah cerah,
Agung, tegak bagaikan kobaran api,
Di tengah-tengah sosok para petapa ini
Engkau bersinar bagaikan matahari yang menyala.
Seorang bhikkhu yang begitu indah dipandang
Dengan kulit yang berkilau keemasan—
Dengan ketampanan yang begitu jarang terdapat mengapa Engkau
Puas dengan kehidupan seorang petapa?
Engkau layak menjadi seorang raja, pemimpin barisan kereta,
Seorang raja yang memutar roda,
Seorang pemenang di empat penjuru
Dan pemimpin Hutan Pohon Jambu.
Dengan para prajurit dan para pangeran agung
Semuanya mengabdi padaMu,
O Gotama, Engkau seharusnya berkuasa
Sebagai pemimpin manusia, raja di atas segala raja.”
Buddha
“Aku memang adalah seorang raja, O Sela,”
Sang Bhagavā menjawab.
“Aku adalah raja Dhamma yang tertinggi;
Dengan Dhamma Aku memutar roda,
Roda yang tidak dapat dihentikan oleh siapapun.”
Sela
“Engkau mengaku tercerahkan sempurna,” Brahmana Sela berkata,
“Engkau mengatakan kepadaku, O Gotama,
‘Aku adalah raja Dhamma yang tertinggi;
Dengan Dhamma Aku memutar roda.’
Siapakah JenderalMu, siswaMu
Yang mengikuti dalam jalan Sang Guru?
Siapakah yang membantuMu memutar
Roda Dhamma yang Engkau putar?”
Buddha
“Roda yang Kuputar,”
Sang Bhagavā menjawab,
“Roda Dhamma tertinggi yang sama itu,
Sāriputta putera Sang Tathāgata
membantuKu memutar roda ini.
Apa yang harus diketahui telah diketahui secara langsung,
Apa yang harus dikembangkan telah dikembangkan,
Apa yang harus ditinggalkan telah ditinggalkan,
Oleh karena itu, Brahmana, Aku adalah seorang Buddha.
Maka singkirkanlah keragu-raguanmu padaKu
Dan biarkan tekad muncul,
Karena adalah sulit untuk menyaksikan
Pemandangan Para Yang Tercerahkan.
Aku adalah seorang yang kehadiranNya di dunia ini
Adalah sangat jarang terjadi,
Aku adalah Yang Tercerahkan Sempurna,
Aku, O Brahmana, adalah tabib tertinggi.
Aku adalah Yang Suci, tanpa tandingan,
Yang telah menggilas gerombolan Māra;
Setelah mengalahkan semua musuhKu,
Aku bergembira bebas dari ketakutan.”
Sela
“O Tuan-tuan, dengarkan ini, dengarkan apa yang Beliau katakan,
Orang berpenglihatan, sang tabib,
Pahlawan perkasa yang mengaum
Bagaikan singa di dalam hutan.
Siapakah, bahkan walaupun seorang yang berkelahiran hina,
Yang tidak mempercayaiNya ketika ia melihat
Bahwa Beliau adalah Yang Suci, tanpa tandingan,
Yang telah menggilas gerombolan Māra?
Sekarang silahkan mengikutiku bagi yang menginginkan
Dan yang tidak menginginkan, silahkan pergi.
Karena aku akan meninggalkan keduniawian di bawah Beliau,
Orang ini yang berkebijaksanaan mulia.”
Murid-murid
“Jika, O Tuan, sekarang engkau menyetujui
Ajaran dari Yang Tercerahkan ini,
Kami juga akan meninggalkan keduniawian di bawah Beliau,
Orang ini yang berkebijaksanaan mulia.”
Sela
“Ada tiga ratus brahmana di sini
Yang dengan tangan teracung memohon:
‘O semoga kami menjalani kehidupan suci
Di bawah Engkau, O Sang Bhagavā.’”
Buddha
“Kehidupan suci telah dinyatakan dengan sempurna,
O Sela,” Sang Bhagavā berkata,
“Terlihat di sini dan tidak tertunda;
Seorang yang berlatih dengan tekun
Akan memperoleh buah pelepasan keduniawian.”
Kemudian Brahmana Sela dan kelompoknya menerima pelepasan keduniawian di bawah Sang Bhagavā, dan mereka menerima penahbisan penuh.
Kemudian, ketika malam telah berlalu, si petapa berambut kusut Keṇiya mempersiapkan berbagai jenis makanan baik di pertapaannya dan mengumumkan waktunya kepada Sang Bhagavā: “Sudah waktunya, Guru Gotama, makanan sudah siap.” Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah luarnya, Beliau pergi bersama dengan Sangha para bhikkhu menuju pertapaan si petapa berambut kusut Keṇiya dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian, dengan kedua tangannya sendiri, si petapa berambut kusut melayani Sangha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Bhagavā dengan berbagai jenis makanan baik. Ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menggeser mangkukNya ke samping, si petapa berambut kusut mengambil bangku rendah dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā memberikan pemberkahan kepadanya dengan syair ini:
“Persembahan yang terbakar adalah keagungan api,
Sāvitri adalah keagungan syair pujian Veda,
Seorang raja adalah keagungan manusia,
Samudera adalah keagungan sungai yang mengalir;
Bulan adalah keagungan bintang-bintang,
Matahari adalah keagungan dari segala yang bersinar;
Jasa adalah keagungan dari semua yang mengharapkannya;
Sangha adalah keagungan dari mereka yang memberi.”
Setelah Sang Bhagavā memberikan berkah dengan syair-syair ini, Beliau bangkit dari duduknya dan pergi.
Kemudian tidak lama setelah penahbisan penuh mereka, dengan berdiam sendirian, terasing, rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh, Yang Mulia Sela dan kelompoknya, dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang dicari oleh para anggota keluarga yang meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Mereka secara langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.” Dan Yang Mulia Sela dan kelompoknya menjadi para Arahant.
Kemudian Yang Mulia Sela dan kelompoknya menghadap Sang Bhagavā. Setelah mengatur jubah atasnya di salah satu bahunya, dengan merangkapkan tangannya sebagai penghormatan kepada Sang Bhagavā, ia berkata dalam syair sebagai berikut:
“Delapan hari telah berlalu, Yang Maha-Melihat,
Sejak kami berlindung padaMu.
Dalam tujuh malam ini, O Sang Bhagavā,
Kami telah dijinakkan di dalam ajaranMu.
Engkau adalah Sang Buddha, Engkau adalah Sang Guru,
Engkau adalah Sang Bijaksana, penakluk Māra.
Setelah memotong segala kecenderungan buruk,
Engkau telah menyeberang dan menuntun umat manusia menyeberang.
Engkau telah mengatasi segala perolehan,
Engkau telah melenyapkan segala noda.
Engkau adalah singa yang bebas dari kemelekatan,
Engkau telah meninggalkan ketakutan dan kekhawatiran.
Di sini ketiga-ratus bhikkhu ini berdiri
Dengan tangan dirangkapkan dalam penghormatan.
O Pahlawan, julurkanlah kakiMu,
Dan ijinkan makhluk-makhluk agung ini menyembah Sang Guru.”
Petapa berambut kusut Keṇiya mendengar: “Petapa Gotama, putera Sakya yang meninggalkan keduniawian dari suku Sakya, telah mengembara di negeri para Anguttarāpa bersama dengan sejumlah besar para bhikkhu, berjumlah seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, dan Beliau telah tiba di Āpaṇa. Sekarang berita baik sehubungan dengan Guru Gotama telah menyebar sebagai berikut … seperti MN 91.3 … Sekarang adalah baik sekali jika dapat menemui para Arahant demikian.”
Kemudian Petapa berambut kusut Keṇiya mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau, dan ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi. Sang Bhagavā memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma. Kemudian, setelah diberikan instruksi, didorong, dibangkitkan semangatnya, dan digembirakan oleh Sang Bhagavā dengan khotbah Dhamma, petapa berambut kusut Keṇiya berkata kepada Sang Bhagavā: “Sudilah Guru Gotama bersama dengan Sangha para bhikkhu menerima persembahan makanan dariku besok.”
Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Sangha para bhikkhu berjumlah besar, Keṇiya, terdiri dari seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, dan engkau berkeyakinan penuh pada para brahmana.”
Untuk ke dua kalinya petapa berambut kusut Keṇiya berkata kepada Sang Bhagavā: “Walaupun Sangha para bhikkhu berjumlah besar, Guru Gotama, terdiri dari seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, dan walaupun aku berkeyakinan penuh pada para brahmana, namun sudilah Guru Gotama bersama dengan Sangha para bhikkhu menerima persembahan makanan dariku besok.” Untuk ke dua kalinya Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Sangha para bhikkhu berjumlah besar, Keṇiya …”
Untuk ke tiga kalinya petapa berambut kusut Keṇiya berkata kepada Sang Bhagavā: “Walaupun Sangha para bhikkhu berjumlah besar, Guru Gotama … namun sudilah Guru Gotama bersama dengan Sangha para bhikkhu menerima persembahan makanan dariku besok.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
Kemudian, setelah mengetahui bahwa Sang Bhagavā telah menerima, petapa berambut kusut Keṇiya bangkit dari duduknya dan kembali ke pertapaannya di mana ia berkata kepada teman-teman dan sahabatnya, sanak saudara dan kerabatnya sebagai berikut: “Dengarkan aku, tuan-tuan, teman-teman dan sahabatku, sanak saudara dan kerabatku. Petapa Gotama telah diundang olehku untuk menerima persembahan makanan dariku besok bersama dengan Sangha para bhikkhu. Lakukanlah pembelanjaan dan persiapan yang diperlukan untukku.”
“Baik, Tuan,” mereka menjawab, dan beberapa orang menggali lubang untuk membuat tungku, beberapa memotong kayu, beberapa mencuci piring, beberapa mempersiapkan kendi air, beberapa mempersiapkan tempat duduk, sementara si petapa berambut kusut Keṇiya sendiri mendirikan sebuah paviliun.
Pada saat itu Brahmana Sela sedang menetap di Āpaṇa. Ia adalah seorang yang menguasai Tiga Veda dengan kosa-kata, liturgi, fonologi, dan etimologi, dan sejarah-sejarah sebagai yang ke lima; mahir dalam ilmu bahasa dan tata bahasa, ia mahir dalam filosofi alam dan dalam tanda-tanda manusia luar biasa, dan sedang mengajarkan pembacaan syair puji-pujian kepada tiga ratus murid brahmana.
Pada masa itu si petapa berambut kusut Keṇiya berkeyakinan penuh pada Brahmana Sela. Kemudian Brahmana Sela, sewaktu berjalan-jalan untuk berolah-raga, mendatangi pertapaan si petapa berambut kusut Keṇiya. Di sana ia melihat beberapa orang menggali lubang untuk membuat tungku, beberapa memotong kayu, beberapa mencuci piring, beberapa mempersiapkan kendi air, beberapa mempersiapkan tempat duduk, sementara si petapa berambut kusut Keṇiya sendiri mendirikan sebuah paviliun.
Ketika ia melihat ini, ia bertanya kepada si petapa berambut kusut Keṇiya: “Apakah Guru Keṇiya akan mengadakan pesta perkawinan atau mengawinkan anaknya? Atau apakah akan mengadakan upacara pengorbanan besar? Atau apakah Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha telah diundang bersama dengan sejumlah besar pengikutnya untuk makan besok?”
“Aku tidak mengadakan pesta perkawinan atau mengawinkan anakku, Guru Sela, juga tidak mengundang Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha bersama dengan sejumlah besar pengikutnya untuk makan besok, tetapi aku merencanakan suatu pengorbanan besar. Petapa Gotama, putera Sakya yang meninggalkan keduniawian dari suku Sakya, telah mengembara di negeri para Anguttarāpa bersama dengan sejumlah besar Sangha para bhikkhu, berjumlah seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, dan telah sampai di Āpaṇa. Sekarang berita baik sehubungan dengan Guru Gotama telah menyebar sebagai berikut: ‘Bahwa Sang Bhagavā sempurna, telah tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandingnya bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, Buddha yang tercerahkan, terberkahi.’ Beliau telah diundang olehku untuk menerima persembahan makanan besok bersama dengan Sangha para bhikkhu.”
“Apakah engkau mengatakan ‘Buddha,’ Keṇiya?”
“Aku mengatakan ‘Buddha’, Sela.”
“Apakah engkau mengatakan ‘Buddha,’ Keṇiya?”
“Aku mengatakan ‘Buddha’, Sela.”
Kemudian Brahmana Sela berpikir: “Bahkan kata ‘Buddha’ saja sulit terdengar di dunia ini. Sekarang tiga puluh dua tanda Manusia Luar Biasa telah diturunkan dalam syair-syair pujian kami, dan Manusia Luar Biasa yang memiliki tanda-tanda itu hanya memiliki dua takdir yang mungkin, tidak ada yang lain. Jika ia menjalani kehidupan rumah tangga, maka ia akan menjadi seorang Raja Pemutar-Roda, seorang raja yang adil yang memerintah sesuai Dhamma, penguasa keempat penjuru, maha-penakluk, yang telah menstabilkan negerinya dan memiliki tujuh pusaka. Ia memiliki tujuh pusaka ini: Pusaka-roda, pusaka-gajah, pusaka-kuda, pusaka-permata, pusaka-perempuan, pusaka-pelayan, dan pusaka-penasihat sebagai yang ke tujuh. Anak-anaknya, yang lebih dari seribu, berani dan gagah perkasa, dan menggilas bala tentara lainnya; di seluruh bumi ini yang dibatasi oleh samudera, ia memerintah tanpa menggunakan tongkat pemukul, tanpa senjata, dengan menggunakan Dhamma. Tetapi jika ia meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka ia akan menjadi Yang Sempurna, seorang Yang Tercerahkan Sempurna, yang menyingkapkan selubung dunia.”
Ia berkata: “Keṇiya yang baik, di manakah Guru Gotama, Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna, sekarang menetap?”
Ketika hal ini dikatakan, si petapa berambut kusut Keṇiya merentangkan lengan kanannya dan berkata: “Di sana, di mana batas hijau hutan terletak, Guru Sela.”
Kemudian Brahmana Sela pergi bersama tiga ratus murid brahmana mendatangi Sang Bhagavā. Ia berkata kepada para murid brahmana: “Berjalanlah dengan tenang, tuan-tuan, melangkahlah dengan hati-hati; karena Para Bhagavā ini sulit didekati bagaikan singa yang mengembara sendirian. Ketika aku sedang berbicara dengan Petapa Gotama, jangan menyelaku, tetapi tunggulah hingga pembicaraan kami selesai.”
Kemudian Brahmana Sela mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi dan mencari ketiga-puluh-dua tanda Manusia Luar Biasa pada tubuh Sang Bhagavā. Ia melihat, lebih kurang, ketiga-puluh-dua tanda Manusia Luar Biasa pada tubuh Sang Bhagavā, kecuali dua; ia ragu dan bimbang mengenai dua dari tanda-tanda tersebut, dan ia tidak dapat menentukan dan memutuskannya: mengenai organ kelamin yang terselubung lapisan penutup dan mengenai besarnya lidah.
Kemudian Sang Bhagavā berpikir: “Brahmana Sela ini melihat ketiga-puluh-dua tanda Manusia Luar Biasa pada tubuhKu, kecuali dua; ia ragu dan bimbang mengenai dua dari tanda-tanda tersebut, dan ia tidak dapat menentukan dan memutuskannya: mengenai organ kelamin yang terselubung lapisan penutup dan mengenai besarnya lidah.”
Kemudian Sang Bhagavā mengerahkan kekuatan batinNya sehingga Brahmana Sela melihat bahwa organ kelamin Sang Bhagavā terselubung lapisan penutup. Selanjutnya Sang Bhagavā menjulurkan lidahNya, dan Beliau berulang-ulang menyentuh kedua telingaNya dan kedua lubang hidungNya, dan Beliau menutupi seluruh keningNya dengan lidahNya.
Kemudian Brahmana Sela berpikir: “Petapa Gotama memiliki ketiga-puluh-dua tanda Manusia Luar Biasa; tanda-tanda itu lengkap, bukan tidak lengkap. Tetapi aku tidak tahu apakah Beliau adalah Buddha atau bukan. Akan tetapi, aku telah mendengar dari para sesepuh brahmana yang lanjut usia yang berbicara menurut silsilah para guru bahwa mereka yang adalah Para Sempurna, Para tercerahkan Sempurna, mengungkapkan diri mereka ketika puji-pujian diucapkan. Bagaimana jika aku memuji Petapa Gotama dengan syair-syair selayaknya.”
Kemudian ia memuji Sang Bhagavā dengan syair-syair selayaknya.
Sela
“O yang sempurna tubuhNya, menarik,
Indah dan menyenangkan dipandang;
O Sang Bhagavā, keemasan warna kulitMu,
Dan putih gigiMu; Engkau kuat.
Ciri-ciri yang terlihat seluruhnya
Yang membedakan seorang yang berkelahiran baik;
Semuanya terdapat pada tubuhMu,
Tanda-tanda ini mengungkapkan seorang Manusia Luar Biasa.
Dengan mata yang jernih, dengan wajah cerah,
Agung, tegak bagaikan kobaran api,
Di tengah-tengah sosok para petapa ini
Engkau bersinar bagaikan matahari yang menyala.
Seorang bhikkhu yang begitu indah dipandang
Dengan kulit yang berkilau keemasan—
Dengan ketampanan yang begitu jarang terdapat mengapa Engkau
Puas dengan kehidupan seorang petapa?
Engkau layak menjadi seorang raja, pemimpin barisan kereta,
Seorang raja yang memutar roda,
Seorang pemenang di empat penjuru
Dan pemimpin Hutan Pohon Jambu.
Dengan para prajurit dan para pangeran agung
Semuanya mengabdi padaMu,
O Gotama, Engkau seharusnya berkuasa
Sebagai pemimpin manusia, raja di atas segala raja.”
Buddha
“Aku memang adalah seorang raja, O Sela,”
Sang Bhagavā menjawab.
“Aku adalah raja Dhamma yang tertinggi;
Dengan Dhamma Aku memutar roda,
Roda yang tidak dapat dihentikan oleh siapapun.”
Sela
“Engkau mengaku tercerahkan sempurna,” Brahmana Sela berkata,
“Engkau mengatakan kepadaku, O Gotama,
‘Aku adalah raja Dhamma yang tertinggi;
Dengan Dhamma Aku memutar roda.’
Siapakah JenderalMu, siswaMu
Yang mengikuti dalam jalan Sang Guru?
Siapakah yang membantuMu memutar
Roda Dhamma yang Engkau putar?”
Buddha
“Roda yang Kuputar,”
Sang Bhagavā menjawab,
“Roda Dhamma tertinggi yang sama itu,
Sāriputta putera Sang Tathāgata
membantuKu memutar roda ini.
Apa yang harus diketahui telah diketahui secara langsung,
Apa yang harus dikembangkan telah dikembangkan,
Apa yang harus ditinggalkan telah ditinggalkan,
Oleh karena itu, Brahmana, Aku adalah seorang Buddha.
Maka singkirkanlah keragu-raguanmu padaKu
Dan biarkan tekad muncul,
Karena adalah sulit untuk menyaksikan
Pemandangan Para Yang Tercerahkan.
Aku adalah seorang yang kehadiranNya di dunia ini
Adalah sangat jarang terjadi,
Aku adalah Yang Tercerahkan Sempurna,
Aku, O Brahmana, adalah tabib tertinggi.
Aku adalah Yang Suci, tanpa tandingan,
Yang telah menggilas gerombolan Māra;
Setelah mengalahkan semua musuhKu,
Aku bergembira bebas dari ketakutan.”
Sela
“O Tuan-tuan, dengarkan ini, dengarkan apa yang Beliau katakan,
Orang berpenglihatan, sang tabib,
Pahlawan perkasa yang mengaum
Bagaikan singa di dalam hutan.
Siapakah, bahkan walaupun seorang yang berkelahiran hina,
Yang tidak mempercayaiNya ketika ia melihat
Bahwa Beliau adalah Yang Suci, tanpa tandingan,
Yang telah menggilas gerombolan Māra?
Sekarang silahkan mengikutiku bagi yang menginginkan
Dan yang tidak menginginkan, silahkan pergi.
Karena aku akan meninggalkan keduniawian di bawah Beliau,
Orang ini yang berkebijaksanaan mulia.”
Murid-murid
“Jika, O Tuan, sekarang engkau menyetujui
Ajaran dari Yang Tercerahkan ini,
Kami juga akan meninggalkan keduniawian di bawah Beliau,
Orang ini yang berkebijaksanaan mulia.”
Sela
“Ada tiga ratus brahmana di sini
Yang dengan tangan teracung memohon:
‘O semoga kami menjalani kehidupan suci
Di bawah Engkau, O Sang Bhagavā.’”
Buddha
“Kehidupan suci telah dinyatakan dengan sempurna,
O Sela,” Sang Bhagavā berkata,
“Terlihat di sini dan tidak tertunda;
Seorang yang berlatih dengan tekun
Akan memperoleh buah pelepasan keduniawian.”
Kemudian Brahmana Sela dan kelompoknya menerima pelepasan keduniawian di bawah Sang Bhagavā, dan mereka menerima penahbisan penuh.
Kemudian, ketika malam telah berlalu, si petapa berambut kusut Keṇiya mempersiapkan berbagai jenis makanan baik di pertapaannya dan mengumumkan waktunya kepada Sang Bhagavā: “Sudah waktunya, Guru Gotama, makanan sudah siap.” Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah luarnya, Beliau pergi bersama dengan Sangha para bhikkhu menuju pertapaan si petapa berambut kusut Keṇiya dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian, dengan kedua tangannya sendiri, si petapa berambut kusut melayani Sangha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Bhagavā dengan berbagai jenis makanan baik. Ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menggeser mangkukNya ke samping, si petapa berambut kusut mengambil bangku rendah dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā memberikan pemberkahan kepadanya dengan syair ini:
“Persembahan yang terbakar adalah keagungan api,
Sāvitri adalah keagungan syair pujian Veda,
Seorang raja adalah keagungan manusia,
Samudera adalah keagungan sungai yang mengalir;
Bulan adalah keagungan bintang-bintang,
Matahari adalah keagungan dari segala yang bersinar;
Jasa adalah keagungan dari semua yang mengharapkannya;
Sangha adalah keagungan dari mereka yang memberi.”
Setelah Sang Bhagavā memberikan berkah dengan syair-syair ini, Beliau bangkit dari duduknya dan pergi.
Kemudian tidak lama setelah penahbisan penuh mereka, dengan berdiam sendirian, terasing, rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh, Yang Mulia Sela dan kelompoknya, dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang dicari oleh para anggota keluarga yang meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Mereka secara langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.” Dan Yang Mulia Sela dan kelompoknya menjadi para Arahant.
Kemudian Yang Mulia Sela dan kelompoknya menghadap Sang Bhagavā. Setelah mengatur jubah atasnya di salah satu bahunya, dengan merangkapkan tangannya sebagai penghormatan kepada Sang Bhagavā, ia berkata dalam syair sebagai berikut:
“Delapan hari telah berlalu, Yang Maha-Melihat,
Sejak kami berlindung padaMu.
Dalam tujuh malam ini, O Sang Bhagavā,
Kami telah dijinakkan di dalam ajaranMu.
Engkau adalah Sang Buddha, Engkau adalah Sang Guru,
Engkau adalah Sang Bijaksana, penakluk Māra.
Setelah memotong segala kecenderungan buruk,
Engkau telah menyeberang dan menuntun umat manusia menyeberang.
Engkau telah mengatasi segala perolehan,
Engkau telah melenyapkan segala noda.
Engkau adalah singa yang bebas dari kemelekatan,
Engkau telah meninggalkan ketakutan dan kekhawatiran.
Di sini ketiga-ratus bhikkhu ini berdiri
Dengan tangan dirangkapkan dalam penghormatan.
O Pahlawan, julurkanlah kakiMu,
Dan ijinkan makhluk-makhluk agung ini menyembah Sang Guru.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com