Khotbah Panjang di Malam Purnama
Mahāpuṇṇama (MN 109)
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Taman Timur, di Istana Ibunya Migāra.
Pada saat itu—hari Uposatha tanggal lima belas, pada malam purnama—Sang Bhagavā duduk di ruang terbuka dengan dikelilingi oleh Sangha para bhikkhu.
Kemudian seorang bhikkhu bangkit dari duduknya, membetulkan jubahnya di salah satu bahunya, dan merangkapkan tangan sebagai penghormatan kepada Sang Bhagavā, berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, aku ingin mengajukan pertanyaan kepada Sang Bhagavā mengenai hal tertentu, jika Sang Bhagavā sudi memberikan jawaban atas pertanyaanku.”—“Duduklah di tempat dudukmu, Bhikkhu, dan tanyakanlah apa yang engkau inginkan.” Maka bhikkhu itu duduk di tempat duduknya dan berkata kepada Sang Bhagavā:
“Bukankah hal-hal ini, Yang Mulia, adalah kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan; yaitu, kelompok unsur bentuk materi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur perasaan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur persepsi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur bentukan-bentukan yang terpengaruh oleh kemelekatan, dan kelompok unsur kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan?”
“Hal-hal ini, para bhikkhu, adalah kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan; yaitu, kelompok unsur bentuk materi yang terpengaruh oleh kemelekatan … dan kelompok unsur kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan.”
Dengan berkata, “Bagus sekali, Yang Mulia,” bhikkhu itu merasa senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Kemudian ia mengajukan pertanyaan lebih lanjut:
“Tetapi, Yang Mulia, berakar pada apakah kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini?”
“Kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini berakar pada keinginan, Bhikkhu.”
“Yang Mulia, apakah kemelekatan itu sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini? Atau apakah kemelekatan adalah sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan?”
“Bhikkhu, kemelekatan itu bukan sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini, juga kemelekatan bukanlah sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan. Adalah keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan itu yang menjadi kemelekatan di sana.”
“Tetapi, Yang Mulia, mungkinkah terjadi keberagaman dalam hal keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini?”
“Mungkin saja, Bhikkhu,” Sang Bhagavā berkata. “Di sini, Bhikkhu, seseorang berpikir sebagai berikut: ‘Semoga bentuk materiku seperti demikian di masa depan; Semoga perasaanku seperti demikian di masa depan; Semoga persepsiku seperti demikian di masa depan; Semoga bentukan-bentukanku seperti demikian di masa depan; Semoga kesadaranku seperti demikian di masa depan.’ Demikianlah mungkin terjadi keberagaman dalam hal keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini.”
“Tetapi, Yang Mulia, dengan cara bagaimanakah sebutan ‘kelompok-kelompok unsur kehidupan’ berlaku pada kelompok-kelompok unsur kehidupan?”
“Bhikkhu, segala jenis bentuk materi apapun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur bentuk materi. Segala jenis perasaan apapun … jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur perasaan. Segala jenis persepsi apapun … jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur persepsi. Segala jenis bentukan-bentukan apapun … jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur bentukan-bentukan. Segala jenis kesadaran apapun … jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur kesadaran. Dengan cara inilah, Bhikkhu, sebutan ‘kelompok-kelompok unsur kehidupan’ berlaku pada kelompok-kelompok unsur kehidupan.”
“Apakah sebab dan kondisi, Yang Mulia, bagi perwujudan kelompok unsur bentuk materi? Apakah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur perasaan … kelompok unsur persepsi … kelompok unsur bentukan-bentukan … kelompok unsur kesadaran?”
“Empat unsur utama, Bhikkhu, adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur bentuk materi. Kontak adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur perasaan. Kontak adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur persepsi. Kontak adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur bentukan-bentukan. Batin-jasmani adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur kesadaran.”
“Yang Mulia, bagaimanakah pandangan identitas terjadi?”
“Di sini, Bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan identitas terjadi.”
“Tetapi, Yang Mulia, bagaimanakah pandangan identitas tidak terjadi?”
“Di sini, Bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan identitas tidak terjadi.”
“Apakah, Yang Mulia, kepuasan, apakah bahaya, dan apakah jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk materi? Apakah kepuasan, apakah bahaya, apakah jalan membebaskan diri sehubungan dengan perasaan … sehubungan dengan persepsi … sehubungan dengan bentukan-bentukan … sehubungan dengan kesadaran?”
“Kenikmatan dan kegembiraan, Bhikkhu, yang muncul dengan bergantung pada bentuk materi—ini adalah kepuasan sehubungan dengan bentuk materi. Bentuk materi adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan—ini adalah bahaya sehubungan dengan bentuk materi. Pelenyapan keinginan dan nafsu, ditinggalkannya keinginan dan nafsu terhadap bentuk materi—ini adalah jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk materi.
“Kenikmatan dan kegembiraan yang muncul dengan bergantung pada perasaan … dengan bergantung pada persepsi … dengan bergantung pada bentukan-bentukan … dengan bergantung pada kesadaran—ini adalah kepuasan sehubungan dengan kesadaran. Kesadaran adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan—ini adalah bahaya sehubungan dengan kesadaran. Pelenyapan keinginan dan nafsu, ditinggalkannya keinginan dan nafsu terhadap kesadaran—ini adalah jalan membebaskan diri sehubungan dengan kesadaran.”
“Yang Mulia, bagaimanakah seseorang mengetahui, bagaimanakah seseorang melihat, agar sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadarannya dan segala gambaran eksternal, tidak ada pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan?”
“Bhikkhu, segala jenis bentuk materi apapun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—seseorang melihat segala bentuk materi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Segala jenis perasaan apapun … Segala jenis persepsi apapun … Segala jenis bentukan-bentukan apapun … Segala jenis kesadaran apapun … ia melihat segala jenis kesadaran sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Adalah ketika ia mengetahui dan melihat demikian maka sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadarannya dan segala gambaran eksternal, tidak ada pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan.”
Kemudian, dalam pikiran salah seorang bhikkhu muncul pikiran ini: “Jadi, sepertinya, bentuk materi adalah bukan diri, perasaan adalah bukan diri, persepsi adalah bukan diri, bentukan-bentukan adalah bukan diri, kesadaran adalah bukan diri. Kalau begitu, diri apakah, yang melakukan perbuatan sebagai akibat dari apa yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?”
Kemudian Sang Bhagavā, dengan pikiranNya mengetahui pikiran bhikkhu tersebut, berkata kepada bhikkhu itu sebagai berikut: “Adalah mungkin, para bhikkhu, seseorang sesat di sini, yang bodoh dan dungu, dengan pikirannya yang dikuasai oleh ketagihan, akan berpikir bahwa ia dapat melampaui pengajaran Sang Guru sebagai berikut: ‘Jadi, sepertinya, bentuk materi adalah bukan diri … kesadaran adalah bukan diri. Kalau begitu, diri apakah, yang melakukan perbuatan sebagai akibat dari apa yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?’ Sekarang, para bhikkhu, kalian telah dilatih olehKu melalui tanya jawab dalam berbagai kesempatan sehubungan dengan berbagai hal.
“Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Apakah bentuk materi adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah apa yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”
“Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian: apakah perasaan … persepsi … bentukan-bentukan … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”— “Apakah apa yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”
“Oleh karena itu, para bhikkhu, segala jenis bentuk materi apapun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang … segala bentuk materi harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Segala jenis perasaan apapun … Segala jenis persepsi apapun … Segala jenis bentukan-bentukan apapun … Segala jenis kesadaran apapun … segala jenis kesadaran harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
“Dengan melihat demikian, seorang siswa mulia yang terlatih menjadi kecewa dengan bentuk materi, kecewa dengan perasaan, kecewa dengan persepsi, kecewa dengan bentukan-bentukan, kecewa dengan kesadaran.
“Karena kecewa, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan batinnya terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.’”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Pada saat khotbah ini dibabarkan, batin keenam-puluh bhikkhu itu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan.
Pada saat itu—hari Uposatha tanggal lima belas, pada malam purnama—Sang Bhagavā duduk di ruang terbuka dengan dikelilingi oleh Sangha para bhikkhu.
Kemudian seorang bhikkhu bangkit dari duduknya, membetulkan jubahnya di salah satu bahunya, dan merangkapkan tangan sebagai penghormatan kepada Sang Bhagavā, berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, aku ingin mengajukan pertanyaan kepada Sang Bhagavā mengenai hal tertentu, jika Sang Bhagavā sudi memberikan jawaban atas pertanyaanku.”—“Duduklah di tempat dudukmu, Bhikkhu, dan tanyakanlah apa yang engkau inginkan.” Maka bhikkhu itu duduk di tempat duduknya dan berkata kepada Sang Bhagavā:
“Bukankah hal-hal ini, Yang Mulia, adalah kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan; yaitu, kelompok unsur bentuk materi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur perasaan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur persepsi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur bentukan-bentukan yang terpengaruh oleh kemelekatan, dan kelompok unsur kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan?”
“Hal-hal ini, para bhikkhu, adalah kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan; yaitu, kelompok unsur bentuk materi yang terpengaruh oleh kemelekatan … dan kelompok unsur kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan.”
Dengan berkata, “Bagus sekali, Yang Mulia,” bhikkhu itu merasa senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Kemudian ia mengajukan pertanyaan lebih lanjut:
“Tetapi, Yang Mulia, berakar pada apakah kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini?”
“Kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini berakar pada keinginan, Bhikkhu.”
“Yang Mulia, apakah kemelekatan itu sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini? Atau apakah kemelekatan adalah sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan?”
“Bhikkhu, kemelekatan itu bukan sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini, juga kemelekatan bukanlah sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan. Adalah keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan itu yang menjadi kemelekatan di sana.”
“Tetapi, Yang Mulia, mungkinkah terjadi keberagaman dalam hal keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini?”
“Mungkin saja, Bhikkhu,” Sang Bhagavā berkata. “Di sini, Bhikkhu, seseorang berpikir sebagai berikut: ‘Semoga bentuk materiku seperti demikian di masa depan; Semoga perasaanku seperti demikian di masa depan; Semoga persepsiku seperti demikian di masa depan; Semoga bentukan-bentukanku seperti demikian di masa depan; Semoga kesadaranku seperti demikian di masa depan.’ Demikianlah mungkin terjadi keberagaman dalam hal keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini.”
“Tetapi, Yang Mulia, dengan cara bagaimanakah sebutan ‘kelompok-kelompok unsur kehidupan’ berlaku pada kelompok-kelompok unsur kehidupan?”
“Bhikkhu, segala jenis bentuk materi apapun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur bentuk materi. Segala jenis perasaan apapun … jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur perasaan. Segala jenis persepsi apapun … jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur persepsi. Segala jenis bentukan-bentukan apapun … jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur bentukan-bentukan. Segala jenis kesadaran apapun … jauh atau dekat—ini adalah kelompok unsur kesadaran. Dengan cara inilah, Bhikkhu, sebutan ‘kelompok-kelompok unsur kehidupan’ berlaku pada kelompok-kelompok unsur kehidupan.”
“Apakah sebab dan kondisi, Yang Mulia, bagi perwujudan kelompok unsur bentuk materi? Apakah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur perasaan … kelompok unsur persepsi … kelompok unsur bentukan-bentukan … kelompok unsur kesadaran?”
“Empat unsur utama, Bhikkhu, adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur bentuk materi. Kontak adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur perasaan. Kontak adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur persepsi. Kontak adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur bentukan-bentukan. Batin-jasmani adalah sebab dan kondisi bagi perwujudan kelompok unsur kesadaran.”
“Yang Mulia, bagaimanakah pandangan identitas terjadi?”
“Di sini, Bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan identitas terjadi.”
“Tetapi, Yang Mulia, bagaimanakah pandangan identitas tidak terjadi?”
“Di sini, Bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan identitas tidak terjadi.”
“Apakah, Yang Mulia, kepuasan, apakah bahaya, dan apakah jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk materi? Apakah kepuasan, apakah bahaya, apakah jalan membebaskan diri sehubungan dengan perasaan … sehubungan dengan persepsi … sehubungan dengan bentukan-bentukan … sehubungan dengan kesadaran?”
“Kenikmatan dan kegembiraan, Bhikkhu, yang muncul dengan bergantung pada bentuk materi—ini adalah kepuasan sehubungan dengan bentuk materi. Bentuk materi adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan—ini adalah bahaya sehubungan dengan bentuk materi. Pelenyapan keinginan dan nafsu, ditinggalkannya keinginan dan nafsu terhadap bentuk materi—ini adalah jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk materi.
“Kenikmatan dan kegembiraan yang muncul dengan bergantung pada perasaan … dengan bergantung pada persepsi … dengan bergantung pada bentukan-bentukan … dengan bergantung pada kesadaran—ini adalah kepuasan sehubungan dengan kesadaran. Kesadaran adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan—ini adalah bahaya sehubungan dengan kesadaran. Pelenyapan keinginan dan nafsu, ditinggalkannya keinginan dan nafsu terhadap kesadaran—ini adalah jalan membebaskan diri sehubungan dengan kesadaran.”
“Yang Mulia, bagaimanakah seseorang mengetahui, bagaimanakah seseorang melihat, agar sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadarannya dan segala gambaran eksternal, tidak ada pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan?”
“Bhikkhu, segala jenis bentuk materi apapun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—seseorang melihat segala bentuk materi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Segala jenis perasaan apapun … Segala jenis persepsi apapun … Segala jenis bentukan-bentukan apapun … Segala jenis kesadaran apapun … ia melihat segala jenis kesadaran sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Adalah ketika ia mengetahui dan melihat demikian maka sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadarannya dan segala gambaran eksternal, tidak ada pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan.”
Kemudian, dalam pikiran salah seorang bhikkhu muncul pikiran ini: “Jadi, sepertinya, bentuk materi adalah bukan diri, perasaan adalah bukan diri, persepsi adalah bukan diri, bentukan-bentukan adalah bukan diri, kesadaran adalah bukan diri. Kalau begitu, diri apakah, yang melakukan perbuatan sebagai akibat dari apa yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?”
Kemudian Sang Bhagavā, dengan pikiranNya mengetahui pikiran bhikkhu tersebut, berkata kepada bhikkhu itu sebagai berikut: “Adalah mungkin, para bhikkhu, seseorang sesat di sini, yang bodoh dan dungu, dengan pikirannya yang dikuasai oleh ketagihan, akan berpikir bahwa ia dapat melampaui pengajaran Sang Guru sebagai berikut: ‘Jadi, sepertinya, bentuk materi adalah bukan diri … kesadaran adalah bukan diri. Kalau begitu, diri apakah, yang melakukan perbuatan sebagai akibat dari apa yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?’ Sekarang, para bhikkhu, kalian telah dilatih olehKu melalui tanya jawab dalam berbagai kesempatan sehubungan dengan berbagai hal.
“Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Apakah bentuk materi adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah apa yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”
“Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian: apakah perasaan … persepsi … bentukan-bentukan … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”— “Apakah apa yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”
“Oleh karena itu, para bhikkhu, segala jenis bentuk materi apapun, apakah di masa lampau, di masa depan, atau di masa sekarang … segala bentuk materi harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Segala jenis perasaan apapun … Segala jenis persepsi apapun … Segala jenis bentukan-bentukan apapun … Segala jenis kesadaran apapun … segala jenis kesadaran harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
“Dengan melihat demikian, seorang siswa mulia yang terlatih menjadi kecewa dengan bentuk materi, kecewa dengan perasaan, kecewa dengan persepsi, kecewa dengan bentukan-bentukan, kecewa dengan kesadaran.
“Karena kecewa, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan batinnya terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.’”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Pada saat khotbah ini dibabarkan, batin keenam-puluh bhikkhu itu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com