Wafat Agung
Mahāparinibbāna (DN 16)
Hari-hari Terakhir Sang Buddha
Demikianlah Yang Kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di suatu gunung yang disebut Puncak Hering. Saat itu Raja Ajātasattu Vedehiputta berniat menyerang Vajji. Ia berkata: ‘Aku akan menyerang para Vajji yang begitu kuat dan perkasa. Aku akan memotong-motong mereka dan menghancurkan mereka. Aku akan membawa mereka menuju kehancuran!’
Dan Raja Ajātasattu berkata kepada perdana menterinya, Brahmana Vassakāra: ‘Brahmana, temuilah Sang Bhagavā, sujudlah padaNya dengan kepalamu di kakiNya, tanyakan apakah Beliau bebas dari penyakit, apakah Beliau berdiam dengan nyaman dan sehat, dan katakan: “Bhagava, Raja Ajātasattu Vedehiputta dari Magadha hendak menyerang para Vajji dan berkata: ‘Aku akan menyerang para Vajji …, membawa mereka menuju kehancuran!’” Dan apapun yang dikatakan Sang Bhagavā kepadamu, laporkan kepadaku, karena Sang Tathāgata tidak pernah berbohong.’
‘Baiklah, Baginda’, jawab Vassakāra dan, setelah mempersiapkan kereta, ia naik ke salah satu kereta dan bergerak dari Rājagaha menuju puncak Hering, berkendara sejauh yang dimungkinkan, kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki ke tempat Sang Bhagavā berada. Ia saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, kemudian duduk di satu sisi dan menyampaikan pesan Raja.
Saat itu Yang Mulia Ānanda sedang berdiri di belakang Sang Bhagavā, mengipasiNya. Dan Sang Bhagavā berkata: ‘Ānanda, pernahkah engkau mendengar bahwa para Vajji sering berkumpul secara rutin?’ ‘Aku mendengar, Bhagavā, bahwa mereka memang demikian.’
‘Ānanda, selama para Vajji sering berkumpul secara rutin, mereka akan makmur dan tidak mundur. Pernahkah engkau mendengar bahwa para Vajji bertemu dengan rukun dan berpisah dengan rukun, dan melaksanakan tugas mereka dengan rukun?’ ‘Aku mendengar, Bhagavā, bahwa mereka memang demikian.’
‘Ānanda, selama para Vajji bertemu dengan rukun dan berpisah dengan rukun, dan melaksanakan tugas mereka dengan rukun, mereka akan makmur dan tidak mundur. Pernahkah engkau mendengar bahwa para Vajji tidak menetapkan apa yang belum pernah ditetapkan, dan tidak meniadakan apa yang telah ditetapkan, melainkan meneruskan apa yang telah ditetapkan oleh tradisi mereka? ‘Aku mendengar, Bhagavā, …’ ‘Pernahkah engkau mendengar bahwa mereka menghormati dan menyembah para sesepuh di antara mereka, dan menganggap mereka layak didengarkan? … bahwa mereka tidak dengan paksa menculik istri-istri dan putri-putri orang lain dan memaksa mereka untuk menetap bersama mereka? … bahwa mereka menghormati dan menyembah altar-altar Vajji di rumah maupun di tempat-tempat umum, tidak menarik sokongan layak yang telah diberikan sebelumnya? … bahwa perbekalan yang layak dipersiapkan untuk kesejahteraan para Arahant, sehingga para Arahant akan datang dan menetap di sana di masa depan, dan yang sudah menetap di sana, agar berdiam dengan nyaman?’ ‘Aku mendengar demikian, Bhagavā.’
‘Ānanda, selama perbekalan yang layak dipersiapkan, … mereka akan makmur dan tidak mundur.’
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Brahmana Vassakāra: ‘Suatu ketika, Brahmana, ketika Aku berada di altar Sārandada di Vesālī, Aku mengajarkan ketujuh prinsip ini kepada para Vajji untuk mencegah kemunduran, dan selama mereka mempertahankan ketujuh prinsip ini, selama prinsip-prinsip ini masih berlaku, para Vajji akan makmur dan tidak mundur.’
Mendengar kata-kata ini, Vassakāra menjawab: ‘Yang Mulia Gotama, jika para Vajji mempertahankan bahkan hanya satu saja dari prinsip-prinsip ini, mereka akan maju dan tidak mundur—apa lagi seluruh tujuh prinsip ini. Sudah pasti para Vajji tidak akan bisa ditaklukkan oleh Raja Ajātasattu dengan kekuatan senjata, melainkan hanya dengan propaganda dan mengadu domba mereka. Dan sekarang, Yang Mulia Gotama, bolehkah aku pamit? Aku sibuk dan banyak hal yang harus kukerjakan.’ ‘Brahmana, lakukanlah apa yang menurutmu baik.’ Kemudian Vassakāra, senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya dan pergi.
Segera setelah Vassakāra pergi, Sang Bhagavā berkata: ‘Ānanda, pergilah temui semua bhikkhu yang ada di sekitar Rājagaha, dan panggil mereka semua ke aula pertemuan.’ ‘Baik, Bhagavā’ jawab Ānanda, dan melakukan apa yang diperintahkan. Kemudian ia menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, para bhikkhu telah berkumpul. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā melakukan apa yang dianggap baik.’ Kemudian Sang Bhagavā bangkit dari dudukNya, pergi ke aula pertemuan, duduk di tempat yang telah disediakan, dan berkata: ‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan tujuh hal yang mendukung kesejahteraan. Dengarkan, perhatikanlah dengan baik, dan Aku akan bicara.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab para bhikkhu, dan Sang Bhagavā berkata:
‘Selama para bhikkhu sering mengadakan pertemuan-pertemuan rutin, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
Selama mereka bertemu dengan rukun, berpisah dengan rukun, dan melakukan tugas-tugas mereka dengan rukun, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
Selama mereka tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan sebelumnya, dan tidak meniadakan apa yang telah ditetapkan, melainkan meneruskan apa yang telah ditetapkan …;
selama mereka menghormati para senior yang lebih dulu ditahbiskan, ayah dan pemimpin dari Sangha …;
selama mereka tidak menjadi mangsa dari keinginan yang muncul dalam diri mereka dan mengarah menuju kelahiran kembali …;
selama mereka dengan tekun menjalani kehidupan dalam kesunyian hutan …;
selama mereka menjaga perhatian mereka masing-masing, sehingga di masa depan orang-orang baik di antara teman-teman mereka akan mendatangi mereka, dan mereka yang telah datang akan merasa nyaman dengan mereka …;
selama para bhikkhu mempertahankan tujuh hal ini dan terlihat melakukan hal-hal ini, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
‘Aku akan mengajarkan tujuh hal lainnya yang mendukung kesejahteraan …
Selama para bhikkhu tidak bersukaria, tidak bergembira dan tenggelam dalam pekerjaan-pekerjaan, … dalam percakapan-percakapan, … dalam tidur, … dalam kumpulan, … dalam keinginan jahat, … dalam pergaulan dengan teman-teman jahat, … selama mereka tidak merasa puas dengan pencapaian sebagian …; selama para bhikkhu mempertahankan tujuh hal ini dan terlihat melakukan hal-hal ini, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
‘Aku akan mengajarkan tujuh hal lainnya yang mendukung kesejahteraan …
Selama para bhikkhu meneruskan dengan penuh keyakinan, dengan kerendahan hati, dengan rasa takut akan perbuatan jahat, dengan pembelajaran, dengan sekuat tenaga, dengan perhatian kokoh, dengan kebijaksanaan …
‘Aku akan mengajarkan tujuh hal lainnya yang mendukung kesejahteraan …
Selama para bhikkhu mengembangkan faktor-faktor penerangan sempurna perhatian, penyelidikan fenomena, usaha, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi, keseimbangan …
‘Aku akan mengajarkan tujuh hal lainnya yang mendukung kesejahteraan …
Selama para bhikkhu mengembangkan persepsi ketidak-kekalan, tanpa-diri, kekotoran, bahaya, penaklukan, kebosanan, pelenyapan, … maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan enam hal yang mendukung dalam hidup bersama …
Selama para bhikkhu baik di depan umum maupun di tempat pribadi memperlihatkan cinta-kasih terhadap sesama teman dalam tindakan jasmani, ucapan dan pikiran,… berbagi dengan sesama teman apa yang mereka terima sebagai pemberian yang benar, termasuk isi dari mangkuk dana mereka, yang tidak mereka simpan untuk diri sendiri, … mempertahankan dengan konsisten, tanpa cacat dan tanpa perubahan peraturan-peraturan disiplin yang tanpa noda, mengarah menuju kebebasan, yang dipuji oleh para bijaksana, tanpa noda dan mendukung konsentrasi, dan mempertahankan bersama teman-teman bhikkhu baik di depan umum maupun di tempat pribadi, … melanjutkan dalam pandangan mulia yang mengarah menuju kebebasan, menuju penghancuran penderitaan sepenuhnya, berdiam dalam kewaspadaan bersama teman-teman para bhikkhu baik di depan umum maupun di tempat pribadi …
Selama para bhikkhu mempertahankan enam hal ini dan terlihat melakukan hal-hal ini, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.’
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Puncak Hering, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan. Konsentrasi, ketika disertai moralitas, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Kebijaksanaan, ketika disertai konsentrasi, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Pikiran yang disertai kebijaksanaan akan sepenuhnya terbebas dari kekotoran, yaitu, kekotoran indriawi, penjelmaan, pandangan salah dan ketidak-tahuan.’
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Rājagaha selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Ambalaṭṭhika.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu.
Dan Sang Bhagavā menetap di taman kerajaan Ambalaṭṭhika. Dan di sana Beliau membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’
Setelah menetap di Ambalaṭṭhika selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Nāḷandā’, dan mereka melakukannya. Di Nāḷandā Sang Bhagavā menetap di hutan mangga Pāvārika.
Kemudian Yang Mulia Sāriputta datang menghadap Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Jelas bagiku, Bhagavā, bahwa tidak pernah ada, akan ada, atau saat ini ada petapa atau Brahmana lain yang lebih baik atau lebih tercerahkan daripada Sang Bhagavā.’
‘Engkau mengatakannya dengan berani dengan suara seekor banteng, Sāriputta, engkau telah mengaumkan auman singa ketegasan! Bagaimanakah ini? Apakah para Buddha Arahant masa lampau terlihat olehmu, dan apakah pikiran para Bhagavā itu terbuka bagimu, sehingga engkau dapat mengatakan: “Para Bhagavā ini memiliki moralitas demikian, ajaran Mereka demikian, kebijaksanaan Mereka demikian, pembebasan Mereka demikian”?’ ‘Tidak, Bhagavā.’
‘Dan apakah engkau melihat para Buddha Arahant masa depan …?’ ‘Tidak, Bhagavā.’
‘Kalau begitu, Sāriputta, engkau mengenalKu sebagai seorang Buddha Arahant, dan apakah engkau mengetahui: “Sang Bhagavā memiliki moralitas demikian, ajaranNya demikian, kebijaksanaanNya demikian, pembebasanNya demikian”? ‘Tidak, Bhagavā.’
‘Jadi, Sāriputta, engkau tidak memiliki pengetahuan atas pikiran para Buddha masa lampau, masa depan atau masa sekarang. Namun demikian, Sāriputta, Tidakkah engkau telah mengucapkan dengan berani dengan suara seekor banteng dan mengaumkan auman singa ketegasan dengan pernyataanmu?’
‘Bhagavā, pikiran dari para Buddha Arahant masa lampau, masa depan dan masa sekarang tidak terbuka bagiku. Namun aku mengetahui arus Dhamma. Bhagavā, ini seperti sebuah kota di daerah perbatasan yang memiliki benteng yang kuat dan dikelilingi tembok yang kokoh dan hanya memiliki satu gerbang, dan si penjaga gerbang adalah seorang bijaksana, terampil dan cerdas, yang mencegah orang asing dan hanya memperbolehkan orang yang ia kenal untuk memasuki kota. Dan ia, secara konstan berpatroli dan menyusuri sepanjang jalan, dan tidak melihat celah dalam benteng yang, bahkan seekor kucing pun dapat menerobos. Makhluk apapun yang lebih besar yang masuk dan keluar dari kota harus melewati gerbang satu-satunya itu. Dan terlihat olehku, Bhagavā, bahwa arus Dhamma adalah sama. Semua Buddha Arahant masa lampau mencapai penerangan sempurna dengan cara meninggalkan lima rintangan, kekotoran pikiran yang melemahkan pemahaman, setelah dengan kokoh menegakkan empat landasan perhatian dalam pikiran mereka, dan menembus tujuh faktor penerangan sempurna sebagaimana adanya. Semua Buddha masa depan akan melakukan hal yang sama, dan Bhagavā, yang sekarang adalah Arahant, Buddha yang mencapai penerangan sempurna, juga telah melakukan hal sama.’
Kemudian, selagi masih menetap di Nāḷanda, di hutan mangga Pāvārika, Sang Bhagavā membabarkan khotbah terperinci kepada para bhikkhu: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan … (seperti paragraf 12).
Dan setelah menetap di Nāḷanda selama yang Beliau inginkan, Sang Bhagavā berkata kepada Ānanda: ‘Mari kita pergi ke Pāṭaligāma.’ Dan mereka melakukannya.
Di Pāṭaligama orang-orang mendengar bahwa: ‘Sang Bhagavā telah tiba di sini.’ Dan para umat-awam Pāṭaligama datang menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Sudilah Bhagavā menetap di rumah peristirahatan kami!’ Dan Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
Mengetahui penerimaan Beliau, mereka bangkit dari duduk, memberi hormat dan, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, pergi ke rumah peristirahatan, membersihkan lantai, mempersiapkan tempat duduk, menyediakan kendi-kendi air dan mengisi lampu minyak. Kemudian mereka menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat, berdiri di satu sisi: ‘Semuanya telah siap di rumah peristirahatan. Sekarang adalah waktunya bagi Bhagavā untuk melakukan apa yang dianggap baik.’
Kemudian Sang Bhagavā merapikan jubahNya, membawa jubah dan mangkukNya, dan pergi bersama para bhikkhu menuju rumah peristirahatan, di sana Beliau mencuci kakiNya, masuk dan duduk menghadap ke timur, dengan punggungNya bersandar di pilar tengah. Dan para bhikkhu, setelah mencuci kaki mereka, masuk dan duduk dengan punggung bersandar di dinding barat, menghadap ke timur, dan dengan Sang Bhagavā duduk di depan mereka. Dan para umat-awam Pāṭaligāma, setelah mencuci kaki mereka, masuk dan duduk dengan punggung bersandar di dinding timur, menghadap ke barat dan dengan Sang Bhagavā di hadapan mereka.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para umat-awam Pāṭaligāma: ‘Para perumah tangga, ada lima bahaya bagi seseorang yang bermoral buruk, yang gagal dalam moralitas. Apakah lima itu? Pertama-tama, ia akan menderita kehilangan harta-benda karena melalaikan tugas-tugasnya. Ke dua, ia akan mendapatkan reputasi buruk karena moralitas yang buruk dan perbuatan salah. Ke tiga, kelompok apapun yang ia datangi, apakah Khattiya, Brahmana, perumah tangga atau petapa, ia melakukannya dengan perasaan segan dan malu. Ke empat, ia meninggal dunia dalam keadaan bingung. Ke lima, setelah meninggal dunia, saat hancurnya jasmani, ia muncul di alam yang tidak baik, takdir yang buruk, di alam menderita, di neraka. Ini adalah lima bahaya bagi seseorang yang bermoral buruk.
‘Dan, para perumah tangga, ada lima keuntungan dari seseorang yang bermoralitas baik dan yang berhasil dalam moralitas. Apakah lima ini? Pertama, karena penuh perhatian terhadap tugas-tugasnya, ia memperoleh keuntungan dan kekayaan. Ke dua, ia memperoleh reputasi baik karena moralitas dan perbuatan baiknya. Ke tiga, kelompok apapun yang ia datangi, apakah Khattiya, Brahmana, perumah tangga atau petapa, ia melakukannya dengan penuh keyakinan dan penuh percaya diri. Ke empat, ia meninggal dunia dengan tenang dan tidak bingung. Ke lima, setelah meninggal dunia, saat hancurnya jasmani, ia muncul di alam yang baik, di surga. Ini adalah lima keuntungan dari seseorang yang bermoral baik, dan yang berhasil dalam moralitas.
Kemudian Sang Bhagavā memberikan nasihat, memicu semangat dan menggembirakan para umat awam Pāṭaligāma dengan khotbah Dhamma hingga larut malam. Kemudian Beliau membubarkan mereka, dengan berkata: ‘Para perumah tangga, malam hampir berlalu. Sekarang adalah saatnya bagi kalian untuk melakukan apa yang kalian anggap baik.’ ‘Baik, Bhagavā’, mereka menjawab dan, bangkit dari duduk dan memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Beliau dan pergi. Dan Sang Bhagavā melewatkan sisa malam itu di rumah peristirahatan yang kosong setelah kepergian mereka.
Pada saat itu Sunidha dan Vassakāra, para menteri Magadha, sedang membangun benteng di Pāṭaligāma sebagai pertahanan terhadap para Vajji. Dan saat itu ribuan dewa sedang berdiam di Pāṭaligāma. Dan di bagian yang didiami oleh para dewa yang berkekuasaan tinggi, mereka mempengaruhi pikiran para pejabat tinggi kerajaan agar memilih tempat itu sebagai tempat tinggal mereka, dan di bagian yang didiami oleh para dewa yang berkekuasaan menengah dan rendah, mereka juga mempengaruhi pikiran para pejabat kerajaan menengah dan rendah agar memilih tempat itu sebagai tempat tinggal mereka.
Dan Sang Bhagavā, dengan mata-dewaNya yang melampaui mata manusia, melihat ribuan dewa memilih tempat tinggal di Pāṭaligāma. Dan, setelah terjaga di pagi hari, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Ānanda, siapakah yang membangun benteng di Pāṭaligāma?’ ‘Bhagavā, Sunidha dan Vassakāra, para menteri Magadha, sedang membangun benteng sebagai pertahanan terhadap para Vajji.’
‘Ānanda, seolah-olah mereka telah berkonsultasi dengan para Dewa Tiga-Puluh-Tiga, Sunidha dan Vassakāra membangun benteng di Pāṭaligāma. Aku melihat dengan mata-dewaKu bagaimana ribuan dewa memilih tempat tinggal di sini … (seperti paragraf 26). Ānanda, sejauh luasnya alam para Ariya, sejauh luasnya perdagangan dalam suatu kota, ini akan menjadi kota utama, Pāṭaliputta, menebarkan benihnya jauh dan luas. Dan Pāṭaliputta akan menghadapi tiga bahaya: dari api, dari air dan dari perselisihan internal.’
Kemudian Sunidha dan Vassakāra mengunjungi Sang Bhagavā, dan setelah saling bertukar sapa, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Sudilah Yang Mulia Gotama menerima makanan dari kami besok bersama para bhikkhu!’ Dan Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
Mengetahui penerimaan Beliau, Sunidha dan Vassakāra pulang dan mempersiapkan makanan keras dan lunak. Ketika persiapan selesai, mereka memberitahu Sang Bhagavā: ‘Yang Mulia Gotama, makanan telah siap.’ Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubahNya di pagi hari, mengambil jubah dan mangkukNya, pergi bersama para bhikkhu menuju tempat kediaman Sunidha dan Vassakāra, dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian Sunidha dan Vassakāra melayani Sang Buddha dan para bhikkhu dengan berbagai pilihan makanan keras dan lunak hingga mereka puas. Dan ketika Sang Bhagavā menarik tanganNya dari mangkuk, mereka duduk di bangku kecil di satu sisi.
Dan setelah mereka duduk, Sang Buddha mengucapkan terima kasih kepada mereka dalam syair berikut ini:
‘Di tempat manapun para bijaksana bertempat tinggal,
Ia harus memberi makanan kepada para pemimpin kehidupan suci yang berbudi.
Para dewa di sana yang memberitakan persembahan ini,
Mereka akan menghormatinya untuk hal ini.
Mereka menjaganya seperti seorang ibu terhadap puteranya,
Dan ia yang dijaga oleh para dewa akan berbahagia selamanya.’
Kemudian Sang Bhagavā bangkit dari dudukNya dan pergi.
Sunidha dan Vassakāra mengikuti persis di belakang Sang Bhagavā, dan berkata: ‘Gerbang manapun yang dilalui oleh Petapa Gotama hari ini, gerbang itu akan dinamai Gerbang Gotama, dan pelabuhan manapun yang Beliau gunakan untuk menyeberangi Sungai Gangga, pelabuhan itu akan dinamai Pelabuhan Gotama.’ Dan demikianlah gerbang yang dilalui Sang Bhagavā untuk keluar dinamai Gerbang Gotama.
Dan kemudian Sang Bhagavā sampai di Sungai Gangga. Dan saat itu, Sungai Gangga sedang meluap hingga seekor burung gagak dapat meminum airnya. Dan beberapa orang sedang mencari perahu, dan beberapa sedang mencari rakit, dan beberapa sedang mengikat sebuah rakit untuk menyeberang ke tepi seberang. Tetapi Sang Bhagavā, secepat seorang kuat dapat merentangkan tangannya atau melipatnya lagi, lenyap dari tepi sebelah sini Sungai Gangga dan muncul kembali di tepi seberang bersama para bhikkhu.
Dan Sang Bhagavā melihat orang-orang itu yang sedang mencari perahu, mencari rakit, dan mengikat rakit untuk menyeberang ke tepi seberang. Dan mengetahui maksud mereka, Beliau mengucapkan syair berikut ini di tempat itu:
‘Ketika mereka ingin menyeberangi lautan, danau atau kolam,
Orang-orang membuat jembatan atau rakit—Sang Bijaksana telah sampai di seberang.’
Akhir dari bagian pembacaan pertama
Sang Bhagavā berkata kepada Ānanda: ‘Mari kita pergi ke Koṭigāma.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama para bhikkhu menuju Koṭigāma, dan menetap di sana.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Para bhikkhu, adalah karena tidak memahami, tidak menembus Empat Kebenaran Mulia maka Aku dan juga kalian sejak lama berlari dan berputar dalam lingkaran kelahiran-dan-kematian. Apakah itu? Karena tidak memahami Kebenaran Mulia Penderitaan kita telah mengembara, karena tidak memahami Kebenaran Mulia Asal-mula Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan maka kita telah mengembara dalam lingkaran kelahiran-dan-kematian. Dan dengan pemahaman, penembusan terhadap Kebenaran Mulia Penderitaan, Asal-mula Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan, maka keinginan akan penjelmaan telah terpotong, dukungan terhadap penjelmaan telah dihancurkan, tidak ada lagi penjelmaan kembali.’
Sang Bhagavā setelah mengatakan ini, Yang Sempurna menempuh Sang Jalan setelah berbicara, Sang Guru mengatakan:
‘Tidak melihat Empat Kebenaran Mulia seperti apa adanya,
Setelah lama melintasi lingkaran kehidupan demi kehidupan,
Hal ini telah terlihat, pendukung penjelmaan tercabut,
Akar penderitaan terpotong, kelahiran kembali telah selesai.’
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Koṭigāma, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan. Konsentrasi, ketika disertai moralitas, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Kebijaksanaan, ketika disertai konsentrasi, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Pikiran yang disertai kebijaksanaan akan sepenuhnya terbebas dari kekotoran, yaitu, kekotoran indriawi, penjelmaan, pandangan salah dan ketidak-tahuan.’
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Koṭigāma selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Nādikā.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Nādikā, dimana Beliau menetap di Rumah Bata.
Dan Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Bhagavā, Bhikkhu Sāḷha dan Bhikkhunī Nandā telah meninggal dunia di Nādikā. Kelahiran kembali di manakah yang terjadi setelah kematian mereka? , umat-awam laki-laki Sudatta dan umat-awam perempuan Sujātā, umat-awam Kakudha, Kālinga, Nikaṭa, Kaṭissabha, Tuṭṭha, Santuṭṭha, Bhadda dan Subhadda semuanya telah meninggal dunia di Nādikā. Di manakah mereka terlahir kembali?’
‘Ānanda, Bhikkhu Sāḷha, setelah menghancurkan kekotoran-kekotoran, dalam kehidupan ini mencapai, melalui pengetahuan-super-nya sendiri, kebebasan pikiran yang tanpa kekotoran, kebebasan melalui kebijaksanaan. Bhikkhunī Nandā, dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan akan mencapai Nibbāna dari sana tanpa kembali ke alam ini. Umat-awam laki-laki Sudatta, dengan hancurnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian dan delusi, adalah seorang Yang-Kembali-Sekali yang akan kembali sekali lagi ke alam ini, dan kemudian mengakhiri penderitaan. Umat-awam perempuan Sujātā, dengan hancurnya tiga belenggu, adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin lagi jatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna. Umat-awam Kakudha, dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan akan mencapai Nibbāna dari sana tanpa kembali ke alam ini. Demikian pula dengan Kālinga, Nikaṭa, Kaṭissabha, Tuṭṭha, Santuṭṭha, Bhadda dan Subhadda.
Ānanda, di Nādikā lebih dari lima puluh umat-awam yang dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan akan mencapai Nibbāna dari sana tanpa kembali ke alam ini. Dan lebih dari sembilan puluh, yang dengan hancurnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian dan delusi, adalah seorang Yang-Kembali-Sekali yang akan kembali sekali lagi ke alam ini, dan kemudian mengakhiri penderitaan. Dan lebih dari lima ratus, yang dengan hancurnya tiga belenggu, adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin lagi jatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna.
‘Ānanda, bukanlah hal yang luar biasa bahwa seseorang yang hidup meninggal dunia. Tetapi bahwa jika engkau harus datang menemui Sang Tathāgata untuk menanyakan takdir dari setiap orang yang meninggal dunia, itu akan sangat melelahkan Sang Tathāgata. Oleh karena itu, Ānanda, Aku akan mengajarkan engkau cara untuk mengetahui Dhamma, yang disebut Cermin Dhamma, yang dengannya seorang siswa Ariya, jika ia menginginkan, dapat melihat sendiri: “Aku telah menghancurkan neraka, kelahiran-kembali sebagai binatang, alam setan, semua kejatuhan, takdir buruk dan kondisi menderita. Aku adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin terjatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna.”
‘Dan apakah Cermin Dhamma yang dengannya ia dapat mengetahui hal ini? Di sini Ānanda, siswa Ariya ini memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Buddha sebagai berikut:
“Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, telah menempuh Sang Jalan dengan sempurna, Pengenal seluruh alam, Penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Suci.”
Ia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Dhamma, sebagai berikut:
“Dhamma telah diajarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, terlihat di sini dan saat ini, tanpa batas waktu, mengundang untuk diselidiki, mengarah menuju kemajuan, untuk dipahami oleh para bijaksana untuk dirinya sendiri.”
Ia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Sangha, sebagai berikut:
“Sangha, siswa Sang Bhagavā, terarah baik, berperilaku lurus, berada di jalan yang benar, berada di jalan yang sempurna; yaitu empat pasang individu, delapan jenis manusia. Sangha, siswa Sang Bhagavā layak menerima persembahan, layak menerima keramahan, layak menerima pemberian, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.
Dan ia memiliki moralitas yang disukai oleh Para Mulia, tidak rusak, tanpa cacat, tanda noda, tidak saling bertentangan, membebaskan, tidak kotor, dan mendukung konsentrasi.
‘Ini, Ānanda, adalah Cermin Dhamma, yang dengannya seorang Siswa Ariya … dapat melihat sendiri: “Aku telah menghancurkan neraka … Aku adalah seorang Pemenang-Arus, … pasti mencapai Nibbāna.” (seperti paragraf 8)
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Rumah Bata, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’ (seperti paragraf 2.4)
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Nādikā selama yang Beliau inginkan, … Beliau pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Vesālī di mana Beliau menetap di hutan Ambapālī.
Dan di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, seorang bhikkhu harus penuh perhatian dan berkesadaran jernih, ini adalah tuntutan kami kepada kalian!
‘Dan bagaimanakah seorang bhikkhu penuh perhatian? Di sini seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, sadar jernih, penuh perhatian setelah menyingkirkan segala kerinduan dan kegelisahan terhadap dunia, dan demikian pula sehubungan dengan perasaan, pikiran dan objek-objek pikiran. Demikianlah seorang bhikkhu penuh perhatian.
‘Dan bagaimanakah seorang bhikkhu berkesadaran jernih? Di sini, seorang bhikkhu, ketika berjalan maju atau mundur, sadar atas apa yang ia lakukan; ketika melihat ke depan atau ke belakang ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika membungkuk dan menegakkan badan ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika membawa jubah dalam dan jubah luar dan mangkuknya ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika makan, minum, mengunyah dan menelan ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika buang air ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika berjalan, berdiri, duduk atau berbaring, ketika terjaga, ketika berbicara atau ketika berdiam diri, ia sadar atas apa yang ia lakukan. Demikianlah seorang bhikkhu berkesadaran jernih. Seorang bhikkhu harus penuh perhatian dan berkesadaran jernih, ini adalah tuntutan kami kepada kalian!’
Saat itu Ambapālī si pelacur mendengar bahwa Sang Bhagavā telah tiba di Vesālī dan sedang menetap di hutan mangga miliknya. Ia mempersiapkan kereta terbaiknya dan berkendara dari Vesālī menuju hutannya. Ia berkendara sejauh yang dimungkinkan, kemudian turun dan melanjutkan dengan berjalan kaki ke tempat di mana Sang Bhagavā berada. Ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi, dan saat ia duduk, Sang Bhagavā memberikan nasihat, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma. Dan karena gembira, Ambapālī berkata: “Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima makanan dariku besok bersama para bhikkhu!’ Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri, dan Ambapālī, setelah memahami penerimaan Beliau, bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan, berbalik dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.
Dan para Licchavi dari Vesālī mendengar bahwa Sang Bhagavā telah tiba di Vesālī dan sedang menetap di hutan Ambapālī. Maka mereka mempersiapkan kereta terbaik dan berkendara keluar dari Vesālī. Dan beberapa Licchavi muda berpakaian biru, dengan kosmetik biru, baju biru dan perhiasan biru, sedangkan beberapa lainnya berpakaian kuning, beberapa berpakaian merah, dan beberapa berpakaian putih, dengan kosmetik putih, baju putih dan perhiasan putih.
Dan Ambapālī bertemu dengan para Licchavi muda itu, kereta mereka bersinggungan, sumbu roda bertemu sumbu roda, roda bertemu roda, gandar bertemu gandar. Dan mereka berkata kepadanya: ‘Ambapālī, mengapa engkau berkendara menyerempet kami seperti ini?’ ‘Karena, tuan-tuan muda, Sang Bhagavā telah diundang olehku untuk makan bersama para bhikkhu.’
‘Ambapālī, lepaskanlah persembahan makanan itu untuk seratus ribu keping! ‘Tuan-tuan muda, jika engkau memberikan seluruh Vesālī bersama penghasilannya aku tetap tidak akan melepaskan persembahan makan yang penting ini!’
Kemudian para Licchavi menjentikkan jarinya dan berkata: ‘Kita telah dikalahkan oleh perempuan-mangga ini, kita telah ditipu oleh perempuan-mangga ini!’ Dan mereka melanjutkan perjalanan menuju hutan Ambapālī.
Dan Sang Bhagavā, setelah melihat para Licchavi dari jauh, berkata: ‘Para bhikkhu, siapa yang belum pernah melihat para Dewa Tiga-Puluh-Tiga, perhatikanlah para prajurit Licchavi ini! Perhatikanlah mereka baik-baik, dan kalian akan mendapatkan gambaran akan para Dewa Tiga-Puluh-Tiga!’
Kemudian para Licchavī mengendarai kereta mereka sejauh yang dimungkinkan, kemudian mereka turun dari kereta dan melanjutkan dengan berjalan kaki ke tempat di mana Sang Bhagavā berada, memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi. Dan saat mereka duduk, Sang Bhagavā memberikan nasihat, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan karena gembira, mereka berkata: ’Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima makanan dari kami besok bersama para bhikkhu!’
‘Tetapi, Licchavi, Aku telah menerima undangan makanan besok dari pelacur Ambapālī!’
Kemudian para Licchavi menjentikkan jarinya dan berkata: ‘Kita telah dikalahkan oleh perempuan-mangga ini, kita telah ditipu oleh perempuan-mangga ini!’ kemudian, dengan senang dan gembira mendengar khotbah Beliau, mereka bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan, berbalik dengan sisi kanan mereka menghadap Beliau, dan pergi.
Dan Ambapālī, ketika malam hampir berlalu, setelah mempersiapkan berbagai pilihan makanan keras dan lunak di rumahnya, mengumumkan kepada Sang Bhagavā bahwa makanan telah siap. Setelah merapikan jubah dan membawa jubah serta mangkukNya, Sang Bhagavā pergi bersama para bhikkhu menuju kediaman Ambapālī dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Dan ia melayani Sang Buddha dan para bhikkhu dengan berbagai pilihan makanan keras dan lunak hingga mereka puas. Dan ketika Sang Bhagavā telah menarik tanganNya dari mangkuk, Ambapālī mengambil bangku kecil dan duduk di satu sisi. Setelah duduk, ia berkata: ‘Bhagavā, aku mempersembahkan taman ini kepada para bhikkhu yang dipimpin oleh Bhagavā.’ Sang Bhagavā menerima taman itu, dan kemudian Beliau menasihati, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma, setelah itu Beliau bangkit dari dudukNya dan pergi.
Dan kemudian, selagi berada di Vesālī, Sang Bhagavā membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’ (seperti paragraf 2.4)
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di hutan Ambapālī selama yang Beliau inginkan, Beliau pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Desa Beluva dan menetap di sana.
Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Kalian, para bhikkhu, harus pergi ke seluruh penjuru Vesālī di mana kalian memiliki teman-teman atau kenalan atau penyokong, dan melewatkan musim hujan di sana. Aku akan melewatkan musim hujan di sini, di Beluva. ‘Baiklah, Bhagavā’, jawab para bhikkhu, dan mereka melakukan demikian, dan Sang Bhagavā melewatkan musim hujan di Beluva.
Dan selama musim hujan Sang Bhagavā diserang oleh penyakit parah, dengan kesakitan yang sangat hebat seolah-olah Beliau akan meninggal dunia. Namun Beliau menahankan semua ini dengan penuh perhatian, sadar jernih dan tanpa mengeluh. Beliau berpikir: ‘Tidaklah tepat jika Aku mencapai Nibbāna akhir tanpa menasihati para pengikutKu dan berpamitan dengan para bhikkhu. Aku harus menahankan penyakit ini agar terkendali dan mengerahkan diriKu untuk mempertahankan kehidupan.’ Beliau melakukan hal itu, dan penyakit itu mereda.
Kemudian, Sang Bhagavā, setelah sembuh dari penyakitNya, segera setelah Beliau merasa lebih baik, pergi keluar dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan di depan tempat kediamanNya. Kemudian Yang Mulia Ānanda datang menghadap Beliau, memberi hormat, duduk di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, aku telah melihat Sang Bhagavā dalam keadaan sehat, dan aku telah melihat Sang Bhagavā yang sabar dalam menahankan. Dan, Bhagavā, tubuhku seperti tubuh pemabuk. Aku kehilangan sokonganku dan segala sesuatu menjadi tidak jelas bagiku karena Bhagavā sakit. Satu-satunya yang menenangkanku adalah pikiran bahwa: “Bhagavā tidak akan mencapai Nibbāna akhir hingga Beliau memberikan pernyataan sehubungan dengan perkumpulan para bhikkhu.”’
‘Tetapi, Ānanda, apakah yang diharapkan oleh perkumpulan para bhikkhu dariKu? Aku telah mengajarkan Dhamma, Ānanda, tidak membedakan “ajaran dalam” dan “ajaran luar”: Tathāgata tidak memiliki “genggaman sang guru” dalam hal ajaran-ajaran. Jika ada yang berpikir: “Aku akan mengubah perkumpulan para bhikkhu”, atau “Perkumpulan para bhikkhu harus menurutiku”, biarlah ia membuat pernyataan sehubungan dengan perkumpulan para bhikkhu, tetapi Tathāgata tidak berpikir demikian. Jadi mengapa Tathāgata harus memberikan pernyataan sehubungan dengan para bhikkhu?
‘Ānanda, Aku sudah tua, usang, dimuliakan, seorang yang telah melintasi jalan kehidupan, telah mencapai akhir kehidupan, yang adalah delapan puluh tahun. Bagaikan sebuah kereta tua yang dapat dijalankan dengan cara diikat dengan tali, demikian pula tubuh Sang Tathāgata dapat terus hidup dengan cara diikat. Hanya ketika Sang Tathāgata menarik perhatianNya dari gambaran-gambaran luar, dan dengan lenyapnya perasaan-perasaan tertentu, memasuki konsentrasi pikiran tanpa gambaran, maka tubuhNya terasa sehat.
‘Oleh karena itu, Ānanda, engkau harus hidup bagaikan pulau bagi dirimu sendiri, menjadi pelindungmu sendiri, tidak berlindung pada orang lain, dengan Dhamma sebagai pulau, dengan Dhamma sebagai pelindungmu, tidak ada perlindungan lain. Dan bagaimanakah seorang bhikkhu hidup sebagai pulau bagi diri sendiri, … tidak ada perlindungan lain? Di sini, Ānanda, seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, sadar jernih, penuh perhatian setelah menyingkirkan segala kerinduan dan kegelisahan terhadap dunia, dan demikian pula sehubungan dengan perasaan, pikiran dan objek-objek pikiran. Itu, Ānanda, adalah bagaimana seorang bhikkhu hidup sebagai pulau bagi dirinya sendiri, … tidak ada perlindungan lain. Dan mereka yang hidup saat ini pada masaKu atau setelahnya menjalani kehidupan demikian, mereka akan menjadi yang tertinggi, jika mereka ingin belajar.’
Akhir dari bagian pembacaan ke dua
Kemudian Sang Bhagavā, setelah bangun pagi, merapikan jubah, mengambil jubah dan mangkukNya, dan memasuki Vesālī untuk menerima dana makanan. Setelah makan sekembalinya dari menerima dana makanan, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Bawa alas duduk, Ānanda. Kita akan pergi ke Altar Cāpāla untuk beristirahat siang.’ ‘Baik, Bhagavā,’ jawab Ānanda, dan, mengambil alas duduk, ia mengikuti di belakang.
Kemudian Sang Bhagavā sampai di Altar Cāpāla, dan duduk di tempat yang dipersiapkan. Ānanda memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi, dan Sang Bhagava berkata: ‘Ānanda, Vesālī sungguh indah, Kuil Udena sungguh indah, Kuil Gotamaka sungguh indah, Kuil Sattambaka sungguh indah, Kuil Bahuputta sungguh indah, Kuil Cāpāla sungguh indah.
‘Ānanda, siapapun yang mengembangkan empat jalan menuju kekuatan, sering melatihnya, menjadikannya kendaraan, menjadikannya landasan, mengokohkannya, menjadi terbiasa dengannya dan melaksanakannya dengan benar, tidak diragukan dapat hidup selama satu abad atau hingga akhir dari abad tersebut. Tathāgata telah mengembangkan kekuatan-kekuatan ini … melaksanakannya dengan benar. Dan Beliau dapat, Ānanda, tidak diragukan, hidup selama satu abad, atau hingga akhir dari abad tersebut.’
Tetapi Yang Mulia Ānanda, karena tidak mampu menangkap petunjuk jelas ini, isyarat jelas ini, tidak memohon kepada Sang Bhagavā dengan mengatakan: ‘Bhagavā, sudilah Bhagavā hidup selama satu abad, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang Jalan tinggal selama satu abad demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih terhadap dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia’, demikianlah pikirannya dikuasai oleh Māra.
Dan untuk kedua kalinya …, dan ketiga kalinya … (seperti paragraf 3-4)
Kemudian Sang Bhagavā berkata: ‘Ānanda, pergilah, dan lakukanlah apa yang menurutmu baik.’ ‘Baik, Bhagavā’, Ānanda menjawab dan, bangkit dari duduknya. Ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā dan duduk di bawah sebatang pohon yang agak jauh.
Segera setelah Ānanda pergi, Māra si jahat mendatangi Sang Bhagavā, berdiri di satu sisi, dan berkata: ‘Bhagavā, sudilah Sang Bhagavāmencapai Nibbāna akhir sekarang, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang jalan mencapai Nibbāna akhirsekarang. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir. Karena Bhagavā pernah berkata: “Yang Jahat, Aku tidak akan mencapai Nibbāna akhir hingga Aku memiliki para bhikkhu dan para siswa yang sempurna, terlatih, terampil, menguasai Dhamma, terlatih dalam keselarasan dengan Dhamma, terlatih dengan benar dan berjalan di jalan Dhamma, yang akan meneruskan dari apa yang telah mereka terima dari Guru mereka, mengajarkan, menyatakan, mengokohkan, membabarkan, menganalisa, menjelaskan; hingga mereka mampu menggunakan Dhamma untuk membantah ajaran-ajaran salah yang telah muncul, dan mengajarkan Dhamma yang memiliki hasil yang menakjubkan.”
‘Dan sekarang, Sang Bhagavā telah memiliki para bhikkhu dan siswa demikian. sudilah Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhirsekarang, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang jalan mencapai Nibbāna akhirsekarang. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir. Dan Bhagavā pernah berkata: “Yang Jahat, Aku tidak akan mencapai Nibbàna akhir hingga Aku memiliki para bhikkhunī dan para siswa perempuan yang sempurna, … hingga Aku memiliki pengikut-awam laki-laki, … hingga Aku memiliki pengikut-awam perempuan … “ (seperti paragraf 7). Sudilah Bhagavā sekarang mencapai Nibbāna akhir … Dan Sang Bhagavā menjawab: “Yang Jahat, Aku tidak akan mencapai Nibbāna akhir sampai kehidupan suci ini mantap dan berkembang, menyebar, dikenal di segala penjuru, diajarkan dengan baik di antara umat manusia dimana-mana.” Dan semua ini telah terjadi. sudilah Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhirsekarang, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang jalan mencapai Nibbāna akhirsekarang. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir.’
Mendengar kata-kata ini Sang Bhagavā berkata kepada Māra: ‘Engkau tidak perlu khawatir, Yang Jahat. Nibbāna akhir Sang Tathāgata tidak akan lama lagi. Tiga bulan dari sekarang, Sang Tathāgata akan mencapai Nibbāna akhir.’
Demikianlah Sang Bhagavā, di Kuil Cāpāla, dengan penuh perhatian dan kesadaran penuh melepaskan prinsip-kehidupan, dan ketika ini dilakukan, terjadi gempa bumi dahsyat, mengerikan, menakutkan dan disertai guruh. Dan ketika Sang Bhagavā melihat hal ini Beliau mengucapkan syair berikut:
‘Kasar atau halus, segalanya dilepaskan oleh sang bijaksana.
Damai, tenang, ia memecahkan cangkang penjelmaan.’
Dan Yang Mulia Ānanda berpikir: ‘Sungguh menakjubkan, sungguh indah, betapa dahsyatnya gempa ini, gempa bumi yang mengerikan, menakutkan dan menegakkan bulu badan, disertai guruh! Apakah yang menyebabkan hal ini?’
Ia mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan menanyakan pertanyaan itu.
‘Ānanda, ada delapan alasan, delapan penyebab terjadinya gempa bumi dahsyat. Bumi ini terletak di atas air, air di atas angin, angin di atas ruang. Dan ketika angin kencang berhembus, hal ini akan mengaduk air, dan karena air teraduk, bumi bergetar. Ini adalah alasan pertama.
‘Kedua, ada petapa atau Brahmana yang telah mengembangkan kekuatan batin, atau dewa yang sakti dan berkuasa yang kesadaran-tanah-nya lemah dan kesadaran-air-nya tidak terukur, dan ia membuat bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan kedua.
‘Kemudian, ketika seorang Bodhisatta turun dari surga Tusita, penuh perhatian dan berkesadaran jernih, dan masuk ke dalam rahim ibuNya, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan ke tiga.
‘Kemudian, ketika seorang Bodhisatta keluar dari rahim ibuNya, penuh perhatian dan berkesadaran jernih, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan keempat.
‘Kemudian, ketika Sang Tathāgata mencapai penerangan sempurna yang tanpa bandingnya, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan kelima.
‘Kemudian, ketika Sang Tathāgata memutar Roda Dhamma, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan keenam.
‘Kemudian, ketika Sang Tathāgata, dengan penuh perhatian, dan dengan kesadaran jernih, melepaskan prinsip-kehidupan, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan ketujuh.
‘Kemudian, ketika Sang Tathāgata mencapai unsur Nibbāna tanpa sisa, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan kedelapan.
Semua ini, Ānanda, adalah delapan alasan, delapan penyebab bagi terjadinya gempa bumi dahsyat.
‘Ānanda, ada delapan [jenis] kelompok ini. Apakah delapan ini? Kelompok Khattiya, kelompok Brahmana, kelompok perumah tangga, kelompok petapa, kelompok para dewa dari alam Empat Raja Dewa, kelompok para dewa dari alam Dewa Tiga-Puluh-Tiga, kelompok māra, kelompok Brahmā.
‘Aku ingat dengan baik, Ānanda, ratusan kelompok Khattiya yang Kutemui, dan sebelum Aku duduk bersama mereka atau bergabung dalam pembicaraan mereka, Aku meniru penampilan dan gaya bahasa mereka, apa pun itu. Dan Aku menasihati, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan sewaktu Aku berbicara kepada mereka, mereka tidak mengenaliKu dan bertanya-tanya: “Siapakah ini yang berbicara seperti ini—dewa atau manusia?” Dan setelah menasihati mereka demikian, Aku menghilang, dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang—apakah Ia adalah dewa atau manusia?”
‘Aku ingat dengan baik ratusan kelompok Brahmana, perumah tangga, pertapa, para dewa dari alam Empat Raja Dewa, para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, māra, Brahmā … dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang—apakah Ia adalah dewa atau manusia?” Itu, Ānanda, adalah delapan kelompok.
‘Ānanda, ada delapan tingkat penguasaan. Apakah itu?
‘Mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal, terbatas dan berpenampilan baik atau berpenampilan buruk, dan dalam menguasai hal-hal ini, ia menyadari bahwa ia mengetahui dan melihat bentuk-bentuk itu. Ini adalah tingkat pertama.
‘Mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal, tidak terbatas dan berpenampilan baik atau berpenampilan buruk… (seperti paragraf 25). Ini adalah tingkat kedua.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal, terbatas dan berpenampilan baik atau berpenampilan buruk… (seperti paragraf 25). Ini adalah tingkat ketiga.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal, tidak terbatas dan berpenampilan baik atau berpenampilan buruk, dan dalam menguasai hal-hal ini, ia menyadari bahwa ia mengetahui dan melihat bentuk-bentuk itu. Ini adalah tingkat keempat.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal yang biru, berwarna biru, berkilauan biru. Bagaikan bunga rami yang biru, berwarna biru, berkilauan biru, atau kain halus dari Benares yang kedua sisinya biru, … demikianlah seseorang mempersepsikanbentuk-bentuk eksternal yang biru, …dan dalam menguasai hal-hal ini, ia menyadari bahwa ia mengetahui dan melihat bentuk-bentuk itu. Ini adalah tingkat kelima.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal yang kuning, berwarna kuning …Bagaikan bunga kaṇṇikāra kuning, …atau kain halus dari Benares berwarna kuning, demikianlah seseorang memperhatikan bentuk-bentuk eksternal yang kuning … Ini adalah tingkat keenam.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal yang merah … Bagaikan bunga sepatu merah, … atau kain halus dari Benares berwarna merah,… demikianlah seseorang memperhatikan bentuk-bentuk eksternal yang merah … Ini adalah tingkat ketujuh.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal yang putih, berwarna putih, berkilauan putih, bagaikan bintang pagi Osadhi putih, … atau kain halus dari Benares yang kedua sisinya berwarna putih … demikianlah seseorang memperhatikan bentuk-bentuk eksternal yang putih, … dan dalam menguasai hal-hal ini, ia menyadari bahwa ia mengetahui dan melihat bentuk-bentuk itu. Ini adalah tingkat kedelapan. Ini, Ānanda, adalah delapan tingkat penguasaan.
‘Ada, Ānanda, delapan kebebasan ini. Apakah itu?
Dengan memiliki bentuk, seseorang melihat bentuk-bentuk. Ini adalah yang pertama.
Tidak memperhatikan bentuk materi dalam dirinya, ia melihatnya di luar diri. Ini adalah yang kedua.
Berpikir: “Ini indah”, ia terpusat padanya. Ini adalah yang ketiga.
Dengan sepenuhnya melampaui semua persepsi materi, … berpikir: “Ruang adalah tanpa batas”, ia masuk dan berdiam dalam Alam Ruang Tanpa Batas. Ini adalah yang keempat.
Dengan melampaui Alam Ruang Tanpa Batas, berpikir: “Kesadaran adalah tanpa batas”, ia masuk dan berdiam dalam Alam Kesadaran Tanpa Batas. Ini adalah yang kelima.
Dengan melampaui Alam Kesadaran Tanpa Batas, berpikir: “Tidak ada apa-apa”, ia masuk dan berdiam dalam Alam Kekosongan. Ini adalah yang ke enam.
Dengan melampaui Alam Kekosongan, ia mencapai dan berdiam dalam Alam Bukan Persepsi Juga Bukan Bukan-Persepsi. Ini adalah yang ketujuh.
Dengan melampaui Alam Bukan Persepsi Juga Bukan Bukan-Persepsi, ia masuk dan berdiam dalam Lenyapnya Persepsi dan Perasaan. Ini adalah kebebasan ke delapan. (seperti Sutta 15, paragraf 35).
‘Ānanda, suatu ketika Aku menetap di Uruvela di tepi Sungai Nerañjarā, di bawah pohon Banyan Penggembala kambing, ketika Aku baru saja mencapai penerangan sempurna. Dan Māra si Jahat mendatangiKu, berdiri di satu sisi, dan berkata: “Sudilah Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhirsekarang, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang jalan mencapai Nibbāna akhirsekarang. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir.”
‘Mendengar kata-kata ini Aku berkata kepada Māra: “Yang Jahat, Aku tidak akan mencapai Nibbāna akhir hingga Aku memiliki para bhikkhu dan para siswa yang sempurna, terlatih, terpelajar, menguasai Dhamma, … (seperti paragraf 7), hingga Aku memiliki bhikkhunī-bhikkhunī …, umat-awam laki-laki, umat-awam perempuan yang akan … mengajarkan Dhamma yang memiliki hasil yang menakjubkan. Aku tidak akan mencapai Nibbāna akhir sampai kehidupan suci ini mantap dan berkembang, menyebar, dikenal di segala penjuru, diajarkan dengan baik di antara umat manusia dimana-mana.”
‘Dan baru tadi, Ānanda, di AltarCāpāla, Māra mendatangiKu, berdiri di satu sisi dan berkata: “Bhagavā, sudilah Sang Bhagavāmencapai Nibbāna akhirsekarang, …. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir.”
‘Dan Aku berkata: “Engkau tidak perlu khawatir, Yang Jahat. Tiga bulan dari sekarang, Sang Tathāgata akan mencapai Nibbāna akhir.” Jadi sekarang, hari ini, Ānanda, di Kuil Cāpāla, Sang Tathāgata telah dengan penuh perhatian dan penuh kesadaran melepaskan prinsip-kehidupan.’
Mendengar kata-kata ini, Yang Mulia Ānanda berkata: ‘Bhagavā, sudilah Bhagavā hidup selama satu abad, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang Jalan tinggal selama satu abad demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih terhadap dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia!’ ‘Cukup, Ānanda! Jangan memohon kepada Sang Tathāgata, ini bukan waktunya untuk melakukan hal itu!’
Dan untuk kedua kali dan ketiga kalinya Yang Mulia Ānanda mengajukan permohonan yang sama.
‘Ānanda, apakah engkau memiliki keyakinan atas penerangan sempurna Sang Tathāgata?’ ‘Tentu saja, Bhagavā.’
‘Kalau begitu mengapa engkau mengganggu Sang Tathāgata dengan permohonanmu sampai tiga kali?’
‘Tetapi Bhagavā, Aku telah mendengar dari mulut Bhagavā sendiri, aku memahami dari mulut Bhagavā sendiri: “Siapapun yang telah mengembangkan empat jalan menuju kekuatan … tidak diragukan dapat hidup selama satu abad, atau hingga akhir abad teresebut.”’
‘Apakah engkau memiliki keyakinan, Ānanda?’ ‘Tentu saja, Bhagavā.’
‘Maka, Ānanda, itu adalah kesalahanmu, itu adalah kegagalanmu bahwa, setelah diberi petunjuk jelas, isyarat yang jelas oleh Sang Tathāgata, engkau tidak memahami dan tidak memohon agar Sang Tathāgata hidup selama satu abad … Jika, Ānanda, engkau memohon kepadaKu, Sang Tathāgata akan menolak sebanyak dua kali, tetapi pada ketiga kalinya Aku akan menyetujui. Oleh karena itu Ānanda, itu adalah kesalahanmu, itu adalah kegagalanmu.
‘Suatu ketika, Ānanda, Aku sedang menetap di Rājagaha, di Puncak Hering, dan di sana Aku berkata: “Ānanda, Rājagaha sungguh indah, Puncak Heringsungguh indah. Siapapun yang mengembangkan empat jalan menuju kekuatan … tidak diragukan dapat hidup selama satu abad …” (seperti paragraf 3). Tetapi engkau, Ānanda, meskipun telah mendapatkan petunjuk jelas tidak memahami dan tidak memohon agar Sang Tathāgata hidup selama satu abad …
‘Suatu ketika, Aku sedang menetap di Rājagaha di taman Banyan …, di Tebing Perampok …, di Gua Satapaṇṇi di lereng Gunung Vebhāra …, di Batu Hitamdi lereng Gunung Isigili …, di tepi Kolam Ular di Hutan Sejuk …, di Taman Tapodā …, di Taman Suaka Tupai di Veḷuvana …, di hutan mangga Jīvaka …, dan juga di Rājagaha di taman-rusa Maddakucchi.
‘Di semua tempat itu Aku berkata kepadamu: “Ānanda, tempat ini sungguh indah …”
‘Siapapun yang telah mengembangkan empat jalan menuju kekuatan … tidak diragukan dapat hidup selama satu abad …” (seperti paragraf 3).
‘Suatu ketika Aku sedang menetap di AltarUdena …
‘Suatu ketika Aku sedang menetap di AltarGotamaka …, di AltarSattambaka …, di AltarBahuputta …, di AltarSārandada …
‘Dan sekarang, hari ini di AltarCāpāla Aku berkata: “Tempat-tempat ini sungguh indah. Ānanda, Siapapun yang telah mengembangkan empat jalan menuju kekuatan … tidak diragukan dapat hidup selama satu abad, atau hingga akhir dari abad tersebut. Sang Tathāgata telah mengembangkan kekuatan-kekuatan ini … dan Beliau dapat, Ānanda, tidak diragukan hidup selama satu abad, atau hingga akhir dari abad tersebut.”
‘Namun engkau, Ānanda, karena gagal menangkap petunjuk jelas ini, isyarat jelas ini, tidak memohon kepada Sang Tathāgata agar hidup selama satu abad. Jika, Ānanda, engkau memohon kepadaKu, Sang Tathāgata akan menolak sebanyak dua kali, tetapi pada ketiga kalinya Aku akan menyetujui.
‘Ānanda, tidakkah Aku telah mengatakan sebelumnya: Segala sesuatu yang kita sayangi dan menyenangkan bagi kita pasti akan mengalami perubahan, berpisah dan berganti? Jadi bagaimana mungkin? Apapun yang dilahirkan, menjelma, tersusun, pasti mengalami kerusakan—bahwa ini tidak akan menjadi rusak adalah tidak mungkin. Dan bahwa apa yang telah dilepaskan, dihentikan, ditolak, dibuang, ditinggalkan: Sang Tathāgata telah melepaskan prinsip-kehidupan. Sang Tathāgata pernah mengatakan satu kali: “Kematian Sang Tathāgata tidak akan lama lagi. Tiga bulan dari sekarang, Sang Tathāgata akan mencapai Nibbāna akhir.” Bahwa Tathāgata harus menarik kembali suatu pernyataan hanya untuk hidup, itu adalah tidak mungkin. Sekarang, marilah Ānanda, kita pergi ke Aula Segitiga di Hutan Besar.’ ‘Baik, Bhagavā’.
Dan Sang Bhagavā pergi bersama Yang Mulia Ānanda menuju Aula Segitiga di Hutan Besar. Ketika Beliau sampai di sana, Beliau berkata: ‘Ānanda, pergi dan kumpulkan seluruh bhikkhu yang menetap di sekitar Vesālī, dan berkumpul di aula pertemuan.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan melakukan apa yang diperintahkan. Kemudian ia kembali menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, para bhikkhu telah berkumpul. Sekarang adalah saatnya bagi Bhagavā untuk melakukan apa yang diinginkan.’
Kemudian Sang Bhagavā memasuki aula pertemuan dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian Beliau berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, untuk alasan ini hal-hal tersebut yang telah Kutemukan dan Kuajarkan telah kalian pelajari dengan seksama, dipraktikkan, dikembangkan dan dilatih, sehingga kehidupan suci ini dapat bertahan lama, ini adalah demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasihan kepada dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Dan apakah hal-hal tersebut itu …? Yaitu: empat landasan perhatian, empat usaha benar, empat jalan menuju kekuatan, lima indria spritual, lima kekuatan batin, tujuh faktor penerangan sempurna, jalan Mulia Berunsur Delapan.’
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Dan sekarang, para bhikkhu, Aku menyatakan kepada kalian—segala sesuatu yang terkondisi pasti mengalami kerusakaan—berusahalah dengan tekun. Kematian Sang Tathāgata sudah tidak lama lagi. Tiga bulan dari sekarang Sang Tathāgata akan mencapai Nibbāna akhir.’
Demikianlah Sang Bhagavā berkata. Yang Sempurna menempuh Sang Jalan telah mengucapkan demikian, Sang Guru mengatakan ini:
‘Aku telah matang dalam usia. Umur kehidupanKu telah ditentukan.
Sekarang Aku akan meninggalkan kalian, setelah membuat diriku sebagai perlindungan.
Para bhikkhu, jangan merasa lelah, penuh perhatian, disiplin,
Menjaga pikiran kalian dengan pengendalian yang baik.
Ia yang tanpa lelah, menjaga ajaran dan disiplin,
Dengan meninggalkan kelahiran di belakang, akan mengakhiri kesengsaraan.
Akhir dari bagian pembacaan ketiga
Kemudian Sang Bhagavā, setelah bangun pagi dan merapikanjubah, membawa jubah dan mangkukNya dan pergi ke Vesālī untuk menerima dana makanan. Setelah kembali dari menerima dana makanan dan setelah makan, Beliaumenatap ke belakang ke Vesālī dengan tatapan ‘seperti gajah’ dan berkata: ‘Ānanda, ini adalah terakhir kalinya Sang Tathāgata melihat Vesālī. Sekarang kita akan pergi ke Bhaṇḍagāma.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Bhaṇḍagāma dan menetap di sana.
Dan di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, karena tidak memahami, tidak menembus empat hal sehingga Aku dan juga kalian sejak lama mengembara dalam lingkaran kelahiran kembali. Apakah empat ini? Karena tidak memahami moralitas Ariya, karena tidak memahami konsentrasi Ariya, karena tidak memahami kebijaksanaan Ariya, karena tidak memahami kebebasan Ariya, Aku dan juga kalian sejak lama mengembara dalam lingkaran kelahiran kembali. Dan dengan memahami dan menembus moralitas Ariya, konsentrasi Ariya, kebijaksanaan Ariya dan kebebasan Ariya maka ketagihan akan penjelmaan menjadi terpotong, kecenderungan ke arah penjelmaan telah dipadamkan, dan tidak akan ada lagi kelahiran kembali.’
Demikianlah Sang Bhagavā berkata. Yang Sempurna menempuh Sang Jalan setelah mengucapkan demikian, Sang Guru mengatakan ini:
‘Moralitas, samādhi, kebijaksanaan dan kebebasan akhir,
Hal-hal mulia ini telah diketahui oleh Gotama.
Dhamma yang Beliau lihat, Beliau ajarkan kepada para bhikkhu:
Ia yang memiliki penglihatan, mengakhiri penderitaan menuju Nibbāna.’
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Bhaṇḍagāma, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan. Konsentrasi, ketika disertai moralitas, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Kebijaksanaan, ketika disertai konsentrasi, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Pikiran yang disertai kebijaksanaan akan sepenuhnya terbebas dari kekotoran, yaitu, kekotoran indriawi, penjelmaan, pandangan salah dan ketidak-tahuan.’
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Bhaṇḍagāma selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Hatthigāma …, ke Ambagāma …, ke Jambugāma ….’ membabarkan khotbah yang sama di setiap tempat tersebut. Kemudian Beliau berkata: ‘Ānanda, mari kita pergi ke Bhoganagara.’
‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Bhoganagara.
Di Bhoganagara Sang Bhagavā menetap di Altar Ānanda. Dan di sini Beliau berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian empat kriteria.
Dengarkanlah, perhatikanlah baik-baik, dan Aku akan berbicara.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab para bhikkhu.
‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagavā sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, setelah dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.” Ini adalah kriteria pertama.
‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Di tempat-tempat ini terdapat komunitas para bhikkhu dengan bhikkhu-bhikkhu senior dan guru-guru terkemuka. Aku telah mendengar dan menerima ini dari komunitas tersebut”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya … (seperti paragraf 4.8). Ini adalah kriteria kedua.
‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Di tempat-tempat ini terdapat banyak bhikkhu senior yang terpelajar, pewaris tradisi, yang mengetahui Dhamma, disiplin, peraturan-peraturan …” (seperti paragraf 4.8). Ini adalah kriteria ketiga.
‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Di tempat-tempat ini terdapat seorang bhikkhu senior yang terpelajar … Aku telah mendengar dan menerima ini dari bhikkhu senior tersebut …” (seperti paragraf 4.8). Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: ‘Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.’
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Bhoganagara, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Bhoganagara selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Pāvā’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Pāvā, di sana Beliau menetap di hutan mangga Cunda si pandai besi.
Dan Cunda mendengar bahwa Sang Bhagavā telah tiba di Pāvā dan sedang menetap di hutan-mangganya. Maka ia menemui Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi, dan Sang Bhagavā memberikan nasihat, memicu semangat dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma.
Kemudian Cunda berkata: ‘Sudilah Sang Bhagavā menerima makanan dariku besok bersama para bhikkhu!’ Dan Sang Bhagavā menerimanya dengan berdiam diri.
Dan Cunda, memahami penerimaan Beliau, bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Beliau dan, pergi dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā.
Dan ketika malam berlalu, Cunda mempersiapkan makanan keras dan lunak dengan berbagai makanan dari ‘daging babi’, dan ketika persiapan selesai ia memberitahukan kepada Sang Bhagavā: ‘Bhagavā, makanan telah siap.’
Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubah di pagi hari, mengambil jubah dan mangkukNya, dan pergi bersama para bhikkhu menuju kediaman Cunda, dimana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan dan berkata: ‘Sajikan “makanan daging babi” yang telah dipersiapkan untukKu, dan menyajikan makanan keras dan lunak lainnya untuk para bhikkhu.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Cunda, dan melakukan sesuai instruksi Sang Bhagavā.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Cunda: ‘Apapun yang tersisa dari ‘makanan daging babi’ ini, harus dikuburkan dalam lubang, karena, Cunda, Aku tidak melihat seorangpun di dunia ini dengan para dewa, māra dan Brahmā, dalam generasi ini bersama para petapa dan Brahmana, raja-raja dan umat manusia yang, jika mereka memakannya, dapat mencernanya dengan baik kecuali Tathāgata.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Cunda dan, setelah menguburkan sisa dari ‘makanan daging babi’ dalam lubang, ia menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā, setelah memberikan nasihat, memicu semangat dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma, bangkit dari dudukNya dan pergi.
Dan setelah memakan makanan yang dipersembahkan oleh Cunda, Sang Bhagavā diserang oleh penyakit parah hingga mengalami diare berdarah, dan dengan sangat kesakitan nyaris meninggal dunia. Namun Beliau menahankannya dengan penuh perhatian dan dengan kesadaran jernih, dan tanpa mengeluh. Kemudian Sang Bhagavā berkata: ‘Ānanda, mari kita pergi ke Kusināra.’ ‘Baiklah, Bhagavā’, jawab Ānanda.
Setelah memakan makanan dari Cunda (inilah yang kudengar),
Ia menderita sakit parah, sangat sakit, hampir meninggal dunia;
Karena memakan makanan ‘daging babi’
Penyakit parah menyerang Sang Guru.
Setelah menyingkirkannya, Sang Bhagavā berkata:
‘Sekarang, Aku akan pergi ke kota Kusināra.’
Kemudian dengan berbelok dari jalan, Sang Bhagavā pergi ke bawah sebatang pohon dan berkata: ‘Mari, Ānanda, lipat empatlah sebuah jubah untukKu. Aku lelah dan ingin duduk.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan melakukan sesuai instruksi.
Sang Bhagavā duduk di tempat yang telah dipersiapkan dan berkata: ‘Ānanda, ambilkan air, Aku haus dan ingin minum.’ Ānanda menjawab: ‘Bhagavā, lima ratus kereta baru saja melalui jalan ini. Air telah terkacaukan oleh roda-roda kereta dan tidak baik, kotor dan keruh.
Demikianlah Yang Kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di suatu gunung yang disebut Puncak Hering. Saat itu Raja Ajātasattu Vedehiputta berniat menyerang Vajji. Ia berkata: ‘Aku akan menyerang para Vajji yang begitu kuat dan perkasa. Aku akan memotong-motong mereka dan menghancurkan mereka. Aku akan membawa mereka menuju kehancuran!’
Dan Raja Ajātasattu berkata kepada perdana menterinya, Brahmana Vassakāra: ‘Brahmana, temuilah Sang Bhagavā, sujudlah padaNya dengan kepalamu di kakiNya, tanyakan apakah Beliau bebas dari penyakit, apakah Beliau berdiam dengan nyaman dan sehat, dan katakan: “Bhagava, Raja Ajātasattu Vedehiputta dari Magadha hendak menyerang para Vajji dan berkata: ‘Aku akan menyerang para Vajji …, membawa mereka menuju kehancuran!’” Dan apapun yang dikatakan Sang Bhagavā kepadamu, laporkan kepadaku, karena Sang Tathāgata tidak pernah berbohong.’
‘Baiklah, Baginda’, jawab Vassakāra dan, setelah mempersiapkan kereta, ia naik ke salah satu kereta dan bergerak dari Rājagaha menuju puncak Hering, berkendara sejauh yang dimungkinkan, kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki ke tempat Sang Bhagavā berada. Ia saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, kemudian duduk di satu sisi dan menyampaikan pesan Raja.
Saat itu Yang Mulia Ānanda sedang berdiri di belakang Sang Bhagavā, mengipasiNya. Dan Sang Bhagavā berkata: ‘Ānanda, pernahkah engkau mendengar bahwa para Vajji sering berkumpul secara rutin?’ ‘Aku mendengar, Bhagavā, bahwa mereka memang demikian.’
‘Ānanda, selama para Vajji sering berkumpul secara rutin, mereka akan makmur dan tidak mundur. Pernahkah engkau mendengar bahwa para Vajji bertemu dengan rukun dan berpisah dengan rukun, dan melaksanakan tugas mereka dengan rukun?’ ‘Aku mendengar, Bhagavā, bahwa mereka memang demikian.’
‘Ānanda, selama para Vajji bertemu dengan rukun dan berpisah dengan rukun, dan melaksanakan tugas mereka dengan rukun, mereka akan makmur dan tidak mundur. Pernahkah engkau mendengar bahwa para Vajji tidak menetapkan apa yang belum pernah ditetapkan, dan tidak meniadakan apa yang telah ditetapkan, melainkan meneruskan apa yang telah ditetapkan oleh tradisi mereka? ‘Aku mendengar, Bhagavā, …’ ‘Pernahkah engkau mendengar bahwa mereka menghormati dan menyembah para sesepuh di antara mereka, dan menganggap mereka layak didengarkan? … bahwa mereka tidak dengan paksa menculik istri-istri dan putri-putri orang lain dan memaksa mereka untuk menetap bersama mereka? … bahwa mereka menghormati dan menyembah altar-altar Vajji di rumah maupun di tempat-tempat umum, tidak menarik sokongan layak yang telah diberikan sebelumnya? … bahwa perbekalan yang layak dipersiapkan untuk kesejahteraan para Arahant, sehingga para Arahant akan datang dan menetap di sana di masa depan, dan yang sudah menetap di sana, agar berdiam dengan nyaman?’ ‘Aku mendengar demikian, Bhagavā.’
‘Ānanda, selama perbekalan yang layak dipersiapkan, … mereka akan makmur dan tidak mundur.’
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Brahmana Vassakāra: ‘Suatu ketika, Brahmana, ketika Aku berada di altar Sārandada di Vesālī, Aku mengajarkan ketujuh prinsip ini kepada para Vajji untuk mencegah kemunduran, dan selama mereka mempertahankan ketujuh prinsip ini, selama prinsip-prinsip ini masih berlaku, para Vajji akan makmur dan tidak mundur.’
Mendengar kata-kata ini, Vassakāra menjawab: ‘Yang Mulia Gotama, jika para Vajji mempertahankan bahkan hanya satu saja dari prinsip-prinsip ini, mereka akan maju dan tidak mundur—apa lagi seluruh tujuh prinsip ini. Sudah pasti para Vajji tidak akan bisa ditaklukkan oleh Raja Ajātasattu dengan kekuatan senjata, melainkan hanya dengan propaganda dan mengadu domba mereka. Dan sekarang, Yang Mulia Gotama, bolehkah aku pamit? Aku sibuk dan banyak hal yang harus kukerjakan.’ ‘Brahmana, lakukanlah apa yang menurutmu baik.’ Kemudian Vassakāra, senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya dan pergi.
Segera setelah Vassakāra pergi, Sang Bhagavā berkata: ‘Ānanda, pergilah temui semua bhikkhu yang ada di sekitar Rājagaha, dan panggil mereka semua ke aula pertemuan.’ ‘Baik, Bhagavā’ jawab Ānanda, dan melakukan apa yang diperintahkan. Kemudian ia menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, para bhikkhu telah berkumpul. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā melakukan apa yang dianggap baik.’ Kemudian Sang Bhagavā bangkit dari dudukNya, pergi ke aula pertemuan, duduk di tempat yang telah disediakan, dan berkata: ‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan tujuh hal yang mendukung kesejahteraan. Dengarkan, perhatikanlah dengan baik, dan Aku akan bicara.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab para bhikkhu, dan Sang Bhagavā berkata:
‘Selama para bhikkhu sering mengadakan pertemuan-pertemuan rutin, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
Selama mereka bertemu dengan rukun, berpisah dengan rukun, dan melakukan tugas-tugas mereka dengan rukun, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
Selama mereka tidak menetapkan apa yang belum ditetapkan sebelumnya, dan tidak meniadakan apa yang telah ditetapkan, melainkan meneruskan apa yang telah ditetapkan …;
selama mereka menghormati para senior yang lebih dulu ditahbiskan, ayah dan pemimpin dari Sangha …;
selama mereka tidak menjadi mangsa dari keinginan yang muncul dalam diri mereka dan mengarah menuju kelahiran kembali …;
selama mereka dengan tekun menjalani kehidupan dalam kesunyian hutan …;
selama mereka menjaga perhatian mereka masing-masing, sehingga di masa depan orang-orang baik di antara teman-teman mereka akan mendatangi mereka, dan mereka yang telah datang akan merasa nyaman dengan mereka …;
selama para bhikkhu mempertahankan tujuh hal ini dan terlihat melakukan hal-hal ini, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
‘Aku akan mengajarkan tujuh hal lainnya yang mendukung kesejahteraan …
Selama para bhikkhu tidak bersukaria, tidak bergembira dan tenggelam dalam pekerjaan-pekerjaan, … dalam percakapan-percakapan, … dalam tidur, … dalam kumpulan, … dalam keinginan jahat, … dalam pergaulan dengan teman-teman jahat, … selama mereka tidak merasa puas dengan pencapaian sebagian …; selama para bhikkhu mempertahankan tujuh hal ini dan terlihat melakukan hal-hal ini, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
‘Aku akan mengajarkan tujuh hal lainnya yang mendukung kesejahteraan …
Selama para bhikkhu meneruskan dengan penuh keyakinan, dengan kerendahan hati, dengan rasa takut akan perbuatan jahat, dengan pembelajaran, dengan sekuat tenaga, dengan perhatian kokoh, dengan kebijaksanaan …
‘Aku akan mengajarkan tujuh hal lainnya yang mendukung kesejahteraan …
Selama para bhikkhu mengembangkan faktor-faktor penerangan sempurna perhatian, penyelidikan fenomena, usaha, kegembiraan, ketenangan, konsentrasi, keseimbangan …
‘Aku akan mengajarkan tujuh hal lainnya yang mendukung kesejahteraan …
Selama para bhikkhu mengembangkan persepsi ketidak-kekalan, tanpa-diri, kekotoran, bahaya, penaklukan, kebosanan, pelenyapan, … maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.
‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan enam hal yang mendukung dalam hidup bersama …
Selama para bhikkhu baik di depan umum maupun di tempat pribadi memperlihatkan cinta-kasih terhadap sesama teman dalam tindakan jasmani, ucapan dan pikiran,… berbagi dengan sesama teman apa yang mereka terima sebagai pemberian yang benar, termasuk isi dari mangkuk dana mereka, yang tidak mereka simpan untuk diri sendiri, … mempertahankan dengan konsisten, tanpa cacat dan tanpa perubahan peraturan-peraturan disiplin yang tanpa noda, mengarah menuju kebebasan, yang dipuji oleh para bijaksana, tanpa noda dan mendukung konsentrasi, dan mempertahankan bersama teman-teman bhikkhu baik di depan umum maupun di tempat pribadi, … melanjutkan dalam pandangan mulia yang mengarah menuju kebebasan, menuju penghancuran penderitaan sepenuhnya, berdiam dalam kewaspadaan bersama teman-teman para bhikkhu baik di depan umum maupun di tempat pribadi …
Selama para bhikkhu mempertahankan enam hal ini dan terlihat melakukan hal-hal ini, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dan bukan kemunduran.’
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Puncak Hering, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan. Konsentrasi, ketika disertai moralitas, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Kebijaksanaan, ketika disertai konsentrasi, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Pikiran yang disertai kebijaksanaan akan sepenuhnya terbebas dari kekotoran, yaitu, kekotoran indriawi, penjelmaan, pandangan salah dan ketidak-tahuan.’
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Rājagaha selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Ambalaṭṭhika.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu.
Dan Sang Bhagavā menetap di taman kerajaan Ambalaṭṭhika. Dan di sana Beliau membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’
Setelah menetap di Ambalaṭṭhika selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Nāḷandā’, dan mereka melakukannya. Di Nāḷandā Sang Bhagavā menetap di hutan mangga Pāvārika.
Kemudian Yang Mulia Sāriputta datang menghadap Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Jelas bagiku, Bhagavā, bahwa tidak pernah ada, akan ada, atau saat ini ada petapa atau Brahmana lain yang lebih baik atau lebih tercerahkan daripada Sang Bhagavā.’
‘Engkau mengatakannya dengan berani dengan suara seekor banteng, Sāriputta, engkau telah mengaumkan auman singa ketegasan! Bagaimanakah ini? Apakah para Buddha Arahant masa lampau terlihat olehmu, dan apakah pikiran para Bhagavā itu terbuka bagimu, sehingga engkau dapat mengatakan: “Para Bhagavā ini memiliki moralitas demikian, ajaran Mereka demikian, kebijaksanaan Mereka demikian, pembebasan Mereka demikian”?’ ‘Tidak, Bhagavā.’
‘Dan apakah engkau melihat para Buddha Arahant masa depan …?’ ‘Tidak, Bhagavā.’
‘Kalau begitu, Sāriputta, engkau mengenalKu sebagai seorang Buddha Arahant, dan apakah engkau mengetahui: “Sang Bhagavā memiliki moralitas demikian, ajaranNya demikian, kebijaksanaanNya demikian, pembebasanNya demikian”? ‘Tidak, Bhagavā.’
‘Jadi, Sāriputta, engkau tidak memiliki pengetahuan atas pikiran para Buddha masa lampau, masa depan atau masa sekarang. Namun demikian, Sāriputta, Tidakkah engkau telah mengucapkan dengan berani dengan suara seekor banteng dan mengaumkan auman singa ketegasan dengan pernyataanmu?’
‘Bhagavā, pikiran dari para Buddha Arahant masa lampau, masa depan dan masa sekarang tidak terbuka bagiku. Namun aku mengetahui arus Dhamma. Bhagavā, ini seperti sebuah kota di daerah perbatasan yang memiliki benteng yang kuat dan dikelilingi tembok yang kokoh dan hanya memiliki satu gerbang, dan si penjaga gerbang adalah seorang bijaksana, terampil dan cerdas, yang mencegah orang asing dan hanya memperbolehkan orang yang ia kenal untuk memasuki kota. Dan ia, secara konstan berpatroli dan menyusuri sepanjang jalan, dan tidak melihat celah dalam benteng yang, bahkan seekor kucing pun dapat menerobos. Makhluk apapun yang lebih besar yang masuk dan keluar dari kota harus melewati gerbang satu-satunya itu. Dan terlihat olehku, Bhagavā, bahwa arus Dhamma adalah sama. Semua Buddha Arahant masa lampau mencapai penerangan sempurna dengan cara meninggalkan lima rintangan, kekotoran pikiran yang melemahkan pemahaman, setelah dengan kokoh menegakkan empat landasan perhatian dalam pikiran mereka, dan menembus tujuh faktor penerangan sempurna sebagaimana adanya. Semua Buddha masa depan akan melakukan hal yang sama, dan Bhagavā, yang sekarang adalah Arahant, Buddha yang mencapai penerangan sempurna, juga telah melakukan hal sama.’
Kemudian, selagi masih menetap di Nāḷanda, di hutan mangga Pāvārika, Sang Bhagavā membabarkan khotbah terperinci kepada para bhikkhu: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan … (seperti paragraf 12).
Dan setelah menetap di Nāḷanda selama yang Beliau inginkan, Sang Bhagavā berkata kepada Ānanda: ‘Mari kita pergi ke Pāṭaligāma.’ Dan mereka melakukannya.
Di Pāṭaligama orang-orang mendengar bahwa: ‘Sang Bhagavā telah tiba di sini.’ Dan para umat-awam Pāṭaligama datang menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Sudilah Bhagavā menetap di rumah peristirahatan kami!’ Dan Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
Mengetahui penerimaan Beliau, mereka bangkit dari duduk, memberi hormat dan, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, pergi ke rumah peristirahatan, membersihkan lantai, mempersiapkan tempat duduk, menyediakan kendi-kendi air dan mengisi lampu minyak. Kemudian mereka menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat, berdiri di satu sisi: ‘Semuanya telah siap di rumah peristirahatan. Sekarang adalah waktunya bagi Bhagavā untuk melakukan apa yang dianggap baik.’
Kemudian Sang Bhagavā merapikan jubahNya, membawa jubah dan mangkukNya, dan pergi bersama para bhikkhu menuju rumah peristirahatan, di sana Beliau mencuci kakiNya, masuk dan duduk menghadap ke timur, dengan punggungNya bersandar di pilar tengah. Dan para bhikkhu, setelah mencuci kaki mereka, masuk dan duduk dengan punggung bersandar di dinding barat, menghadap ke timur, dan dengan Sang Bhagavā duduk di depan mereka. Dan para umat-awam Pāṭaligāma, setelah mencuci kaki mereka, masuk dan duduk dengan punggung bersandar di dinding timur, menghadap ke barat dan dengan Sang Bhagavā di hadapan mereka.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para umat-awam Pāṭaligāma: ‘Para perumah tangga, ada lima bahaya bagi seseorang yang bermoral buruk, yang gagal dalam moralitas. Apakah lima itu? Pertama-tama, ia akan menderita kehilangan harta-benda karena melalaikan tugas-tugasnya. Ke dua, ia akan mendapatkan reputasi buruk karena moralitas yang buruk dan perbuatan salah. Ke tiga, kelompok apapun yang ia datangi, apakah Khattiya, Brahmana, perumah tangga atau petapa, ia melakukannya dengan perasaan segan dan malu. Ke empat, ia meninggal dunia dalam keadaan bingung. Ke lima, setelah meninggal dunia, saat hancurnya jasmani, ia muncul di alam yang tidak baik, takdir yang buruk, di alam menderita, di neraka. Ini adalah lima bahaya bagi seseorang yang bermoral buruk.
‘Dan, para perumah tangga, ada lima keuntungan dari seseorang yang bermoralitas baik dan yang berhasil dalam moralitas. Apakah lima ini? Pertama, karena penuh perhatian terhadap tugas-tugasnya, ia memperoleh keuntungan dan kekayaan. Ke dua, ia memperoleh reputasi baik karena moralitas dan perbuatan baiknya. Ke tiga, kelompok apapun yang ia datangi, apakah Khattiya, Brahmana, perumah tangga atau petapa, ia melakukannya dengan penuh keyakinan dan penuh percaya diri. Ke empat, ia meninggal dunia dengan tenang dan tidak bingung. Ke lima, setelah meninggal dunia, saat hancurnya jasmani, ia muncul di alam yang baik, di surga. Ini adalah lima keuntungan dari seseorang yang bermoral baik, dan yang berhasil dalam moralitas.
Kemudian Sang Bhagavā memberikan nasihat, memicu semangat dan menggembirakan para umat awam Pāṭaligāma dengan khotbah Dhamma hingga larut malam. Kemudian Beliau membubarkan mereka, dengan berkata: ‘Para perumah tangga, malam hampir berlalu. Sekarang adalah saatnya bagi kalian untuk melakukan apa yang kalian anggap baik.’ ‘Baik, Bhagavā’, mereka menjawab dan, bangkit dari duduk dan memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Beliau dan pergi. Dan Sang Bhagavā melewatkan sisa malam itu di rumah peristirahatan yang kosong setelah kepergian mereka.
Pada saat itu Sunidha dan Vassakāra, para menteri Magadha, sedang membangun benteng di Pāṭaligāma sebagai pertahanan terhadap para Vajji. Dan saat itu ribuan dewa sedang berdiam di Pāṭaligāma. Dan di bagian yang didiami oleh para dewa yang berkekuasaan tinggi, mereka mempengaruhi pikiran para pejabat tinggi kerajaan agar memilih tempat itu sebagai tempat tinggal mereka, dan di bagian yang didiami oleh para dewa yang berkekuasaan menengah dan rendah, mereka juga mempengaruhi pikiran para pejabat kerajaan menengah dan rendah agar memilih tempat itu sebagai tempat tinggal mereka.
Dan Sang Bhagavā, dengan mata-dewaNya yang melampaui mata manusia, melihat ribuan dewa memilih tempat tinggal di Pāṭaligāma. Dan, setelah terjaga di pagi hari, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Ānanda, siapakah yang membangun benteng di Pāṭaligāma?’ ‘Bhagavā, Sunidha dan Vassakāra, para menteri Magadha, sedang membangun benteng sebagai pertahanan terhadap para Vajji.’
‘Ānanda, seolah-olah mereka telah berkonsultasi dengan para Dewa Tiga-Puluh-Tiga, Sunidha dan Vassakāra membangun benteng di Pāṭaligāma. Aku melihat dengan mata-dewaKu bagaimana ribuan dewa memilih tempat tinggal di sini … (seperti paragraf 26). Ānanda, sejauh luasnya alam para Ariya, sejauh luasnya perdagangan dalam suatu kota, ini akan menjadi kota utama, Pāṭaliputta, menebarkan benihnya jauh dan luas. Dan Pāṭaliputta akan menghadapi tiga bahaya: dari api, dari air dan dari perselisihan internal.’
Kemudian Sunidha dan Vassakāra mengunjungi Sang Bhagavā, dan setelah saling bertukar sapa, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Sudilah Yang Mulia Gotama menerima makanan dari kami besok bersama para bhikkhu!’ Dan Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
Mengetahui penerimaan Beliau, Sunidha dan Vassakāra pulang dan mempersiapkan makanan keras dan lunak. Ketika persiapan selesai, mereka memberitahu Sang Bhagavā: ‘Yang Mulia Gotama, makanan telah siap.’ Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubahNya di pagi hari, mengambil jubah dan mangkukNya, pergi bersama para bhikkhu menuju tempat kediaman Sunidha dan Vassakāra, dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian Sunidha dan Vassakāra melayani Sang Buddha dan para bhikkhu dengan berbagai pilihan makanan keras dan lunak hingga mereka puas. Dan ketika Sang Bhagavā menarik tanganNya dari mangkuk, mereka duduk di bangku kecil di satu sisi.
Dan setelah mereka duduk, Sang Buddha mengucapkan terima kasih kepada mereka dalam syair berikut ini:
‘Di tempat manapun para bijaksana bertempat tinggal,
Ia harus memberi makanan kepada para pemimpin kehidupan suci yang berbudi.
Para dewa di sana yang memberitakan persembahan ini,
Mereka akan menghormatinya untuk hal ini.
Mereka menjaganya seperti seorang ibu terhadap puteranya,
Dan ia yang dijaga oleh para dewa akan berbahagia selamanya.’
Kemudian Sang Bhagavā bangkit dari dudukNya dan pergi.
Sunidha dan Vassakāra mengikuti persis di belakang Sang Bhagavā, dan berkata: ‘Gerbang manapun yang dilalui oleh Petapa Gotama hari ini, gerbang itu akan dinamai Gerbang Gotama, dan pelabuhan manapun yang Beliau gunakan untuk menyeberangi Sungai Gangga, pelabuhan itu akan dinamai Pelabuhan Gotama.’ Dan demikianlah gerbang yang dilalui Sang Bhagavā untuk keluar dinamai Gerbang Gotama.
Dan kemudian Sang Bhagavā sampai di Sungai Gangga. Dan saat itu, Sungai Gangga sedang meluap hingga seekor burung gagak dapat meminum airnya. Dan beberapa orang sedang mencari perahu, dan beberapa sedang mencari rakit, dan beberapa sedang mengikat sebuah rakit untuk menyeberang ke tepi seberang. Tetapi Sang Bhagavā, secepat seorang kuat dapat merentangkan tangannya atau melipatnya lagi, lenyap dari tepi sebelah sini Sungai Gangga dan muncul kembali di tepi seberang bersama para bhikkhu.
Dan Sang Bhagavā melihat orang-orang itu yang sedang mencari perahu, mencari rakit, dan mengikat rakit untuk menyeberang ke tepi seberang. Dan mengetahui maksud mereka, Beliau mengucapkan syair berikut ini di tempat itu:
‘Ketika mereka ingin menyeberangi lautan, danau atau kolam,
Orang-orang membuat jembatan atau rakit—Sang Bijaksana telah sampai di seberang.’
Akhir dari bagian pembacaan pertama
Sang Bhagavā berkata kepada Ānanda: ‘Mari kita pergi ke Koṭigāma.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama para bhikkhu menuju Koṭigāma, dan menetap di sana.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Para bhikkhu, adalah karena tidak memahami, tidak menembus Empat Kebenaran Mulia maka Aku dan juga kalian sejak lama berlari dan berputar dalam lingkaran kelahiran-dan-kematian. Apakah itu? Karena tidak memahami Kebenaran Mulia Penderitaan kita telah mengembara, karena tidak memahami Kebenaran Mulia Asal-mula Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan maka kita telah mengembara dalam lingkaran kelahiran-dan-kematian. Dan dengan pemahaman, penembusan terhadap Kebenaran Mulia Penderitaan, Asal-mula Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan, maka keinginan akan penjelmaan telah terpotong, dukungan terhadap penjelmaan telah dihancurkan, tidak ada lagi penjelmaan kembali.’
Sang Bhagavā setelah mengatakan ini, Yang Sempurna menempuh Sang Jalan setelah berbicara, Sang Guru mengatakan:
‘Tidak melihat Empat Kebenaran Mulia seperti apa adanya,
Setelah lama melintasi lingkaran kehidupan demi kehidupan,
Hal ini telah terlihat, pendukung penjelmaan tercabut,
Akar penderitaan terpotong, kelahiran kembali telah selesai.’
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Koṭigāma, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan. Konsentrasi, ketika disertai moralitas, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Kebijaksanaan, ketika disertai konsentrasi, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Pikiran yang disertai kebijaksanaan akan sepenuhnya terbebas dari kekotoran, yaitu, kekotoran indriawi, penjelmaan, pandangan salah dan ketidak-tahuan.’
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Koṭigāma selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Nādikā.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Nādikā, dimana Beliau menetap di Rumah Bata.
Dan Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Bhagavā, Bhikkhu Sāḷha dan Bhikkhunī Nandā telah meninggal dunia di Nādikā. Kelahiran kembali di manakah yang terjadi setelah kematian mereka? , umat-awam laki-laki Sudatta dan umat-awam perempuan Sujātā, umat-awam Kakudha, Kālinga, Nikaṭa, Kaṭissabha, Tuṭṭha, Santuṭṭha, Bhadda dan Subhadda semuanya telah meninggal dunia di Nādikā. Di manakah mereka terlahir kembali?’
‘Ānanda, Bhikkhu Sāḷha, setelah menghancurkan kekotoran-kekotoran, dalam kehidupan ini mencapai, melalui pengetahuan-super-nya sendiri, kebebasan pikiran yang tanpa kekotoran, kebebasan melalui kebijaksanaan. Bhikkhunī Nandā, dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan akan mencapai Nibbāna dari sana tanpa kembali ke alam ini. Umat-awam laki-laki Sudatta, dengan hancurnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian dan delusi, adalah seorang Yang-Kembali-Sekali yang akan kembali sekali lagi ke alam ini, dan kemudian mengakhiri penderitaan. Umat-awam perempuan Sujātā, dengan hancurnya tiga belenggu, adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin lagi jatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna. Umat-awam Kakudha, dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan akan mencapai Nibbāna dari sana tanpa kembali ke alam ini. Demikian pula dengan Kālinga, Nikaṭa, Kaṭissabha, Tuṭṭha, Santuṭṭha, Bhadda dan Subhadda.
Ānanda, di Nādikā lebih dari lima puluh umat-awam yang dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan akan mencapai Nibbāna dari sana tanpa kembali ke alam ini. Dan lebih dari sembilan puluh, yang dengan hancurnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian dan delusi, adalah seorang Yang-Kembali-Sekali yang akan kembali sekali lagi ke alam ini, dan kemudian mengakhiri penderitaan. Dan lebih dari lima ratus, yang dengan hancurnya tiga belenggu, adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin lagi jatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna.
‘Ānanda, bukanlah hal yang luar biasa bahwa seseorang yang hidup meninggal dunia. Tetapi bahwa jika engkau harus datang menemui Sang Tathāgata untuk menanyakan takdir dari setiap orang yang meninggal dunia, itu akan sangat melelahkan Sang Tathāgata. Oleh karena itu, Ānanda, Aku akan mengajarkan engkau cara untuk mengetahui Dhamma, yang disebut Cermin Dhamma, yang dengannya seorang siswa Ariya, jika ia menginginkan, dapat melihat sendiri: “Aku telah menghancurkan neraka, kelahiran-kembali sebagai binatang, alam setan, semua kejatuhan, takdir buruk dan kondisi menderita. Aku adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin terjatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna.”
‘Dan apakah Cermin Dhamma yang dengannya ia dapat mengetahui hal ini? Di sini Ānanda, siswa Ariya ini memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Buddha sebagai berikut:
“Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, telah menempuh Sang Jalan dengan sempurna, Pengenal seluruh alam, Penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Suci.”
Ia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Dhamma, sebagai berikut:
“Dhamma telah diajarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, terlihat di sini dan saat ini, tanpa batas waktu, mengundang untuk diselidiki, mengarah menuju kemajuan, untuk dipahami oleh para bijaksana untuk dirinya sendiri.”
Ia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Sangha, sebagai berikut:
“Sangha, siswa Sang Bhagavā, terarah baik, berperilaku lurus, berada di jalan yang benar, berada di jalan yang sempurna; yaitu empat pasang individu, delapan jenis manusia. Sangha, siswa Sang Bhagavā layak menerima persembahan, layak menerima keramahan, layak menerima pemberian, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.
Dan ia memiliki moralitas yang disukai oleh Para Mulia, tidak rusak, tanpa cacat, tanda noda, tidak saling bertentangan, membebaskan, tidak kotor, dan mendukung konsentrasi.
‘Ini, Ānanda, adalah Cermin Dhamma, yang dengannya seorang Siswa Ariya … dapat melihat sendiri: “Aku telah menghancurkan neraka … Aku adalah seorang Pemenang-Arus, … pasti mencapai Nibbāna.” (seperti paragraf 8)
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Rumah Bata, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’ (seperti paragraf 2.4)
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Nādikā selama yang Beliau inginkan, … Beliau pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Vesālī di mana Beliau menetap di hutan Ambapālī.
Dan di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, seorang bhikkhu harus penuh perhatian dan berkesadaran jernih, ini adalah tuntutan kami kepada kalian!
‘Dan bagaimanakah seorang bhikkhu penuh perhatian? Di sini seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, sadar jernih, penuh perhatian setelah menyingkirkan segala kerinduan dan kegelisahan terhadap dunia, dan demikian pula sehubungan dengan perasaan, pikiran dan objek-objek pikiran. Demikianlah seorang bhikkhu penuh perhatian.
‘Dan bagaimanakah seorang bhikkhu berkesadaran jernih? Di sini, seorang bhikkhu, ketika berjalan maju atau mundur, sadar atas apa yang ia lakukan; ketika melihat ke depan atau ke belakang ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika membungkuk dan menegakkan badan ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika membawa jubah dalam dan jubah luar dan mangkuknya ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika makan, minum, mengunyah dan menelan ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika buang air ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika berjalan, berdiri, duduk atau berbaring, ketika terjaga, ketika berbicara atau ketika berdiam diri, ia sadar atas apa yang ia lakukan. Demikianlah seorang bhikkhu berkesadaran jernih. Seorang bhikkhu harus penuh perhatian dan berkesadaran jernih, ini adalah tuntutan kami kepada kalian!’
Saat itu Ambapālī si pelacur mendengar bahwa Sang Bhagavā telah tiba di Vesālī dan sedang menetap di hutan mangga miliknya. Ia mempersiapkan kereta terbaiknya dan berkendara dari Vesālī menuju hutannya. Ia berkendara sejauh yang dimungkinkan, kemudian turun dan melanjutkan dengan berjalan kaki ke tempat di mana Sang Bhagavā berada. Ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi, dan saat ia duduk, Sang Bhagavā memberikan nasihat, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma. Dan karena gembira, Ambapālī berkata: “Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima makanan dariku besok bersama para bhikkhu!’ Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri, dan Ambapālī, setelah memahami penerimaan Beliau, bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan, berbalik dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.
Dan para Licchavi dari Vesālī mendengar bahwa Sang Bhagavā telah tiba di Vesālī dan sedang menetap di hutan Ambapālī. Maka mereka mempersiapkan kereta terbaik dan berkendara keluar dari Vesālī. Dan beberapa Licchavi muda berpakaian biru, dengan kosmetik biru, baju biru dan perhiasan biru, sedangkan beberapa lainnya berpakaian kuning, beberapa berpakaian merah, dan beberapa berpakaian putih, dengan kosmetik putih, baju putih dan perhiasan putih.
Dan Ambapālī bertemu dengan para Licchavi muda itu, kereta mereka bersinggungan, sumbu roda bertemu sumbu roda, roda bertemu roda, gandar bertemu gandar. Dan mereka berkata kepadanya: ‘Ambapālī, mengapa engkau berkendara menyerempet kami seperti ini?’ ‘Karena, tuan-tuan muda, Sang Bhagavā telah diundang olehku untuk makan bersama para bhikkhu.’
‘Ambapālī, lepaskanlah persembahan makanan itu untuk seratus ribu keping! ‘Tuan-tuan muda, jika engkau memberikan seluruh Vesālī bersama penghasilannya aku tetap tidak akan melepaskan persembahan makan yang penting ini!’
Kemudian para Licchavi menjentikkan jarinya dan berkata: ‘Kita telah dikalahkan oleh perempuan-mangga ini, kita telah ditipu oleh perempuan-mangga ini!’ Dan mereka melanjutkan perjalanan menuju hutan Ambapālī.
Dan Sang Bhagavā, setelah melihat para Licchavi dari jauh, berkata: ‘Para bhikkhu, siapa yang belum pernah melihat para Dewa Tiga-Puluh-Tiga, perhatikanlah para prajurit Licchavi ini! Perhatikanlah mereka baik-baik, dan kalian akan mendapatkan gambaran akan para Dewa Tiga-Puluh-Tiga!’
Kemudian para Licchavī mengendarai kereta mereka sejauh yang dimungkinkan, kemudian mereka turun dari kereta dan melanjutkan dengan berjalan kaki ke tempat di mana Sang Bhagavā berada, memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi. Dan saat mereka duduk, Sang Bhagavā memberikan nasihat, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan karena gembira, mereka berkata: ’Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima makanan dari kami besok bersama para bhikkhu!’
‘Tetapi, Licchavi, Aku telah menerima undangan makanan besok dari pelacur Ambapālī!’
Kemudian para Licchavi menjentikkan jarinya dan berkata: ‘Kita telah dikalahkan oleh perempuan-mangga ini, kita telah ditipu oleh perempuan-mangga ini!’ kemudian, dengan senang dan gembira mendengar khotbah Beliau, mereka bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan, berbalik dengan sisi kanan mereka menghadap Beliau, dan pergi.
Dan Ambapālī, ketika malam hampir berlalu, setelah mempersiapkan berbagai pilihan makanan keras dan lunak di rumahnya, mengumumkan kepada Sang Bhagavā bahwa makanan telah siap. Setelah merapikan jubah dan membawa jubah serta mangkukNya, Sang Bhagavā pergi bersama para bhikkhu menuju kediaman Ambapālī dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Dan ia melayani Sang Buddha dan para bhikkhu dengan berbagai pilihan makanan keras dan lunak hingga mereka puas. Dan ketika Sang Bhagavā telah menarik tanganNya dari mangkuk, Ambapālī mengambil bangku kecil dan duduk di satu sisi. Setelah duduk, ia berkata: ‘Bhagavā, aku mempersembahkan taman ini kepada para bhikkhu yang dipimpin oleh Bhagavā.’ Sang Bhagavā menerima taman itu, dan kemudian Beliau menasihati, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma, setelah itu Beliau bangkit dari dudukNya dan pergi.
Dan kemudian, selagi berada di Vesālī, Sang Bhagavā membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’ (seperti paragraf 2.4)
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di hutan Ambapālī selama yang Beliau inginkan, Beliau pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Desa Beluva dan menetap di sana.
Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Kalian, para bhikkhu, harus pergi ke seluruh penjuru Vesālī di mana kalian memiliki teman-teman atau kenalan atau penyokong, dan melewatkan musim hujan di sana. Aku akan melewatkan musim hujan di sini, di Beluva. ‘Baiklah, Bhagavā’, jawab para bhikkhu, dan mereka melakukan demikian, dan Sang Bhagavā melewatkan musim hujan di Beluva.
Dan selama musim hujan Sang Bhagavā diserang oleh penyakit parah, dengan kesakitan yang sangat hebat seolah-olah Beliau akan meninggal dunia. Namun Beliau menahankan semua ini dengan penuh perhatian, sadar jernih dan tanpa mengeluh. Beliau berpikir: ‘Tidaklah tepat jika Aku mencapai Nibbāna akhir tanpa menasihati para pengikutKu dan berpamitan dengan para bhikkhu. Aku harus menahankan penyakit ini agar terkendali dan mengerahkan diriKu untuk mempertahankan kehidupan.’ Beliau melakukan hal itu, dan penyakit itu mereda.
Kemudian, Sang Bhagavā, setelah sembuh dari penyakitNya, segera setelah Beliau merasa lebih baik, pergi keluar dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan di depan tempat kediamanNya. Kemudian Yang Mulia Ānanda datang menghadap Beliau, memberi hormat, duduk di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, aku telah melihat Sang Bhagavā dalam keadaan sehat, dan aku telah melihat Sang Bhagavā yang sabar dalam menahankan. Dan, Bhagavā, tubuhku seperti tubuh pemabuk. Aku kehilangan sokonganku dan segala sesuatu menjadi tidak jelas bagiku karena Bhagavā sakit. Satu-satunya yang menenangkanku adalah pikiran bahwa: “Bhagavā tidak akan mencapai Nibbāna akhir hingga Beliau memberikan pernyataan sehubungan dengan perkumpulan para bhikkhu.”’
‘Tetapi, Ānanda, apakah yang diharapkan oleh perkumpulan para bhikkhu dariKu? Aku telah mengajarkan Dhamma, Ānanda, tidak membedakan “ajaran dalam” dan “ajaran luar”: Tathāgata tidak memiliki “genggaman sang guru” dalam hal ajaran-ajaran. Jika ada yang berpikir: “Aku akan mengubah perkumpulan para bhikkhu”, atau “Perkumpulan para bhikkhu harus menurutiku”, biarlah ia membuat pernyataan sehubungan dengan perkumpulan para bhikkhu, tetapi Tathāgata tidak berpikir demikian. Jadi mengapa Tathāgata harus memberikan pernyataan sehubungan dengan para bhikkhu?
‘Ānanda, Aku sudah tua, usang, dimuliakan, seorang yang telah melintasi jalan kehidupan, telah mencapai akhir kehidupan, yang adalah delapan puluh tahun. Bagaikan sebuah kereta tua yang dapat dijalankan dengan cara diikat dengan tali, demikian pula tubuh Sang Tathāgata dapat terus hidup dengan cara diikat. Hanya ketika Sang Tathāgata menarik perhatianNya dari gambaran-gambaran luar, dan dengan lenyapnya perasaan-perasaan tertentu, memasuki konsentrasi pikiran tanpa gambaran, maka tubuhNya terasa sehat.
‘Oleh karena itu, Ānanda, engkau harus hidup bagaikan pulau bagi dirimu sendiri, menjadi pelindungmu sendiri, tidak berlindung pada orang lain, dengan Dhamma sebagai pulau, dengan Dhamma sebagai pelindungmu, tidak ada perlindungan lain. Dan bagaimanakah seorang bhikkhu hidup sebagai pulau bagi diri sendiri, … tidak ada perlindungan lain? Di sini, Ānanda, seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, sadar jernih, penuh perhatian setelah menyingkirkan segala kerinduan dan kegelisahan terhadap dunia, dan demikian pula sehubungan dengan perasaan, pikiran dan objek-objek pikiran. Itu, Ānanda, adalah bagaimana seorang bhikkhu hidup sebagai pulau bagi dirinya sendiri, … tidak ada perlindungan lain. Dan mereka yang hidup saat ini pada masaKu atau setelahnya menjalani kehidupan demikian, mereka akan menjadi yang tertinggi, jika mereka ingin belajar.’
Akhir dari bagian pembacaan ke dua
Kemudian Sang Bhagavā, setelah bangun pagi, merapikan jubah, mengambil jubah dan mangkukNya, dan memasuki Vesālī untuk menerima dana makanan. Setelah makan sekembalinya dari menerima dana makanan, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Bawa alas duduk, Ānanda. Kita akan pergi ke Altar Cāpāla untuk beristirahat siang.’ ‘Baik, Bhagavā,’ jawab Ānanda, dan, mengambil alas duduk, ia mengikuti di belakang.
Kemudian Sang Bhagavā sampai di Altar Cāpāla, dan duduk di tempat yang dipersiapkan. Ānanda memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi, dan Sang Bhagava berkata: ‘Ānanda, Vesālī sungguh indah, Kuil Udena sungguh indah, Kuil Gotamaka sungguh indah, Kuil Sattambaka sungguh indah, Kuil Bahuputta sungguh indah, Kuil Cāpāla sungguh indah.
‘Ānanda, siapapun yang mengembangkan empat jalan menuju kekuatan, sering melatihnya, menjadikannya kendaraan, menjadikannya landasan, mengokohkannya, menjadi terbiasa dengannya dan melaksanakannya dengan benar, tidak diragukan dapat hidup selama satu abad atau hingga akhir dari abad tersebut. Tathāgata telah mengembangkan kekuatan-kekuatan ini … melaksanakannya dengan benar. Dan Beliau dapat, Ānanda, tidak diragukan, hidup selama satu abad, atau hingga akhir dari abad tersebut.’
Tetapi Yang Mulia Ānanda, karena tidak mampu menangkap petunjuk jelas ini, isyarat jelas ini, tidak memohon kepada Sang Bhagavā dengan mengatakan: ‘Bhagavā, sudilah Bhagavā hidup selama satu abad, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang Jalan tinggal selama satu abad demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih terhadap dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia’, demikianlah pikirannya dikuasai oleh Māra.
Dan untuk kedua kalinya …, dan ketiga kalinya … (seperti paragraf 3-4)
Kemudian Sang Bhagavā berkata: ‘Ānanda, pergilah, dan lakukanlah apa yang menurutmu baik.’ ‘Baik, Bhagavā’, Ānanda menjawab dan, bangkit dari duduknya. Ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā dan duduk di bawah sebatang pohon yang agak jauh.
Segera setelah Ānanda pergi, Māra si jahat mendatangi Sang Bhagavā, berdiri di satu sisi, dan berkata: ‘Bhagavā, sudilah Sang Bhagavāmencapai Nibbāna akhir sekarang, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang jalan mencapai Nibbāna akhirsekarang. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir. Karena Bhagavā pernah berkata: “Yang Jahat, Aku tidak akan mencapai Nibbāna akhir hingga Aku memiliki para bhikkhu dan para siswa yang sempurna, terlatih, terampil, menguasai Dhamma, terlatih dalam keselarasan dengan Dhamma, terlatih dengan benar dan berjalan di jalan Dhamma, yang akan meneruskan dari apa yang telah mereka terima dari Guru mereka, mengajarkan, menyatakan, mengokohkan, membabarkan, menganalisa, menjelaskan; hingga mereka mampu menggunakan Dhamma untuk membantah ajaran-ajaran salah yang telah muncul, dan mengajarkan Dhamma yang memiliki hasil yang menakjubkan.”
‘Dan sekarang, Sang Bhagavā telah memiliki para bhikkhu dan siswa demikian. sudilah Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhirsekarang, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang jalan mencapai Nibbāna akhirsekarang. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir. Dan Bhagavā pernah berkata: “Yang Jahat, Aku tidak akan mencapai Nibbàna akhir hingga Aku memiliki para bhikkhunī dan para siswa perempuan yang sempurna, … hingga Aku memiliki pengikut-awam laki-laki, … hingga Aku memiliki pengikut-awam perempuan … “ (seperti paragraf 7). Sudilah Bhagavā sekarang mencapai Nibbāna akhir … Dan Sang Bhagavā menjawab: “Yang Jahat, Aku tidak akan mencapai Nibbāna akhir sampai kehidupan suci ini mantap dan berkembang, menyebar, dikenal di segala penjuru, diajarkan dengan baik di antara umat manusia dimana-mana.” Dan semua ini telah terjadi. sudilah Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhirsekarang, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang jalan mencapai Nibbāna akhirsekarang. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir.’
Mendengar kata-kata ini Sang Bhagavā berkata kepada Māra: ‘Engkau tidak perlu khawatir, Yang Jahat. Nibbāna akhir Sang Tathāgata tidak akan lama lagi. Tiga bulan dari sekarang, Sang Tathāgata akan mencapai Nibbāna akhir.’
Demikianlah Sang Bhagavā, di Kuil Cāpāla, dengan penuh perhatian dan kesadaran penuh melepaskan prinsip-kehidupan, dan ketika ini dilakukan, terjadi gempa bumi dahsyat, mengerikan, menakutkan dan disertai guruh. Dan ketika Sang Bhagavā melihat hal ini Beliau mengucapkan syair berikut:
‘Kasar atau halus, segalanya dilepaskan oleh sang bijaksana.
Damai, tenang, ia memecahkan cangkang penjelmaan.’
Dan Yang Mulia Ānanda berpikir: ‘Sungguh menakjubkan, sungguh indah, betapa dahsyatnya gempa ini, gempa bumi yang mengerikan, menakutkan dan menegakkan bulu badan, disertai guruh! Apakah yang menyebabkan hal ini?’
Ia mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan menanyakan pertanyaan itu.
‘Ānanda, ada delapan alasan, delapan penyebab terjadinya gempa bumi dahsyat. Bumi ini terletak di atas air, air di atas angin, angin di atas ruang. Dan ketika angin kencang berhembus, hal ini akan mengaduk air, dan karena air teraduk, bumi bergetar. Ini adalah alasan pertama.
‘Kedua, ada petapa atau Brahmana yang telah mengembangkan kekuatan batin, atau dewa yang sakti dan berkuasa yang kesadaran-tanah-nya lemah dan kesadaran-air-nya tidak terukur, dan ia membuat bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan kedua.
‘Kemudian, ketika seorang Bodhisatta turun dari surga Tusita, penuh perhatian dan berkesadaran jernih, dan masuk ke dalam rahim ibuNya, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan ke tiga.
‘Kemudian, ketika seorang Bodhisatta keluar dari rahim ibuNya, penuh perhatian dan berkesadaran jernih, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan keempat.
‘Kemudian, ketika Sang Tathāgata mencapai penerangan sempurna yang tanpa bandingnya, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan kelima.
‘Kemudian, ketika Sang Tathāgata memutar Roda Dhamma, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan keenam.
‘Kemudian, ketika Sang Tathāgata, dengan penuh perhatian, dan dengan kesadaran jernih, melepaskan prinsip-kehidupan, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan ketujuh.
‘Kemudian, ketika Sang Tathāgata mencapai unsur Nibbāna tanpa sisa, kemudian bumi ini bergoyang dan bergetar dan berguncang keras. Ini adalah alasan kedelapan.
Semua ini, Ānanda, adalah delapan alasan, delapan penyebab bagi terjadinya gempa bumi dahsyat.
‘Ānanda, ada delapan [jenis] kelompok ini. Apakah delapan ini? Kelompok Khattiya, kelompok Brahmana, kelompok perumah tangga, kelompok petapa, kelompok para dewa dari alam Empat Raja Dewa, kelompok para dewa dari alam Dewa Tiga-Puluh-Tiga, kelompok māra, kelompok Brahmā.
‘Aku ingat dengan baik, Ānanda, ratusan kelompok Khattiya yang Kutemui, dan sebelum Aku duduk bersama mereka atau bergabung dalam pembicaraan mereka, Aku meniru penampilan dan gaya bahasa mereka, apa pun itu. Dan Aku menasihati, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma. Dan sewaktu Aku berbicara kepada mereka, mereka tidak mengenaliKu dan bertanya-tanya: “Siapakah ini yang berbicara seperti ini—dewa atau manusia?” Dan setelah menasihati mereka demikian, Aku menghilang, dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang—apakah Ia adalah dewa atau manusia?”
‘Aku ingat dengan baik ratusan kelompok Brahmana, perumah tangga, pertapa, para dewa dari alam Empat Raja Dewa, para dewa dari alam Tiga-Puluh-Tiga Dewa, māra, Brahmā … dan mereka masih tidak mengenali: “Ia yang baru saja menghilang—apakah Ia adalah dewa atau manusia?” Itu, Ānanda, adalah delapan kelompok.
‘Ānanda, ada delapan tingkat penguasaan. Apakah itu?
‘Mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal, terbatas dan berpenampilan baik atau berpenampilan buruk, dan dalam menguasai hal-hal ini, ia menyadari bahwa ia mengetahui dan melihat bentuk-bentuk itu. Ini adalah tingkat pertama.
‘Mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal, tidak terbatas dan berpenampilan baik atau berpenampilan buruk… (seperti paragraf 25). Ini adalah tingkat kedua.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal, terbatas dan berpenampilan baik atau berpenampilan buruk… (seperti paragraf 25). Ini adalah tingkat ketiga.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal, tidak terbatas dan berpenampilan baik atau berpenampilan buruk, dan dalam menguasai hal-hal ini, ia menyadari bahwa ia mengetahui dan melihat bentuk-bentuk itu. Ini adalah tingkat keempat.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal yang biru, berwarna biru, berkilauan biru. Bagaikan bunga rami yang biru, berwarna biru, berkilauan biru, atau kain halus dari Benares yang kedua sisinya biru, … demikianlah seseorang mempersepsikanbentuk-bentuk eksternal yang biru, …dan dalam menguasai hal-hal ini, ia menyadari bahwa ia mengetahui dan melihat bentuk-bentuk itu. Ini adalah tingkat kelima.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal yang kuning, berwarna kuning …Bagaikan bunga kaṇṇikāra kuning, …atau kain halus dari Benares berwarna kuning, demikianlah seseorang memperhatikan bentuk-bentuk eksternal yang kuning … Ini adalah tingkat keenam.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal yang merah … Bagaikan bunga sepatu merah, … atau kain halus dari Benares berwarna merah,… demikianlah seseorang memperhatikan bentuk-bentuk eksternal yang merah … Ini adalah tingkat ketujuh.
‘Tidak mempersepsikanbentuk-bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk-bentuk eksternal yang putih, berwarna putih, berkilauan putih, bagaikan bintang pagi Osadhi putih, … atau kain halus dari Benares yang kedua sisinya berwarna putih … demikianlah seseorang memperhatikan bentuk-bentuk eksternal yang putih, … dan dalam menguasai hal-hal ini, ia menyadari bahwa ia mengetahui dan melihat bentuk-bentuk itu. Ini adalah tingkat kedelapan. Ini, Ānanda, adalah delapan tingkat penguasaan.
‘Ada, Ānanda, delapan kebebasan ini. Apakah itu?
Dengan memiliki bentuk, seseorang melihat bentuk-bentuk. Ini adalah yang pertama.
Tidak memperhatikan bentuk materi dalam dirinya, ia melihatnya di luar diri. Ini adalah yang kedua.
Berpikir: “Ini indah”, ia terpusat padanya. Ini adalah yang ketiga.
Dengan sepenuhnya melampaui semua persepsi materi, … berpikir: “Ruang adalah tanpa batas”, ia masuk dan berdiam dalam Alam Ruang Tanpa Batas. Ini adalah yang keempat.
Dengan melampaui Alam Ruang Tanpa Batas, berpikir: “Kesadaran adalah tanpa batas”, ia masuk dan berdiam dalam Alam Kesadaran Tanpa Batas. Ini adalah yang kelima.
Dengan melampaui Alam Kesadaran Tanpa Batas, berpikir: “Tidak ada apa-apa”, ia masuk dan berdiam dalam Alam Kekosongan. Ini adalah yang ke enam.
Dengan melampaui Alam Kekosongan, ia mencapai dan berdiam dalam Alam Bukan Persepsi Juga Bukan Bukan-Persepsi. Ini adalah yang ketujuh.
Dengan melampaui Alam Bukan Persepsi Juga Bukan Bukan-Persepsi, ia masuk dan berdiam dalam Lenyapnya Persepsi dan Perasaan. Ini adalah kebebasan ke delapan. (seperti Sutta 15, paragraf 35).
‘Ānanda, suatu ketika Aku menetap di Uruvela di tepi Sungai Nerañjarā, di bawah pohon Banyan Penggembala kambing, ketika Aku baru saja mencapai penerangan sempurna. Dan Māra si Jahat mendatangiKu, berdiri di satu sisi, dan berkata: “Sudilah Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhirsekarang, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang jalan mencapai Nibbāna akhirsekarang. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir.”
‘Mendengar kata-kata ini Aku berkata kepada Māra: “Yang Jahat, Aku tidak akan mencapai Nibbāna akhir hingga Aku memiliki para bhikkhu dan para siswa yang sempurna, terlatih, terpelajar, menguasai Dhamma, … (seperti paragraf 7), hingga Aku memiliki bhikkhunī-bhikkhunī …, umat-awam laki-laki, umat-awam perempuan yang akan … mengajarkan Dhamma yang memiliki hasil yang menakjubkan. Aku tidak akan mencapai Nibbāna akhir sampai kehidupan suci ini mantap dan berkembang, menyebar, dikenal di segala penjuru, diajarkan dengan baik di antara umat manusia dimana-mana.”
‘Dan baru tadi, Ānanda, di AltarCāpāla, Māra mendatangiKu, berdiri di satu sisi dan berkata: “Bhagavā, sudilah Sang Bhagavāmencapai Nibbāna akhirsekarang, …. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai Nibbāna akhir.”
‘Dan Aku berkata: “Engkau tidak perlu khawatir, Yang Jahat. Tiga bulan dari sekarang, Sang Tathāgata akan mencapai Nibbāna akhir.” Jadi sekarang, hari ini, Ānanda, di Kuil Cāpāla, Sang Tathāgata telah dengan penuh perhatian dan penuh kesadaran melepaskan prinsip-kehidupan.’
Mendengar kata-kata ini, Yang Mulia Ānanda berkata: ‘Bhagavā, sudilah Bhagavā hidup selama satu abad, sudilah Yang Sempurna menempuh Sang Jalan tinggal selama satu abad demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih terhadap dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia!’ ‘Cukup, Ānanda! Jangan memohon kepada Sang Tathāgata, ini bukan waktunya untuk melakukan hal itu!’
Dan untuk kedua kali dan ketiga kalinya Yang Mulia Ānanda mengajukan permohonan yang sama.
‘Ānanda, apakah engkau memiliki keyakinan atas penerangan sempurna Sang Tathāgata?’ ‘Tentu saja, Bhagavā.’
‘Kalau begitu mengapa engkau mengganggu Sang Tathāgata dengan permohonanmu sampai tiga kali?’
‘Tetapi Bhagavā, Aku telah mendengar dari mulut Bhagavā sendiri, aku memahami dari mulut Bhagavā sendiri: “Siapapun yang telah mengembangkan empat jalan menuju kekuatan … tidak diragukan dapat hidup selama satu abad, atau hingga akhir abad teresebut.”’
‘Apakah engkau memiliki keyakinan, Ānanda?’ ‘Tentu saja, Bhagavā.’
‘Maka, Ānanda, itu adalah kesalahanmu, itu adalah kegagalanmu bahwa, setelah diberi petunjuk jelas, isyarat yang jelas oleh Sang Tathāgata, engkau tidak memahami dan tidak memohon agar Sang Tathāgata hidup selama satu abad … Jika, Ānanda, engkau memohon kepadaKu, Sang Tathāgata akan menolak sebanyak dua kali, tetapi pada ketiga kalinya Aku akan menyetujui. Oleh karena itu Ānanda, itu adalah kesalahanmu, itu adalah kegagalanmu.
‘Suatu ketika, Ānanda, Aku sedang menetap di Rājagaha, di Puncak Hering, dan di sana Aku berkata: “Ānanda, Rājagaha sungguh indah, Puncak Heringsungguh indah. Siapapun yang mengembangkan empat jalan menuju kekuatan … tidak diragukan dapat hidup selama satu abad …” (seperti paragraf 3). Tetapi engkau, Ānanda, meskipun telah mendapatkan petunjuk jelas tidak memahami dan tidak memohon agar Sang Tathāgata hidup selama satu abad …
‘Suatu ketika, Aku sedang menetap di Rājagaha di taman Banyan …, di Tebing Perampok …, di Gua Satapaṇṇi di lereng Gunung Vebhāra …, di Batu Hitamdi lereng Gunung Isigili …, di tepi Kolam Ular di Hutan Sejuk …, di Taman Tapodā …, di Taman Suaka Tupai di Veḷuvana …, di hutan mangga Jīvaka …, dan juga di Rājagaha di taman-rusa Maddakucchi.
‘Di semua tempat itu Aku berkata kepadamu: “Ānanda, tempat ini sungguh indah …”
‘Siapapun yang telah mengembangkan empat jalan menuju kekuatan … tidak diragukan dapat hidup selama satu abad …” (seperti paragraf 3).
‘Suatu ketika Aku sedang menetap di AltarUdena …
‘Suatu ketika Aku sedang menetap di AltarGotamaka …, di AltarSattambaka …, di AltarBahuputta …, di AltarSārandada …
‘Dan sekarang, hari ini di AltarCāpāla Aku berkata: “Tempat-tempat ini sungguh indah. Ānanda, Siapapun yang telah mengembangkan empat jalan menuju kekuatan … tidak diragukan dapat hidup selama satu abad, atau hingga akhir dari abad tersebut. Sang Tathāgata telah mengembangkan kekuatan-kekuatan ini … dan Beliau dapat, Ānanda, tidak diragukan hidup selama satu abad, atau hingga akhir dari abad tersebut.”
‘Namun engkau, Ānanda, karena gagal menangkap petunjuk jelas ini, isyarat jelas ini, tidak memohon kepada Sang Tathāgata agar hidup selama satu abad. Jika, Ānanda, engkau memohon kepadaKu, Sang Tathāgata akan menolak sebanyak dua kali, tetapi pada ketiga kalinya Aku akan menyetujui.
‘Ānanda, tidakkah Aku telah mengatakan sebelumnya: Segala sesuatu yang kita sayangi dan menyenangkan bagi kita pasti akan mengalami perubahan, berpisah dan berganti? Jadi bagaimana mungkin? Apapun yang dilahirkan, menjelma, tersusun, pasti mengalami kerusakan—bahwa ini tidak akan menjadi rusak adalah tidak mungkin. Dan bahwa apa yang telah dilepaskan, dihentikan, ditolak, dibuang, ditinggalkan: Sang Tathāgata telah melepaskan prinsip-kehidupan. Sang Tathāgata pernah mengatakan satu kali: “Kematian Sang Tathāgata tidak akan lama lagi. Tiga bulan dari sekarang, Sang Tathāgata akan mencapai Nibbāna akhir.” Bahwa Tathāgata harus menarik kembali suatu pernyataan hanya untuk hidup, itu adalah tidak mungkin. Sekarang, marilah Ānanda, kita pergi ke Aula Segitiga di Hutan Besar.’ ‘Baik, Bhagavā’.
Dan Sang Bhagavā pergi bersama Yang Mulia Ānanda menuju Aula Segitiga di Hutan Besar. Ketika Beliau sampai di sana, Beliau berkata: ‘Ānanda, pergi dan kumpulkan seluruh bhikkhu yang menetap di sekitar Vesālī, dan berkumpul di aula pertemuan.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan melakukan apa yang diperintahkan. Kemudian ia kembali menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, para bhikkhu telah berkumpul. Sekarang adalah saatnya bagi Bhagavā untuk melakukan apa yang diinginkan.’
Kemudian Sang Bhagavā memasuki aula pertemuan dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian Beliau berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, untuk alasan ini hal-hal tersebut yang telah Kutemukan dan Kuajarkan telah kalian pelajari dengan seksama, dipraktikkan, dikembangkan dan dilatih, sehingga kehidupan suci ini dapat bertahan lama, ini adalah demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasihan kepada dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Dan apakah hal-hal tersebut itu …? Yaitu: empat landasan perhatian, empat usaha benar, empat jalan menuju kekuatan, lima indria spritual, lima kekuatan batin, tujuh faktor penerangan sempurna, jalan Mulia Berunsur Delapan.’
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Dan sekarang, para bhikkhu, Aku menyatakan kepada kalian—segala sesuatu yang terkondisi pasti mengalami kerusakaan—berusahalah dengan tekun. Kematian Sang Tathāgata sudah tidak lama lagi. Tiga bulan dari sekarang Sang Tathāgata akan mencapai Nibbāna akhir.’
Demikianlah Sang Bhagavā berkata. Yang Sempurna menempuh Sang Jalan telah mengucapkan demikian, Sang Guru mengatakan ini:
‘Aku telah matang dalam usia. Umur kehidupanKu telah ditentukan.
Sekarang Aku akan meninggalkan kalian, setelah membuat diriku sebagai perlindungan.
Para bhikkhu, jangan merasa lelah, penuh perhatian, disiplin,
Menjaga pikiran kalian dengan pengendalian yang baik.
Ia yang tanpa lelah, menjaga ajaran dan disiplin,
Dengan meninggalkan kelahiran di belakang, akan mengakhiri kesengsaraan.
Akhir dari bagian pembacaan ketiga
Kemudian Sang Bhagavā, setelah bangun pagi dan merapikanjubah, membawa jubah dan mangkukNya dan pergi ke Vesālī untuk menerima dana makanan. Setelah kembali dari menerima dana makanan dan setelah makan, Beliaumenatap ke belakang ke Vesālī dengan tatapan ‘seperti gajah’ dan berkata: ‘Ānanda, ini adalah terakhir kalinya Sang Tathāgata melihat Vesālī. Sekarang kita akan pergi ke Bhaṇḍagāma.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Bhaṇḍagāma dan menetap di sana.
Dan di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, karena tidak memahami, tidak menembus empat hal sehingga Aku dan juga kalian sejak lama mengembara dalam lingkaran kelahiran kembali. Apakah empat ini? Karena tidak memahami moralitas Ariya, karena tidak memahami konsentrasi Ariya, karena tidak memahami kebijaksanaan Ariya, karena tidak memahami kebebasan Ariya, Aku dan juga kalian sejak lama mengembara dalam lingkaran kelahiran kembali. Dan dengan memahami dan menembus moralitas Ariya, konsentrasi Ariya, kebijaksanaan Ariya dan kebebasan Ariya maka ketagihan akan penjelmaan menjadi terpotong, kecenderungan ke arah penjelmaan telah dipadamkan, dan tidak akan ada lagi kelahiran kembali.’
Demikianlah Sang Bhagavā berkata. Yang Sempurna menempuh Sang Jalan setelah mengucapkan demikian, Sang Guru mengatakan ini:
‘Moralitas, samādhi, kebijaksanaan dan kebebasan akhir,
Hal-hal mulia ini telah diketahui oleh Gotama.
Dhamma yang Beliau lihat, Beliau ajarkan kepada para bhikkhu:
Ia yang memiliki penglihatan, mengakhiri penderitaan menuju Nibbāna.’
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Bhaṇḍagāma, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan. Konsentrasi, ketika disertai moralitas, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Kebijaksanaan, ketika disertai konsentrasi, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Pikiran yang disertai kebijaksanaan akan sepenuhnya terbebas dari kekotoran, yaitu, kekotoran indriawi, penjelmaan, pandangan salah dan ketidak-tahuan.’
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Bhaṇḍagāma selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Hatthigāma …, ke Ambagāma …, ke Jambugāma ….’ membabarkan khotbah yang sama di setiap tempat tersebut. Kemudian Beliau berkata: ‘Ānanda, mari kita pergi ke Bhoganagara.’
‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Bhoganagara.
Di Bhoganagara Sang Bhagavā menetap di Altar Ānanda. Dan di sini Beliau berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian empat kriteria.
Dengarkanlah, perhatikanlah baik-baik, dan Aku akan berbicara.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab para bhikkhu.
‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagavā sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, setelah dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.” Ini adalah kriteria pertama.
‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Di tempat-tempat ini terdapat komunitas para bhikkhu dengan bhikkhu-bhikkhu senior dan guru-guru terkemuka. Aku telah mendengar dan menerima ini dari komunitas tersebut”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya … (seperti paragraf 4.8). Ini adalah kriteria kedua.
‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Di tempat-tempat ini terdapat banyak bhikkhu senior yang terpelajar, pewaris tradisi, yang mengetahui Dhamma, disiplin, peraturan-peraturan …” (seperti paragraf 4.8). Ini adalah kriteria ketiga.
‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Di tempat-tempat ini terdapat seorang bhikkhu senior yang terpelajar … Aku telah mendengar dan menerima ini dari bhikkhu senior tersebut …” (seperti paragraf 4.8). Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: ‘Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.’
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Bhoganagara, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Bhoganagara selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Pāvā’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Pāvā, di sana Beliau menetap di hutan mangga Cunda si pandai besi.
Dan Cunda mendengar bahwa Sang Bhagavā telah tiba di Pāvā dan sedang menetap di hutan-mangganya. Maka ia menemui Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi, dan Sang Bhagavā memberikan nasihat, memicu semangat dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma.
Kemudian Cunda berkata: ‘Sudilah Sang Bhagavā menerima makanan dariku besok bersama para bhikkhu!’ Dan Sang Bhagavā menerimanya dengan berdiam diri.
Dan Cunda, memahami penerimaan Beliau, bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Beliau dan, pergi dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā.
Dan ketika malam berlalu, Cunda mempersiapkan makanan keras dan lunak dengan berbagai makanan dari ‘daging babi’, dan ketika persiapan selesai ia memberitahukan kepada Sang Bhagavā: ‘Bhagavā, makanan telah siap.’
Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubah di pagi hari, mengambil jubah dan mangkukNya, dan pergi bersama para bhikkhu menuju kediaman Cunda, dimana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan dan berkata: ‘Sajikan “makanan daging babi” yang telah dipersiapkan untukKu, dan menyajikan makanan keras dan lunak lainnya untuk para bhikkhu.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Cunda, dan melakukan sesuai instruksi Sang Bhagavā.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Cunda: ‘Apapun yang tersisa dari ‘makanan daging babi’ ini, harus dikuburkan dalam lubang, karena, Cunda, Aku tidak melihat seorangpun di dunia ini dengan para dewa, māra dan Brahmā, dalam generasi ini bersama para petapa dan Brahmana, raja-raja dan umat manusia yang, jika mereka memakannya, dapat mencernanya dengan baik kecuali Tathāgata.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Cunda dan, setelah menguburkan sisa dari ‘makanan daging babi’ dalam lubang, ia menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā, setelah memberikan nasihat, memicu semangat dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma, bangkit dari dudukNya dan pergi.
Dan setelah memakan makanan yang dipersembahkan oleh Cunda, Sang Bhagavā diserang oleh penyakit parah hingga mengalami diare berdarah, dan dengan sangat kesakitan nyaris meninggal dunia. Namun Beliau menahankannya dengan penuh perhatian dan dengan kesadaran jernih, dan tanpa mengeluh. Kemudian Sang Bhagavā berkata: ‘Ānanda, mari kita pergi ke Kusināra.’ ‘Baiklah, Bhagavā’, jawab Ānanda.
Setelah memakan makanan dari Cunda (inilah yang kudengar),
Ia menderita sakit parah, sangat sakit, hampir meninggal dunia;
Karena memakan makanan ‘daging babi’
Penyakit parah menyerang Sang Guru.
Setelah menyingkirkannya, Sang Bhagavā berkata:
‘Sekarang, Aku akan pergi ke kota Kusināra.’
Kemudian dengan berbelok dari jalan, Sang Bhagavā pergi ke bawah sebatang pohon dan berkata: ‘Mari, Ānanda, lipat empatlah sebuah jubah untukKu. Aku lelah dan ingin duduk.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan melakukan sesuai instruksi.
Sang Bhagavā duduk di tempat yang telah dipersiapkan dan berkata: ‘Ānanda, ambilkan air, Aku haus dan ingin minum.’ Ānanda menjawab: ‘Bhagavā, lima ratus kereta baru saja melalui jalan ini. Air telah terkacaukan oleh roda-roda kereta dan tidak baik, kotor dan keruh.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com