Ānanda dan Satu Malam Yang Baik
Ānandabhaddekaratta (MN 132)
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada saat itu Yang Mulia Ānanda sedang memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma di dalam aula pertemuan. Ia sedang mengulangi ringkasan dan penjelasan dari “Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik.”
Kemudian, pada malam harinya, Sang Bhagavā bangkit dari meditasiNya dan mendatangi aula pertemuan. Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan dan bertanya kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, siapakah yang telah memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma di dalam aula pertemuan? Siapakah yang telah mengulangi ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik’?”
“Ia adalah Yang Mulia Ānanda, Yang Mulia.”
Kemudian Sang Bhagavā bertanya kepada Yang Mulia Ānanda: “Ānanda, bagaimanakah engkau memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma, dan mengulangi ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik’?”
“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam—
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam yang baik.
“Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.
“Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ …
‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan!’ Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan!’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam—
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam yang baik.
“Aku memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma, dan mengulangi ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik’ seperti itu.”
“Bagus, bagus, Ānanda! Bagus sekali bahwa engkau memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma, dan mengulangi ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik’ sebagai berikut:
“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam—
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam yang baik.
“Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.
“Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan!’ Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan!’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam—
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam yang baik.
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia Ānanda merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
Pada saat itu Yang Mulia Ānanda sedang memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma di dalam aula pertemuan. Ia sedang mengulangi ringkasan dan penjelasan dari “Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik.”
Kemudian, pada malam harinya, Sang Bhagavā bangkit dari meditasiNya dan mendatangi aula pertemuan. Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan dan bertanya kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, siapakah yang telah memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma di dalam aula pertemuan? Siapakah yang telah mengulangi ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik’?”
“Ia adalah Yang Mulia Ānanda, Yang Mulia.”
Kemudian Sang Bhagavā bertanya kepada Yang Mulia Ānanda: “Ānanda, bagaimanakah engkau memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma, dan mengulangi ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik’?”
“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam—
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam yang baik.
“Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.
“Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ …
‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan!’ Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan!’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam—
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam yang baik.
“Aku memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma, dan mengulangi ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik’ seperti itu.”
“Bagus, bagus, Ānanda! Bagus sekali bahwa engkau memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma, dan mengulangi ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik’ sebagai berikut:
“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam—
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam yang baik.
“Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.
“Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ … ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan!’ Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan!’ … ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan!’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam—
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam yang baik.
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia Ānanda merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com