Petapa Telanjang Kassapa
Acela (SN 41.9)
Pada saat itu petapa telanjang Kassapa, yang pada kehidupan awamnya bersahabat dengan perumah tangga Citta, telah tiba di Macchikāsaṇḍa. Perumah tangga Citta mendengar hal ini dan mendatangi petapa telanjang Kassapa. Ia saling bertukar sapa dengannya dan, ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepadanya:
“Berapa lamakah, Yang Mulia Kassapa, sejak engkau meninggalkan keduniawian?”
“Sudah tiga puluh tahun, perumah tangga, sejak aku meninggalkan keduniawian.”
“Dalam tiga puluh tahun ini, Yang Mulia, sudahkah engkau mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur yang melampaui manusia selayaknya para mulia, apakah engkau berdiam dengan nyaman?”
“Dalam tiga puluh tahun sejak aku meninggalkan keduniawian, perumah tangga, aku belum mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur melampaui manusia selayaknya para mulia, tidak berdiam dengan nyaman, melainkan hanya telanjang, dan kepala gundul, dan sikat untuk membersihkan tempat dudukku.”
Ketika ini dikatakan, perumah tangga Citta berkata kepadanya: “Sungguh menakjubkan, Tuan! Sungguh mengagumkan, Tuan! Betapa baik Dhamma telah dibabarkan dalam hal bahwa, setelah tiga puluh tahun, engkau belum mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur melampaui manusia selayaknya para mulia, tidak berdiam dengan nyaman, melainkan hanya telanjang, dan kepala gundul, dan sikat untuk membersihkan tempat dudukmu.”
“Tetapi, perumah tangga, berapa lamakah engkau menjadi pengikut awam?”
“Aku juga, Yang Mulia, sudah tiga puluh tahun.”
“Dalam tiga puluh tahun ini, perumah tangga, sudahkah engkau mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur yang melampaui manusia selayaknya para mulia, apakah engkau berdiam dengan nyaman?”
“Mengapa tidak, Yang Mulia? Karena sejauh apa pun aku menginginkan, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi yang tidak bermanfaat, aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang timbul dari keterasingan. Kemudian, sejauh apa pun aku menginginkan, dengan meredanya pikiran dan pemeriksaan, aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … Kemudian, sejauh apa pun aku menginginkan, dengan meluruhnya kegembiraan … aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … Kemudian, sejauh apa pun aku menginginkan, dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan … aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat. Jika aku meninggal dunia sebelum Sang Bhagavā, tidaklah mengherankan jika Sang Bhagavā akan menyatakan sehubungan denganku: ‘Tidak ada belenggu yang mengikat, yang dengannya perumah tangga Citta dapat kembali lagi ke dunia ini.’”
Ketika ini dikatakan, petapa telanjang Kassapa berkata kepada perumah tangga Citta: “Sungguh menakjubkan, Tuan! Sungguh mengagumkan, Tuan! Betapa baik Dhamma telah dibabarkan dalam hal bahwa, seorang umat awam berjubah putih dapat mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur selayaknya para mulia, berdiam dalam kenyamanan. Bolehkah aku menerima pelepasan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin ini, bolehkah aku menerima penahbisan yang lebih tinggi?”
Kemudian perumah tangga Citta mengajak petapa telanjang Kassapa menemui para bhikkhu senior dan berkata kepada mereka: “Yang Mulia, petapa telanjang Kassapa ini adalah seorang sahabat lamaku sejak kehidupan awam. Sudilah Yang Mulia memberinya pelepasan keduniawian, sudilah Yang Mulia memberikannya penahbisan yang lebih tinggi. Aku akan bersemangat menyediakan kebutuhan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan untuknya.”
Kemudian petapa telanjang Kassapa menerima pelepasan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin ini, ia menerima penahbisan yang lebih tinggi. Dan segera, tidak lama setelah penahbisannya, dengan berdiam sendirian, mengasingkan diri, rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh, Yang Mulia Kassapa, dengan merealisasikannya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan kehidupan suci yang tiada bandingnya yang dicari oleh orang-orang yang meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Ia mengetahui secara langsung: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.” Dan Yang Mulia Kassapa menjadi salah satu di antara para Arahant.
“Berapa lamakah, Yang Mulia Kassapa, sejak engkau meninggalkan keduniawian?”
“Sudah tiga puluh tahun, perumah tangga, sejak aku meninggalkan keduniawian.”
“Dalam tiga puluh tahun ini, Yang Mulia, sudahkah engkau mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur yang melampaui manusia selayaknya para mulia, apakah engkau berdiam dengan nyaman?”
“Dalam tiga puluh tahun sejak aku meninggalkan keduniawian, perumah tangga, aku belum mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur melampaui manusia selayaknya para mulia, tidak berdiam dengan nyaman, melainkan hanya telanjang, dan kepala gundul, dan sikat untuk membersihkan tempat dudukku.”
Ketika ini dikatakan, perumah tangga Citta berkata kepadanya: “Sungguh menakjubkan, Tuan! Sungguh mengagumkan, Tuan! Betapa baik Dhamma telah dibabarkan dalam hal bahwa, setelah tiga puluh tahun, engkau belum mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur melampaui manusia selayaknya para mulia, tidak berdiam dengan nyaman, melainkan hanya telanjang, dan kepala gundul, dan sikat untuk membersihkan tempat dudukmu.”
“Tetapi, perumah tangga, berapa lamakah engkau menjadi pengikut awam?”
“Aku juga, Yang Mulia, sudah tiga puluh tahun.”
“Dalam tiga puluh tahun ini, perumah tangga, sudahkah engkau mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur yang melampaui manusia selayaknya para mulia, apakah engkau berdiam dengan nyaman?”
“Mengapa tidak, Yang Mulia? Karena sejauh apa pun aku menginginkan, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi yang tidak bermanfaat, aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang timbul dari keterasingan. Kemudian, sejauh apa pun aku menginginkan, dengan meredanya pikiran dan pemeriksaan, aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … Kemudian, sejauh apa pun aku menginginkan, dengan meluruhnya kegembiraan … aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … Kemudian, sejauh apa pun aku menginginkan, dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan … aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat. Jika aku meninggal dunia sebelum Sang Bhagavā, tidaklah mengherankan jika Sang Bhagavā akan menyatakan sehubungan denganku: ‘Tidak ada belenggu yang mengikat, yang dengannya perumah tangga Citta dapat kembali lagi ke dunia ini.’”
Ketika ini dikatakan, petapa telanjang Kassapa berkata kepada perumah tangga Citta: “Sungguh menakjubkan, Tuan! Sungguh mengagumkan, Tuan! Betapa baik Dhamma telah dibabarkan dalam hal bahwa, seorang umat awam berjubah putih dapat mencapai pengetahuan dan penglihatan luhur selayaknya para mulia, berdiam dalam kenyamanan. Bolehkah aku menerima pelepasan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin ini, bolehkah aku menerima penahbisan yang lebih tinggi?”
Kemudian perumah tangga Citta mengajak petapa telanjang Kassapa menemui para bhikkhu senior dan berkata kepada mereka: “Yang Mulia, petapa telanjang Kassapa ini adalah seorang sahabat lamaku sejak kehidupan awam. Sudilah Yang Mulia memberinya pelepasan keduniawian, sudilah Yang Mulia memberikannya penahbisan yang lebih tinggi. Aku akan bersemangat menyediakan kebutuhan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan untuknya.”
Kemudian petapa telanjang Kassapa menerima pelepasan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin ini, ia menerima penahbisan yang lebih tinggi. Dan segera, tidak lama setelah penahbisannya, dengan berdiam sendirian, mengasingkan diri, rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh, Yang Mulia Kassapa, dengan merealisasikannya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan kehidupan suci yang tiada bandingnya yang dicari oleh orang-orang yang meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Ia mengetahui secara langsung: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.” Dan Yang Mulia Kassapa menjadi salah satu di antara para Arahant.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com