Peniup Trompet Kerang
Saṅkhadhama (SN 42.8)
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Nālandā di Hutan Mangga milik Pāvārika. Kemudian Asibandhakaputta sang kepala desa, pengikut nigaṇṭha, mendatangi Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya ketika ia duduk di satu sisi:
“Bagaimanakah, kepala desa, Nigaṇṭha Nātaputta mengajarkan Dhamma kepada murid-muridnya?”
“Yang Mulia, Nigaṇṭha Nātaputta mengajarkan Dhamma kepada murid-muridnya sebagai berikut: ‘Siapa pun yang membunuh, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Siapa pun yang mengambil apa yang tidak diberikan, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Siapa pun yang melakukan hubungan seksual yang salah, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Siapa pun yang berkata bohong, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Seseorang dituntun [pada kelahiran kembali] oleh bagaimana perilakunya yang biasanya.’ Demikianlah, Yang Mulia, Nigaṇṭha Nātaputta mengajarkan Dhamma kepada murid-muridnya.”
“Jika, kepala desa, jika dalam kasus seseorang dituntun [pada kelahiran kembali] oleh bagaimana perilakunya yang biasanya, maka menurut kata-kata Nigaṇṭha Nātaputta, tidak akan ada seorang pun yang pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Bagaimana menurutmu, kepala desa? Dalam hal seseorang yang membunuh, jika seseorang membandingkan satu kejadian dengan kejadian lainnya, apakah siang atau malam, manakah yang lebih sering: kejadian ketika ia membunuh atau kejadian ketika ia tidak membunuh?”
“Dalam hal seseorang yang membunuh, Yang Mulia, jika seseorang membandingkan satu kejadian dengan kejadian lainnya, apakah siang atau malam, maka kejadian di mana ia membunuh adalah lebih jarang, sementara kejadian di mana ia tidak membunuh adalah lebih sering.”
“Karena itu, kepala desa, jika dalam kasus seseorang dituntun [pada kelahiran kembali] oleh bagaimana perilakunya yang biasanya, maka menurut kata-kata Nigaṇṭha Nātaputta, tidak akan ada seorang pun yang pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.
“Bagaimana menurutmu, kepala desa? Dalam hal seseorang yang mengambil apa yang tidak diberikan … yang melakukan hubungan seksual yang salah … yang berkata bohong, jika seseorang membandingkan satu kejadian dengan kejadian lainnya, apakah siang atau malam, manakah yang lebih sering: kejadian ketika ia berkata bohong atau kejadian ketika ia tidak berkata bohong?”
“Dalam hal seseorang yang berkata bohong, Yang Mulia, jika seseorang membandingkan satu kejadian dengan kejadian lainnya, apakah siang atau malam, maka kejadian di mana ia berkata bohong adalah lebih jarang sementara kejadian di mana ia tidak berkata bohong adalah lebih sering.”
“Karena itu, kepala desa, jika dalam kasus seseorang dituntun [pada kelahiran kembali] oleh bagaimana perilakunya yang biasanya, maka menurut kata-kata Nigaṇṭha Nātaputta, tidak akan ada seorang pun yang pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.
“Di sini, kepala desa, beberapa guru menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: ‘Siapa pun yang membunuh … yang mengambil apa yang tidak diberikan … yang melakukan hubungan seksual yang salah … yang berkata bohong, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.’ Kemudian seorang siswa memiliki keyakinan penuh terhadap gurunya. Ia berpikir: ‘Guruku menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: “Siapa pun yang membunuh pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.” Sekarang aku telah melakukan pembunuhan, maka aku juga pasti menuju alam sengsara, menuju neraka.’ Demikianlah ia menganut pandangan itu. Jika ia tidak meninggalkan pernyataan dan kondisi pikiran itu, dan jika ia tidak melepaskan pandangan itu, maka menurut ganjarannya ia akan, jatuh ke neraka.
“Ia berpikir: ‘Guruku menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: “Siapa pun yang mengambil apa yang tidak diberikan pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.” Sekarang aku telah mengambil apa yang tidak diberikan, maka aku juga pasti menuju alam sengsara, menuju neraka.’ Demikianlah ia menganut pandangan itu. Jika ia tidak meninggalkan pernyataan … ia akan, jatuh ke neraka.
“Ia berpikir: ‘Guruku menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: “Siapa pun yang melakukan hubungan seksual yang salah pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.” Sekarang aku telah melakukan hubungan seksual yang salah, maka aku juga pasti menuju alam sengsara, menuju neraka.’ Demikianlah ia menganut pandangan itu. jika ia tidak meninggalkan pernyataan … ia akan, jatuh ke neraka.
“Ia berpikir: ‘Guruku menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: “Siapa pun yang berkata bohong pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.” Sekarang aku telah berkata bohong, maka aku juga pasti menuju alam sengsara, menuju neraka.’ Demikianlah ia menganut pandangan itu. jika ia tidak meninggalkan pernyataan … ia akan, jatuh ke neraka.
“Tetapi di sini, kepala desa, seorang Tathāgata telah muncul di dunia, seorang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal dunia, Pemimpin yang tiada taranya bagi orang-orang yang harus dijinakkan, Guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci. Dalam berbagai cara Beliau mengkritik dan mencela pembunuhan, dan Beliau mengatakan: ‘Hindari pembunuhan.’ Beliau mengkritik dan mencela tindakan mengambil apa yang tidak diberikan, dan Beliau mengatakan: ‘Hindari mengambil apa yang tidak diberikan.’ Beliau mengkritik dan mencela hubungan seksual yang salah, dan Beliau mengatakan: ‘Hindari hubungan seksual yang salah.’ Beliau mengkritik dan mencela kebohongan, dan Beliau mengatakan: ‘Hindari berkata bohong.’
“Kemudian seorang siswa yang berkeyakinan penuh pada guru itu. Ia merenungkan sebagai berikut: ‘Dalam berbagai cara, Beliau mengkritik dan mencela pembunuhan, dan Beliau mengatakan: “Hindari pembunuhan.” Sekarang aku telah melakukan pembunuhan sejauh itu. Itu tidak benar, itu tidak baik. Tetapi walaupun aku menyesal atas perbuatan ini, kejahatanku tidak dapat dibatalkan.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan pembunuhan dan ia menghindari pembunuhan di masa depan. Demikianlah ditinggalkannya perbuatan jahat; demikianlah terlampauinya perbuatan jahat.
“Ia merenungkan sebagai berikut: ‘Dalam berbagai cara Beliau mengkritik dan mencela tindakan mengambil apa yang tidak diberikan, dan Beliau mengatakan: “Hindari mengambil apa yang tidak diberikan.” Sekarang aku telah mengambil apa yang tidak diberikan sejauh itu. Itu tidak benar, itu tidak baik. Tetapi walaupun aku menyesal atas perbuatan ini, kejahatanku tidak dapat dibatalkan.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan tindakan mengambil apa yang tidak diberikan dan ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan di masa depan. Demikianlah ditinggalkannya perbuatan jahat; demikianlah terlampauinya perbuatan jahat.
“Ia merenungkan sebagai berikut: ‘Dalam berbagai cara Beliau mengkritik dan mencela tindakan melakukan hubungan seksual yang salah, dan Beliau mengatakan: “Hindari melakukan hubungan seksual yang salah.” Sekarang aku telah melakukan hubungan seksual yang salah sejauh itu. Itu tidak benar, itu tidak baik. Tetapi walaupun aku menyesal atas perbuatan ini, kejahatanku tidak dapat dibatalkan.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan tindakan melakukan hubungan seksual yang salah dan ia menghindari melakukan hubungan seksual yang salah di masa depan. Demikianlah ditinggalkannya perbuatan jahat; demikianlah terlampauinya perbuatan jahat.
“Ia merenungkan sebagai berikut: ‘Dalam berbagai cara Beliau mengkritik dan mencela tindakan berkata bohong, dan Beliau mengatakan: “Hindari berkata bohong.” Sekarang aku telah berkata bohong sejauh itu. Itu tidak benar, itu tidak baik. Tetapi walaupun aku menyesal atas perbuatan ini, kejahatanku tidak dapat dibatalkan.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan tindakan berkata bohong dan ia menghindari berkata bohong di masa depan. Demikianlah ditinggalkannya perbuatan jahat; demikianlah terlampauinya perbuatan jahat.
“Setelah meninggalkan pembunuhan, ia menghindari pembunuhan. Setelah meninggalkan tindakan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari tindakan mengambil apa yang tidak diberikan. Setelah meninggalkan tindakan melakukan hubungan seksual yang salah, ia menghindari tindakan melakukan hubungan seksual yang salah. Setelah meninggalkan tindakan berkata bohong, ia menghindari berkata bohong. Setelah meninggalkan tindakan berkata-kata yang dapat memicu perpecahan, ia menghindari berkata-kata yang dapat memicu perpecahan. Setelah meninggalkan berkata kasar, ia menghindari berkata kasar. Setelah meninggalkan bergosip, ia menghindari bergosip. Setelah meninggalkan ketamakan, ia menjadi tidak tamak. Setelah meninggalkan permusuhan dan kebencian, ia memiliki pikiran yang tanpa permusuhan. Setelah meninggalkan pandangan salah, ia menjadi seorang yang berpandangan benar.
“Kemudian, kepala desa, siswa mulia itu—yang hampa dari ketamakan, hampa dari permusuhan, tanpa kebingungan, memahami dengan jernih, senantiasa penuh perhatian—berdiam meliputi satu arah dengan pikiran penuh cinta kasih, demikian pula ke arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana-mana, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran penuh cinta kasih, meluas, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan, tanpa kebencian. Bagaikan seorang peniup trompet kerang yang kuat dapat dengan mudah mengirimkan bunyinya ke empat penjuru, demikian pula, ketika kebebasan pikiran melalui cinta kasih dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, kamma terbatas apa pun yang telah dilakukan tidak menetap di sana, tidak bertahan di sana.
“Ia berdiam meliputi satu arah dengan pikiran penuh belas kasihan … dengan pikiran penuh kegembiraan altruistik … dengan pikiran penuh keseimbangan, demikian pula ke arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana-mana, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran penuh keseimbangan, meluas, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan, tanpa kebencian. Bagaikan seorang peniup trompet kerang yang kuat dapat dengan mudah mengirimkan bunyinya ke empat penjuru, demikian pula, ketika kebebasan pikiran melalui keseimbangan dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, kamma terbatas apa pun yang telah dilakukan tidak menetap di sana, tidak bertahan di sana.”
Ketika ini dikatakan, kepala desa Asibandhakaputta berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Yang Mulia! … Sejak hari ini sudilah Bhagavā mengingatku sebagai umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”
“Bagaimanakah, kepala desa, Nigaṇṭha Nātaputta mengajarkan Dhamma kepada murid-muridnya?”
“Yang Mulia, Nigaṇṭha Nātaputta mengajarkan Dhamma kepada murid-muridnya sebagai berikut: ‘Siapa pun yang membunuh, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Siapa pun yang mengambil apa yang tidak diberikan, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Siapa pun yang melakukan hubungan seksual yang salah, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Siapa pun yang berkata bohong, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Seseorang dituntun [pada kelahiran kembali] oleh bagaimana perilakunya yang biasanya.’ Demikianlah, Yang Mulia, Nigaṇṭha Nātaputta mengajarkan Dhamma kepada murid-muridnya.”
“Jika, kepala desa, jika dalam kasus seseorang dituntun [pada kelahiran kembali] oleh bagaimana perilakunya yang biasanya, maka menurut kata-kata Nigaṇṭha Nātaputta, tidak akan ada seorang pun yang pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka. Bagaimana menurutmu, kepala desa? Dalam hal seseorang yang membunuh, jika seseorang membandingkan satu kejadian dengan kejadian lainnya, apakah siang atau malam, manakah yang lebih sering: kejadian ketika ia membunuh atau kejadian ketika ia tidak membunuh?”
“Dalam hal seseorang yang membunuh, Yang Mulia, jika seseorang membandingkan satu kejadian dengan kejadian lainnya, apakah siang atau malam, maka kejadian di mana ia membunuh adalah lebih jarang, sementara kejadian di mana ia tidak membunuh adalah lebih sering.”
“Karena itu, kepala desa, jika dalam kasus seseorang dituntun [pada kelahiran kembali] oleh bagaimana perilakunya yang biasanya, maka menurut kata-kata Nigaṇṭha Nātaputta, tidak akan ada seorang pun yang pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.
“Bagaimana menurutmu, kepala desa? Dalam hal seseorang yang mengambil apa yang tidak diberikan … yang melakukan hubungan seksual yang salah … yang berkata bohong, jika seseorang membandingkan satu kejadian dengan kejadian lainnya, apakah siang atau malam, manakah yang lebih sering: kejadian ketika ia berkata bohong atau kejadian ketika ia tidak berkata bohong?”
“Dalam hal seseorang yang berkata bohong, Yang Mulia, jika seseorang membandingkan satu kejadian dengan kejadian lainnya, apakah siang atau malam, maka kejadian di mana ia berkata bohong adalah lebih jarang sementara kejadian di mana ia tidak berkata bohong adalah lebih sering.”
“Karena itu, kepala desa, jika dalam kasus seseorang dituntun [pada kelahiran kembali] oleh bagaimana perilakunya yang biasanya, maka menurut kata-kata Nigaṇṭha Nātaputta, tidak akan ada seorang pun yang pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.
“Di sini, kepala desa, beberapa guru menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: ‘Siapa pun yang membunuh … yang mengambil apa yang tidak diberikan … yang melakukan hubungan seksual yang salah … yang berkata bohong, pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.’ Kemudian seorang siswa memiliki keyakinan penuh terhadap gurunya. Ia berpikir: ‘Guruku menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: “Siapa pun yang membunuh pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.” Sekarang aku telah melakukan pembunuhan, maka aku juga pasti menuju alam sengsara, menuju neraka.’ Demikianlah ia menganut pandangan itu. Jika ia tidak meninggalkan pernyataan dan kondisi pikiran itu, dan jika ia tidak melepaskan pandangan itu, maka menurut ganjarannya ia akan, jatuh ke neraka.
“Ia berpikir: ‘Guruku menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: “Siapa pun yang mengambil apa yang tidak diberikan pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.” Sekarang aku telah mengambil apa yang tidak diberikan, maka aku juga pasti menuju alam sengsara, menuju neraka.’ Demikianlah ia menganut pandangan itu. Jika ia tidak meninggalkan pernyataan … ia akan, jatuh ke neraka.
“Ia berpikir: ‘Guruku menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: “Siapa pun yang melakukan hubungan seksual yang salah pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.” Sekarang aku telah melakukan hubungan seksual yang salah, maka aku juga pasti menuju alam sengsara, menuju neraka.’ Demikianlah ia menganut pandangan itu. jika ia tidak meninggalkan pernyataan … ia akan, jatuh ke neraka.
“Ia berpikir: ‘Guruku menganut doktrin dan pandangan sebagai berikut: “Siapa pun yang berkata bohong pasti menuju ke alam sengsara, menuju neraka.” Sekarang aku telah berkata bohong, maka aku juga pasti menuju alam sengsara, menuju neraka.’ Demikianlah ia menganut pandangan itu. jika ia tidak meninggalkan pernyataan … ia akan, jatuh ke neraka.
“Tetapi di sini, kepala desa, seorang Tathāgata telah muncul di dunia, seorang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal dunia, Pemimpin yang tiada taranya bagi orang-orang yang harus dijinakkan, Guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci. Dalam berbagai cara Beliau mengkritik dan mencela pembunuhan, dan Beliau mengatakan: ‘Hindari pembunuhan.’ Beliau mengkritik dan mencela tindakan mengambil apa yang tidak diberikan, dan Beliau mengatakan: ‘Hindari mengambil apa yang tidak diberikan.’ Beliau mengkritik dan mencela hubungan seksual yang salah, dan Beliau mengatakan: ‘Hindari hubungan seksual yang salah.’ Beliau mengkritik dan mencela kebohongan, dan Beliau mengatakan: ‘Hindari berkata bohong.’
“Kemudian seorang siswa yang berkeyakinan penuh pada guru itu. Ia merenungkan sebagai berikut: ‘Dalam berbagai cara, Beliau mengkritik dan mencela pembunuhan, dan Beliau mengatakan: “Hindari pembunuhan.” Sekarang aku telah melakukan pembunuhan sejauh itu. Itu tidak benar, itu tidak baik. Tetapi walaupun aku menyesal atas perbuatan ini, kejahatanku tidak dapat dibatalkan.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan pembunuhan dan ia menghindari pembunuhan di masa depan. Demikianlah ditinggalkannya perbuatan jahat; demikianlah terlampauinya perbuatan jahat.
“Ia merenungkan sebagai berikut: ‘Dalam berbagai cara Beliau mengkritik dan mencela tindakan mengambil apa yang tidak diberikan, dan Beliau mengatakan: “Hindari mengambil apa yang tidak diberikan.” Sekarang aku telah mengambil apa yang tidak diberikan sejauh itu. Itu tidak benar, itu tidak baik. Tetapi walaupun aku menyesal atas perbuatan ini, kejahatanku tidak dapat dibatalkan.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan tindakan mengambil apa yang tidak diberikan dan ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan di masa depan. Demikianlah ditinggalkannya perbuatan jahat; demikianlah terlampauinya perbuatan jahat.
“Ia merenungkan sebagai berikut: ‘Dalam berbagai cara Beliau mengkritik dan mencela tindakan melakukan hubungan seksual yang salah, dan Beliau mengatakan: “Hindari melakukan hubungan seksual yang salah.” Sekarang aku telah melakukan hubungan seksual yang salah sejauh itu. Itu tidak benar, itu tidak baik. Tetapi walaupun aku menyesal atas perbuatan ini, kejahatanku tidak dapat dibatalkan.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan tindakan melakukan hubungan seksual yang salah dan ia menghindari melakukan hubungan seksual yang salah di masa depan. Demikianlah ditinggalkannya perbuatan jahat; demikianlah terlampauinya perbuatan jahat.
“Ia merenungkan sebagai berikut: ‘Dalam berbagai cara Beliau mengkritik dan mencela tindakan berkata bohong, dan Beliau mengatakan: “Hindari berkata bohong.” Sekarang aku telah berkata bohong sejauh itu. Itu tidak benar, itu tidak baik. Tetapi walaupun aku menyesal atas perbuatan ini, kejahatanku tidak dapat dibatalkan.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan tindakan berkata bohong dan ia menghindari berkata bohong di masa depan. Demikianlah ditinggalkannya perbuatan jahat; demikianlah terlampauinya perbuatan jahat.
“Setelah meninggalkan pembunuhan, ia menghindari pembunuhan. Setelah meninggalkan tindakan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari tindakan mengambil apa yang tidak diberikan. Setelah meninggalkan tindakan melakukan hubungan seksual yang salah, ia menghindari tindakan melakukan hubungan seksual yang salah. Setelah meninggalkan tindakan berkata bohong, ia menghindari berkata bohong. Setelah meninggalkan tindakan berkata-kata yang dapat memicu perpecahan, ia menghindari berkata-kata yang dapat memicu perpecahan. Setelah meninggalkan berkata kasar, ia menghindari berkata kasar. Setelah meninggalkan bergosip, ia menghindari bergosip. Setelah meninggalkan ketamakan, ia menjadi tidak tamak. Setelah meninggalkan permusuhan dan kebencian, ia memiliki pikiran yang tanpa permusuhan. Setelah meninggalkan pandangan salah, ia menjadi seorang yang berpandangan benar.
“Kemudian, kepala desa, siswa mulia itu—yang hampa dari ketamakan, hampa dari permusuhan, tanpa kebingungan, memahami dengan jernih, senantiasa penuh perhatian—berdiam meliputi satu arah dengan pikiran penuh cinta kasih, demikian pula ke arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana-mana, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran penuh cinta kasih, meluas, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan, tanpa kebencian. Bagaikan seorang peniup trompet kerang yang kuat dapat dengan mudah mengirimkan bunyinya ke empat penjuru, demikian pula, ketika kebebasan pikiran melalui cinta kasih dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, kamma terbatas apa pun yang telah dilakukan tidak menetap di sana, tidak bertahan di sana.
“Ia berdiam meliputi satu arah dengan pikiran penuh belas kasihan … dengan pikiran penuh kegembiraan altruistik … dengan pikiran penuh keseimbangan, demikian pula ke arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke mana-mana, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran penuh keseimbangan, meluas, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan, tanpa kebencian. Bagaikan seorang peniup trompet kerang yang kuat dapat dengan mudah mengirimkan bunyinya ke empat penjuru, demikian pula, ketika kebebasan pikiran melalui keseimbangan dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, kamma terbatas apa pun yang telah dilakukan tidak menetap di sana, tidak bertahan di sana.”
Ketika ini dikatakan, kepala desa Asibandhakaputta berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Yang Mulia! … Sejak hari ini sudilah Bhagavā mengingatku sebagai umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com