iv. Berpikiran Sama
Samacitta 5 (AN 2.36)
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Yang Mulia Sāriputta sedang menetap di Sāvatthī di Istana Migāramātā di Taman Timur. Di sana Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”
“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:
“Teman-teman, aku akan mengajarkan kepada kalian tentang orang yang terbelenggu secara internal dan orang yang terbelenggu secara eksternal. Dengarkan dan perhatikanlah, aku akan berbicara.”
“Baik, Teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:
“Dan siapakah, teman-teman, orang yang terbelenggu secara internal? Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya bahkan dalam pelanggaran terkecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kelompok para deva tertentu. Meninggal dunia dari sana, ia adalah seorang yang-kembali, seorang yang kembali pada kondisi makhluk ini. Ia disebut orang yang terbelenggu secara internal, yang adalah seorang yang-kembali, seorang yang kembali pada kondisi makhluk ini.
“Dan siapakah, teman, seorang yang terbelenggu secara eksternal? Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya bahkan dalam pelanggaran terkecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Setelah memasuki suatu kebebasan pikiran tertentu yang damai, ia berdiam di dalamnya. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kelompok para deva tertentu. Meninggal dunia dari sana, ia adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada kondisi makhluk ini. Ia disebut orang yang terbelenggu secara eksternal, yang adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada kondisi makhluk ini.
“Kemudian, teman-teman, seorang bhikkhu adalah bermoral … Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Ia mempraktikkan kekecewaan pada kenikmatan indria, mempraktikkan kebosanan terhadapnya, dan mempraktikkan lenyapnya. Ia mempraktikkan kekecewaan pada kondisi-kondisi penjelmaan, mempraktikkan kebosanan terhadapnya, dan mempraktikkan lenyapnya. Ia mempraktikkan hancurnya ketagihan. Ia mempraktikkan hancurnya keserakahan. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kelompok para deva tertentu. Meninggal dunia dari sana, ia adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada kondisi makhluk ini. Ia disebut orang yang terbelenggu secara eksternal, yang adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada kondisi makhluk ini.”
Kemudian sejumlah para dewa yang berpikiran sama mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, di Istana Migāramātā di Taman Timur, Yang Mulia Sāriputta sedang mengajarkan kepada para bhikkhu tentang orang yang terbelenggu secara internal dan orang yang terbelenggu secara eksternal. Kumpulan itu tergetar. Baik sekali, Bhante, jika Sang Bhagavā sudi mendatangi Yang Mulia Sāriputta demi belas kasihan.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
Kemudian, bagaikan seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Sang Bhagavā lenyap dari Hutan Jeta dan muncul kembali di Istana Migāramātā di Taman Timur di hadapan Yang Mulia Sāriputta. Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Yang Mulia Sāriputta bersujud kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Sāriputta.
“Di sini, Sāriputta, sejumlah para dewa yang berpikiran sama mendatangiKu, bersujud kepadaKu, berdiri di satu sisi, dan berkata: ‘Bhante, di Istana Migāramātā di Taman Timur, Yang Mulia Sāriputta sedang mengajarkan kepada para bhikkhu tentang orang yang terbelenggu secara internal dan orang yang terbelenggu secara eksternal. Kumpulan itu tergetar. Baik sekali, Bhante, jika Sang Bhagavā sudi mendatangi Yang Mulia Sāriputta demi belas kasihan.’
“Para dewa itu—berjumlah sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh, dan bahkan enam puluh—berdiri di suatu bidang yang berukuran sekecil ujung jarum namun tidak saling bersinggungan satu sama lain. Mungkin, Sāriputta, engkau berpikir: ‘Pasti, di sana para dewa itu mengembangkan pikiran mereka sedemikian sehingga sepuluh … dan bahkan berjumlah enam puluh berdiri di satu bidang sekecil ujung jarum namun tidak saling bersinggungan satu sama lain.’ Tetapi hal ini tidak boleh dianggap demikian. Sebaliknya, adalah di sini para dewa itu yang terkembang pikirannya sedemikian sehingga sepuluh … dan bahkan berjumlah enam puluh berdiri di satu bidang sekecil ujung jarum namun tidak saling bersinggungan satu sama lain.
“Oleh karena itu, Sāriputta, engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan memiliki organ-organ indria yang damai dan pikiran yang damai.’ Dengan cara demikianlah engkau harus berlatih. Ketika engkau memiliki organ-organ indria yang damai dan pikiran-pikiran yang damai, maka perbuatan jasmanimu akan menjadi damai, perbuatan ucapanmu akan menjadi damai, dan perbuatan pikiranmu akan menjadi damai. Dengan berpikir: ‘Kami akan memberikan hanya pelayanan yang damai kepada teman-teman kami para bhikkhu,’ dengan cara demikianlah, Sāriputta, engkau harus berlatih. Sāriputta, para pengembara sekte lain yang tidak mendengar khotbah Dhamma ini sungguh telah tersesat.”
“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:
“Teman-teman, aku akan mengajarkan kepada kalian tentang orang yang terbelenggu secara internal dan orang yang terbelenggu secara eksternal. Dengarkan dan perhatikanlah, aku akan berbicara.”
“Baik, Teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:
“Dan siapakah, teman-teman, orang yang terbelenggu secara internal? Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya bahkan dalam pelanggaran terkecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kelompok para deva tertentu. Meninggal dunia dari sana, ia adalah seorang yang-kembali, seorang yang kembali pada kondisi makhluk ini. Ia disebut orang yang terbelenggu secara internal, yang adalah seorang yang-kembali, seorang yang kembali pada kondisi makhluk ini.
“Dan siapakah, teman, seorang yang terbelenggu secara eksternal? Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya bahkan dalam pelanggaran terkecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Setelah memasuki suatu kebebasan pikiran tertentu yang damai, ia berdiam di dalamnya. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kelompok para deva tertentu. Meninggal dunia dari sana, ia adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada kondisi makhluk ini. Ia disebut orang yang terbelenggu secara eksternal, yang adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada kondisi makhluk ini.
“Kemudian, teman-teman, seorang bhikkhu adalah bermoral … Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Ia mempraktikkan kekecewaan pada kenikmatan indria, mempraktikkan kebosanan terhadapnya, dan mempraktikkan lenyapnya. Ia mempraktikkan kekecewaan pada kondisi-kondisi penjelmaan, mempraktikkan kebosanan terhadapnya, dan mempraktikkan lenyapnya. Ia mempraktikkan hancurnya ketagihan. Ia mempraktikkan hancurnya keserakahan. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kelompok para deva tertentu. Meninggal dunia dari sana, ia adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada kondisi makhluk ini. Ia disebut orang yang terbelenggu secara eksternal, yang adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada kondisi makhluk ini.”
Kemudian sejumlah para dewa yang berpikiran sama mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, di Istana Migāramātā di Taman Timur, Yang Mulia Sāriputta sedang mengajarkan kepada para bhikkhu tentang orang yang terbelenggu secara internal dan orang yang terbelenggu secara eksternal. Kumpulan itu tergetar. Baik sekali, Bhante, jika Sang Bhagavā sudi mendatangi Yang Mulia Sāriputta demi belas kasihan.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
Kemudian, bagaikan seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Sang Bhagavā lenyap dari Hutan Jeta dan muncul kembali di Istana Migāramātā di Taman Timur di hadapan Yang Mulia Sāriputta. Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Yang Mulia Sāriputta bersujud kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Sāriputta.
“Di sini, Sāriputta, sejumlah para dewa yang berpikiran sama mendatangiKu, bersujud kepadaKu, berdiri di satu sisi, dan berkata: ‘Bhante, di Istana Migāramātā di Taman Timur, Yang Mulia Sāriputta sedang mengajarkan kepada para bhikkhu tentang orang yang terbelenggu secara internal dan orang yang terbelenggu secara eksternal. Kumpulan itu tergetar. Baik sekali, Bhante, jika Sang Bhagavā sudi mendatangi Yang Mulia Sāriputta demi belas kasihan.’
“Para dewa itu—berjumlah sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh, dan bahkan enam puluh—berdiri di suatu bidang yang berukuran sekecil ujung jarum namun tidak saling bersinggungan satu sama lain. Mungkin, Sāriputta, engkau berpikir: ‘Pasti, di sana para dewa itu mengembangkan pikiran mereka sedemikian sehingga sepuluh … dan bahkan berjumlah enam puluh berdiri di satu bidang sekecil ujung jarum namun tidak saling bersinggungan satu sama lain.’ Tetapi hal ini tidak boleh dianggap demikian. Sebaliknya, adalah di sini para dewa itu yang terkembang pikirannya sedemikian sehingga sepuluh … dan bahkan berjumlah enam puluh berdiri di satu bidang sekecil ujung jarum namun tidak saling bersinggungan satu sama lain.
“Oleh karena itu, Sāriputta, engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan memiliki organ-organ indria yang damai dan pikiran yang damai.’ Dengan cara demikianlah engkau harus berlatih. Ketika engkau memiliki organ-organ indria yang damai dan pikiran-pikiran yang damai, maka perbuatan jasmanimu akan menjadi damai, perbuatan ucapanmu akan menjadi damai, dan perbuatan pikiranmu akan menjadi damai. Dengan berpikir: ‘Kami akan memberikan hanya pelayanan yang damai kepada teman-teman kami para bhikkhu,’ dengan cara demikianlah, Sāriputta, engkau harus berlatih. Sāriputta, para pengembara sekte lain yang tidak mendengar khotbah Dhamma ini sungguh telah tersesat.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com