iv. Berpikiran Sama
Samacitta 6 (AN 2.37)
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Yang Mulia Mahākaccāna sedang menetap di Varaṇā di tepi danau Kaddama. Kemudian Brahmana Ārāmadaṇḍa mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna dan bertukar sapa dengannya. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepadanya: “Mengapakah, Guru Kaccāna, para khattiya berselisih dengan para khattiya, para brahmana berselisih dengan para brahmana, dan para perumah tangga berselisih dengan para perumah tangga?”
“Adalah, brahmana, karena keterikatan terhadap nafsu pada kenikmatan indria, terbelenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, menggenggam erat-erat padanya, maka para khattiya berselisih dengan para khattiya, para brahmana berselisih dengan para brahmana, dan para perumah tangga berselisih dengan para perumah tangga.”
“Mengapakah, Guru Kaccāna, para petapa berselisih dengan para petapa?”
“Adalah, brahmana, karena keterikatan terhadap nafsu pada pandangan-pandangan, terbelenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, menggenggam erat-erat padanya, maka para petapa berselisih dengan para petapa.”
“Kalau begitu adakah seseorang di dunia ini yang telah mengatasi keterikatan terhadap nafsu pada kenikmatan indria … menggenggam erat-erat padanya, dan terhadap nafsu pada pandangan-pandangan … menggenggam erat-erat padanya?”
“Ada”
“Dan siapakah itu?”
“Ada, brahmana, sebuah kota di sebelah timur yang disebut Sāvatthī. Di sana Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna sedang menetap sekarang. Sang Bhagavā telah mengatasi keterikatan terhadap nafsu pada kenikmatan indria, belenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, genggaman erat padanya, dan ia telah mengatasi keterikatan terhadapnafsu padapandangan-pandangan, belenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, genggaman erat padanya.”
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Ārāmadaṇḍa bangkit dari duduknya, merapikan jubah atasnya di satu bahunya, menurunkanlututnya menyentuh tanah, dengan penuh hormat menyembah ke arah di mana Sang Bhagavā berada, dan mengucapkan ucapan inspiratif ini tiga kali: “Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Sungguh, Sang Bhagavā itu telah mengatasi keterikatan trhadap nafsu pada kenikmatan indria, belenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, genggaman erat padanya ini, dan Beliau telah mengatasi karena keterikatan terhadap nafsu pada pandangan-pandangan, belenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, genggaman erat padanya ini.
“Bagus sekali, Guru Kaccāna! Bagus sekali, Guru Kaccāna! Guru Kaccāna telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolah-olah menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Guru Kaccāna, Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Kaccāna menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”
“Adalah, brahmana, karena keterikatan terhadap nafsu pada kenikmatan indria, terbelenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, menggenggam erat-erat padanya, maka para khattiya berselisih dengan para khattiya, para brahmana berselisih dengan para brahmana, dan para perumah tangga berselisih dengan para perumah tangga.”
“Mengapakah, Guru Kaccāna, para petapa berselisih dengan para petapa?”
“Adalah, brahmana, karena keterikatan terhadap nafsu pada pandangan-pandangan, terbelenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, menggenggam erat-erat padanya, maka para petapa berselisih dengan para petapa.”
“Kalau begitu adakah seseorang di dunia ini yang telah mengatasi keterikatan terhadap nafsu pada kenikmatan indria … menggenggam erat-erat padanya, dan terhadap nafsu pada pandangan-pandangan … menggenggam erat-erat padanya?”
“Ada”
“Dan siapakah itu?”
“Ada, brahmana, sebuah kota di sebelah timur yang disebut Sāvatthī. Di sana Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna sedang menetap sekarang. Sang Bhagavā telah mengatasi keterikatan terhadap nafsu pada kenikmatan indria, belenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, genggaman erat padanya, dan ia telah mengatasi keterikatan terhadapnafsu padapandangan-pandangan, belenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, genggaman erat padanya.”
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Ārāmadaṇḍa bangkit dari duduknya, merapikan jubah atasnya di satu bahunya, menurunkanlututnya menyentuh tanah, dengan penuh hormat menyembah ke arah di mana Sang Bhagavā berada, dan mengucapkan ucapan inspiratif ini tiga kali: “Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Sungguh, Sang Bhagavā itu telah mengatasi keterikatan trhadap nafsu pada kenikmatan indria, belenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, genggaman erat padanya ini, dan Beliau telah mengatasi karena keterikatan terhadap nafsu pada pandangan-pandangan, belenggu padanya, perasaan mendalam padanya, obsesi padanya, genggaman erat padanya ini.
“Bagus sekali, Guru Kaccāna! Bagus sekali, Guru Kaccāna! Guru Kaccāna telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolah-olah menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Guru Kaccāna, Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Kaccāna menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com