v. Kumpulan-Kumpulan
Parisa 6 (AN 2.47)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kumpulan ini. Apakah dua ini? Kumpulan yang terlatih dalam pembicaraan omong-kosong, bukan dalam tanya jawab, dan kumpulan yang terlatih dalam tanya jawab, bukan dalam pembicaraan omong-kosong.
“Dan apakah kumpulan yang terlatih dalam pembicaraan omong-kosong, bukan dalam tanya jawab? Di sini, dalam kumpulan jenis ini, ketika khotbah-khotbah yang dibabarkan oleh Sang Tathāgata sedang dilafalkan yang dalam, mendalam secara makna, melampaui-keduniawian, berhubungan dengan kekosongan, para bhikkhu tidak ingin mendengarkannya, tidak menyimaknya, atau mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya; mereka tidak berpikir bahwa ajaran-ajaran itu harus dipelajari dan dipahami. Tetapi ketika khotbah-khotbah itu sedang dilafalkan yang hanya sekedar syair-syair yang digubah oleh para penyair, indah dalam kata-kata, diciptakan oleh pihak luar, dibabarkan oleh para siswa, maka mereka ingin mendengarnya, menyimaknya, dan mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya; mereka berpikir bahwa ajaran-ajaran itu harus dipelajari dan dipahami. Dan setelah mempelajari ajaran-ajaran itu, mereka tidak saling bertanya jawab satu sama lain tentang ajaran-ajaran itu atau memeriksanya secara seksama, dengan bertanya: ‘Bagaimana ini? Apakah makna dari hal ini?’ Mereka tidak mengungkapkan kepada orang lain apa yang samar-samar dan tidak menjelaskan apa yang tidak jelas, atau menghapuskan kebingungan sehubungan dengan banyak hal yang membingungkan. Ini disebut kumpulan yang terlatih dalam pembicaraan omong-kosong, bukan dalam tanya jawab.
“Dan apakah kumpulan yang terlatih dalam tanya jawab, bukan dalam pembicaraan omong-kosong? Di sini, ketika khotbah-khotbah itu sedang dilafalkan yang hanya sekedar syair-syair yang digubah oleh para penyair, indah dalam kata-kata, diciptakan oleh pihak luar, dibabarkan oleh para siswa, maka mereka tidak ingin mendengarnya, tidak menyimaknya, dan tidak mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya; mereka tidak berpikir bahwa ajaran-ajaran itu harus dipelajari dan dipahami. Tetapi ketika khotbah-khotbah yang dibabarkan oleh Sang Tathāgata sedang dilafalkan yang dalam, mendalam secara makna, melampaui-keduniawian, berhubungan dengan kekosongan, para bhikkhu ingin mendengarkannya, menyimaknya, dan mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya; mereka berpikir bahwa ajaran-ajaran itu harus dipelajari dan dipahami. Dan setelah mempelajari ajaran-ajaran itu, mereka saling bertanya jawab satu sama lain tentang ajaran-ajaran itu dan memeriksanya secara seksama, dengan bertanya: ‘Bagaimana ini? Apakah makna dari hal ini?’ Mereka mengungkapkan kepada orang lain apa yang samar-samar dan menjelaskan apa yang tidak jelas, dan menghapuskan kebingungan sehubungan dengan banyak hal yang membingungkan. Ini disebut kumpulan yang terlatih dalam tanya jawab, bukan dalam pembicaraan omong-kosong.
“Ini, para bhikkhu, adalah kedua jenis kumpulan itu. Di antara kedua jenis ini, kumpulan yang terlatih dalam tanya jawab, bukan dalam pembicaraan omong-kosong, adalah yang terunggul.”
“Dan apakah kumpulan yang terlatih dalam pembicaraan omong-kosong, bukan dalam tanya jawab? Di sini, dalam kumpulan jenis ini, ketika khotbah-khotbah yang dibabarkan oleh Sang Tathāgata sedang dilafalkan yang dalam, mendalam secara makna, melampaui-keduniawian, berhubungan dengan kekosongan, para bhikkhu tidak ingin mendengarkannya, tidak menyimaknya, atau mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya; mereka tidak berpikir bahwa ajaran-ajaran itu harus dipelajari dan dipahami. Tetapi ketika khotbah-khotbah itu sedang dilafalkan yang hanya sekedar syair-syair yang digubah oleh para penyair, indah dalam kata-kata, diciptakan oleh pihak luar, dibabarkan oleh para siswa, maka mereka ingin mendengarnya, menyimaknya, dan mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya; mereka berpikir bahwa ajaran-ajaran itu harus dipelajari dan dipahami. Dan setelah mempelajari ajaran-ajaran itu, mereka tidak saling bertanya jawab satu sama lain tentang ajaran-ajaran itu atau memeriksanya secara seksama, dengan bertanya: ‘Bagaimana ini? Apakah makna dari hal ini?’ Mereka tidak mengungkapkan kepada orang lain apa yang samar-samar dan tidak menjelaskan apa yang tidak jelas, atau menghapuskan kebingungan sehubungan dengan banyak hal yang membingungkan. Ini disebut kumpulan yang terlatih dalam pembicaraan omong-kosong, bukan dalam tanya jawab.
“Dan apakah kumpulan yang terlatih dalam tanya jawab, bukan dalam pembicaraan omong-kosong? Di sini, ketika khotbah-khotbah itu sedang dilafalkan yang hanya sekedar syair-syair yang digubah oleh para penyair, indah dalam kata-kata, diciptakan oleh pihak luar, dibabarkan oleh para siswa, maka mereka tidak ingin mendengarnya, tidak menyimaknya, dan tidak mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya; mereka tidak berpikir bahwa ajaran-ajaran itu harus dipelajari dan dipahami. Tetapi ketika khotbah-khotbah yang dibabarkan oleh Sang Tathāgata sedang dilafalkan yang dalam, mendalam secara makna, melampaui-keduniawian, berhubungan dengan kekosongan, para bhikkhu ingin mendengarkannya, menyimaknya, dan mengarahkan pikiran mereka untuk memahaminya; mereka berpikir bahwa ajaran-ajaran itu harus dipelajari dan dipahami. Dan setelah mempelajari ajaran-ajaran itu, mereka saling bertanya jawab satu sama lain tentang ajaran-ajaran itu dan memeriksanya secara seksama, dengan bertanya: ‘Bagaimana ini? Apakah makna dari hal ini?’ Mereka mengungkapkan kepada orang lain apa yang samar-samar dan menjelaskan apa yang tidak jelas, dan menghapuskan kebingungan sehubungan dengan banyak hal yang membingungkan. Ini disebut kumpulan yang terlatih dalam tanya jawab, bukan dalam pembicaraan omong-kosong.
“Ini, para bhikkhu, adalah kedua jenis kumpulan itu. Di antara kedua jenis ini, kumpulan yang terlatih dalam tanya jawab, bukan dalam pembicaraan omong-kosong, adalah yang terunggul.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com