Seorang yang Berdiam dalam Dhamma (1)
Dhammavihārī 1 (AN 5.73)
Seorang bhikkhu mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepadanya, duduk di satu sisi, dan berkata:
“Dikatakan, Bhante, ‘seorang yang berdiam dalam Dhamma, seorang yang berdiam dalam Dhamma.’ Dengan cara bagaimanakah seorang bhikkhu adalah seorang yang berdiam dalam Dhamma?”
(1) “Di sini, bhikkhu, seorang bhikkhu mempelajari Dhamma: khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair, ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban. Ia melewatkan hari dengan mempelajari Dhamma tetapi mengabaikan keterasingan dan tidak menekuni ketenangan pikiran internal. Ini disebut seorang bhikkhu yang tenggelam dalam pembelajaran, bukan seorang yang berdiam dalam Dhamma.
(2) “Kemudian, seorang bhikkhu mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara terperinci seperti yang telah ia dengarkan dan ia pelajari. Ia melewatkan hari dengan mengkomunikasikan Dhamma tetapi mengabaikan keterasingan dan tidak menekuni ketenangan pikiran internal. Ini disebut seorang bhikkhu yang tenggelam dalam komunikasi, bukan seorang yang berdiam dalam Dhamma.
(3) “Kemudian, seorang bhikkhu melafalkan Dhamma secara terperinci seperti yang telah ia dengarkan dan ia pelajari. Ia melewatkan hari dengan melafalkan Dhamma tetapi mengabaikan keterasingan dan tidak menekuni ketenangan pikiran internal. Ini disebut seorang bhikkhu yang tenggelam dalam pelafalan, bukan seorang yang berdiam dalam Dhamma.
(4) “Kemudian, seorang bhikkhu mempertimbangkan, memeriksa, dan menyelidiki Dhamma dalam pikiran seperti yang telah ia dengarkan dan ia pelajari. Ia melewatkan hari dengan memikirkan tentang Dhamma tetapi mengabaikan keterasingan dan tidak menekuni ketenangan pikiran internal. Ini disebut seorang bhikkhu yang tenggelam dalam pemikiran, bukan seorang yang berdiam dalam Dhamma.
(5) “Di sini, seorang bhikkhu mempelajari Dhamma - khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair, ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban—tetapi ia tidak melewatkan hari [hanya] dengan mempelajari Dhamma. Ia tidak mengabaikan keterasingan melainkan menekuni ketenangan pikiran internal. Dengan cara inilah seorang bhikkhu disebut seorang yang berdiam dalam Dhamma.
“Demikianlah, bhikkhu, Aku telah mengajarkan tentang seorang yang tenggelam dalam pembelajaran, seorang yang tenggelam dalam komunikasi, seorang yang tenggelam dalam pelafalan, seorang yang tenggelam dalam pemikiran, dan seorang yang berdiam dalam Dhamma. Apa pun yang harus dilakukan oleh seorang guru yang berbelas kasihan demi belas kasihan kepada para siswanya, yang mengusahakan kesejahteraan mereka, telah Aku lakukan untuk kalian. Ada bawah pepohonan ini, ada gubuk-gubuk kosong ini. Bermeditasilah, bhikkhu, jangan lalai. Jangan sampai menyesalinya kelak. Ini adalah instruksi kami kepada kalian.”
“Dikatakan, Bhante, ‘seorang yang berdiam dalam Dhamma, seorang yang berdiam dalam Dhamma.’ Dengan cara bagaimanakah seorang bhikkhu adalah seorang yang berdiam dalam Dhamma?”
(1) “Di sini, bhikkhu, seorang bhikkhu mempelajari Dhamma: khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair, ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban. Ia melewatkan hari dengan mempelajari Dhamma tetapi mengabaikan keterasingan dan tidak menekuni ketenangan pikiran internal. Ini disebut seorang bhikkhu yang tenggelam dalam pembelajaran, bukan seorang yang berdiam dalam Dhamma.
(2) “Kemudian, seorang bhikkhu mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara terperinci seperti yang telah ia dengarkan dan ia pelajari. Ia melewatkan hari dengan mengkomunikasikan Dhamma tetapi mengabaikan keterasingan dan tidak menekuni ketenangan pikiran internal. Ini disebut seorang bhikkhu yang tenggelam dalam komunikasi, bukan seorang yang berdiam dalam Dhamma.
(3) “Kemudian, seorang bhikkhu melafalkan Dhamma secara terperinci seperti yang telah ia dengarkan dan ia pelajari. Ia melewatkan hari dengan melafalkan Dhamma tetapi mengabaikan keterasingan dan tidak menekuni ketenangan pikiran internal. Ini disebut seorang bhikkhu yang tenggelam dalam pelafalan, bukan seorang yang berdiam dalam Dhamma.
(4) “Kemudian, seorang bhikkhu mempertimbangkan, memeriksa, dan menyelidiki Dhamma dalam pikiran seperti yang telah ia dengarkan dan ia pelajari. Ia melewatkan hari dengan memikirkan tentang Dhamma tetapi mengabaikan keterasingan dan tidak menekuni ketenangan pikiran internal. Ini disebut seorang bhikkhu yang tenggelam dalam pemikiran, bukan seorang yang berdiam dalam Dhamma.
(5) “Di sini, seorang bhikkhu mempelajari Dhamma - khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair, ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban—tetapi ia tidak melewatkan hari [hanya] dengan mempelajari Dhamma. Ia tidak mengabaikan keterasingan melainkan menekuni ketenangan pikiran internal. Dengan cara inilah seorang bhikkhu disebut seorang yang berdiam dalam Dhamma.
“Demikianlah, bhikkhu, Aku telah mengajarkan tentang seorang yang tenggelam dalam pembelajaran, seorang yang tenggelam dalam komunikasi, seorang yang tenggelam dalam pelafalan, seorang yang tenggelam dalam pemikiran, dan seorang yang berdiam dalam Dhamma. Apa pun yang harus dilakukan oleh seorang guru yang berbelas kasihan demi belas kasihan kepada para siswanya, yang mengusahakan kesejahteraan mereka, telah Aku lakukan untuk kalian. Ada bawah pepohonan ini, ada gubuk-gubuk kosong ini. Bermeditasilah, bhikkhu, jangan lalai. Jangan sampai menyesalinya kelak. Ini adalah instruksi kami kepada kalian.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com