Tikaṇḍakī
Tikaṇḍakī (AN 5.144)
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāketa di Hutan Tikaṇḍakī. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”
“Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“(1) Para bhikkhu, adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam apa yang tidak menjijikkan. (2) Adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang menjijikkan. (3) Adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam apa yang tidak menjijikkan maupun apa yang menjijikkan. (4) Adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang menjijikkan maupun apa yang tidak menjijikkan. (5) Adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah berpaling dari apa yang menjijikkan dan apa yang tidak menjijikkan.
(1) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam apa yang tidak menjijikkan? ‘Semoga tidak ada nafsu yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang nafsu!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan kejijikan di dalam apa yang tidak menjijikkan.
(2) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang menjijikkan? ‘Semoga tidak ada kebencian yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang kebencian!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan di dalam apa yang menjijikkan.
(3) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam apa yang tidak menjijikkan maupun apa yang menjijikkan? ‘Semoga tidak ada nafsu yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang nafsu, dan tidak ada kebencian yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang kebencian!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan kejijikan di dalam apa yang tidak menjijikkan maupun apa yang menjijikkan.
(4) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang menjijikkan maupun apa yang tidak menjijikkan? ‘Semoga tidak ada kebencian yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang kebencian, dan tidak ada nafsu yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang nafsu!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan di dalam apa yang menjijikkan maupun apa yang tidak menjijikkan.
(5) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah berpaling dari apa yang menjijikkan dan apa yang tidak menjijikkan? ‘Semoga tidak ada nafsu sama sekali yang muncul padaku di mana pun dan dalam cara apa pun sehubungan dengan hal-hal yang merangsang nafsu! Semoga tidak ada kebencian sama sekali yang muncul padaku di mana pun dan dalam cara apa pun sehubungan dengan hal-hal yang merangsang kebencian! Semoga tidak ada delusi yang muncul padaku di mana pun dan dalam cara apa pun sehubungan dengan hal-hal yang mengembangkan delusi!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah berpaling dari apa yang menjijikkan dan apa yang tidak menjijikkan.”
“Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“(1) Para bhikkhu, adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam apa yang tidak menjijikkan. (2) Adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang menjijikkan. (3) Adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam apa yang tidak menjijikkan maupun apa yang menjijikkan. (4) Adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang menjijikkan maupun apa yang tidak menjijikkan. (5) Adalah baik bagi seorang bhikkhu agar dari waktu ke waktu berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah berpaling dari apa yang menjijikkan dan apa yang tidak menjijikkan.
(1) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam apa yang tidak menjijikkan? ‘Semoga tidak ada nafsu yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang nafsu!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan kejijikan di dalam apa yang tidak menjijikkan.
(2) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang menjijikkan? ‘Semoga tidak ada kebencian yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang kebencian!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan di dalam apa yang menjijikkan.
(3) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam apa yang tidak menjijikkan maupun apa yang menjijikkan? ‘Semoga tidak ada nafsu yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang nafsu, dan tidak ada kebencian yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang kebencian!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan kejijikan di dalam apa yang tidak menjijikkan maupun apa yang menjijikkan.
(4) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang menjijikkan maupun apa yang tidak menjijikkan? ‘Semoga tidak ada kebencian yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang kebencian, dan tidak ada nafsu yang muncul padaku terhadap hal-hal yang merangsang nafsu!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan di dalam apa yang menjijikkan maupun apa yang tidak menjijikkan.
(5) “Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah berpaling dari apa yang menjijikkan dan apa yang tidak menjijikkan? ‘Semoga tidak ada nafsu sama sekali yang muncul padaku di mana pun dan dalam cara apa pun sehubungan dengan hal-hal yang merangsang nafsu! Semoga tidak ada kebencian sama sekali yang muncul padaku di mana pun dan dalam cara apa pun sehubungan dengan hal-hal yang merangsang kebencian! Semoga tidak ada delusi yang muncul padaku di mana pun dan dalam cara apa pun sehubungan dengan hal-hal yang mengembangkan delusi!’: demi manfaat inilah seorang bhikkhu harus berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah berpaling dari apa yang menjijikkan dan apa yang tidak menjijikkan.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com