Penyatuan
Saṃyogavisaṃyoga dhammapariyāya [Saṃyoga] (AN 7.51)
“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian sebuah khotbah Dhamma tentang penyatuan dan keberpisahan. Dengarkan …
“Dan apakah khotbah Dhamma tentang penyatuan dan keberpisahan itu?
“Seorang perempuan, para bhikkhu, secara internal memperhatikan kekuatan kefemininannya, sikap kefemininannya, penampilan kefemininannya, aspek kefemininannya, keinginan kefemininannya, suara kefemininannya, riasan kefemininannya. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, menyenanginya¸ ia secara eksternal memperhatikan kekuatan kemaskulinan, sikap kemaskulinan, penampilan kemaskulinan, aspek kemaskulinan, keinginan kemaskulinan, suara kemaskulinan, riasan kemaskulinan [dari seorang laki-laki]. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, menyenanginya¸ ia menginginkan penyatuan secara eksternal, dan ia juga menginginkan kenikmatan dan kegembiraan yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang menyenangi kefemininan mereka memasuki penyatuan dengan para laki-laki. Dengan cara inilah seorang perempuan tidak melampaui keperempuanannya.
“Seorang laki-laki, para bhikkhu, secara internal memperhatikan kekuatan kemaskulinannya, sikap kemaskulinannya, penampilan kemaskulinannya, aspek kemaskulinannya, keinginan kemaskulinannya, suara kemaskulinannya, riasan kemaskulinannya. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, menyenanginya¸ ia secara eksternal memperhatikan kekuatan kefemininan, sikap kefemininan, penampilan kefemininan, aspek kefemininan, keinginan kefemininan, suara kefemininan, riasan kefemininan [dari seorang perempuan]. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, menyenanginya¸ ia menginginkan penyatuan secara eksternal, dan ia juga menginginkan kenikmatan dan kegembiraan yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang menyenangi kemaskulinan mereka memasuki penyatuan dengan para perempuan. [58] Dengan cara inilah seorang laki-laki tidak melampaui kelaki-lakiannya.
“Ini adalah bagaimana penyatuan terjadi. Dan bagaimanakah perpisahan terjadi?
“Seorang perempuan, para bhikkhu, tidak secara internal memperhatikan kekuatan keperempuanannya … riasan keperempuanannya. Ia tidak menjadi tergerak oleh hal-hal ini dan tidak menyenanginya. Karena tidak tergerak oleh hal-hal itu, tidak menyenanginya¸ ia tidak secara eksternal memperhatikan kekuatan kelaki-lakian … riasan kelaki-lakian [dari seorang laki-laki]. Ia tidak menjadi tergerak oleh hal-hal ini dan tidak menyenanginya. Karena tidak tergerak oleh hal-hal itu, tidak menyenanginya, ia tidak menginginkan penyatuan secara eksternal, dan ia juga tidak menginginkan kenikmatan dan kegembiraan yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang tidak menyenangi keperempuanan mereka menjadi terpisah dari para laki-laki. Dengan cara inilah seorang perempuan melampaui keperempuanannya.
“Seorang laki-laki, para bhikkhu, tidak secara internal memperhatikan kekuatan kelaki-lakiannya … riasan kelaki-lakiannya. Ia tidak menjadi tergerak oleh hal-hal ini dan tidak menyenanginya. Karena tidak tergerak oleh hal-hal itu, tidak menyenanginya¸ ia tidak secara eksternal memperhatikan kekuatan keperempuanan … riasan keperempuanan [dari seorang perempuan]. Ia tidak menjadi tergerak oleh hal-hal ini dan tidak menyenanginya. Karena tidak tergerak oleh hal-hal itu, tidak menyenanginya¸ ia tidak menginginkan penyatuan secara eksternal, dan ia juga tidak menginginkan kenikmatan dan kegembiraan yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang tidak menyenangi kelaki-lakian mereka menjadi terpisah dari para perempuan. Dengan cara inilah seorang laki-laki melampaui kelaki-lakiannya.
“Ini adalah bagaimana keberpisahan terjadi.
“Ini, para bhikkhu, adalah khotbah Dhamma tentang penyatuan dan keberpisahan itu.”
“Dan apakah khotbah Dhamma tentang penyatuan dan keberpisahan itu?
“Seorang perempuan, para bhikkhu, secara internal memperhatikan kekuatan kefemininannya, sikap kefemininannya, penampilan kefemininannya, aspek kefemininannya, keinginan kefemininannya, suara kefemininannya, riasan kefemininannya. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, menyenanginya¸ ia secara eksternal memperhatikan kekuatan kemaskulinan, sikap kemaskulinan, penampilan kemaskulinan, aspek kemaskulinan, keinginan kemaskulinan, suara kemaskulinan, riasan kemaskulinan [dari seorang laki-laki]. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, menyenanginya¸ ia menginginkan penyatuan secara eksternal, dan ia juga menginginkan kenikmatan dan kegembiraan yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang menyenangi kefemininan mereka memasuki penyatuan dengan para laki-laki. Dengan cara inilah seorang perempuan tidak melampaui keperempuanannya.
“Seorang laki-laki, para bhikkhu, secara internal memperhatikan kekuatan kemaskulinannya, sikap kemaskulinannya, penampilan kemaskulinannya, aspek kemaskulinannya, keinginan kemaskulinannya, suara kemaskulinannya, riasan kemaskulinannya. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, menyenanginya¸ ia secara eksternal memperhatikan kekuatan kefemininan, sikap kefemininan, penampilan kefemininan, aspek kefemininan, keinginan kefemininan, suara kefemininan, riasan kefemininan [dari seorang perempuan]. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, menyenanginya¸ ia menginginkan penyatuan secara eksternal, dan ia juga menginginkan kenikmatan dan kegembiraan yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang menyenangi kemaskulinan mereka memasuki penyatuan dengan para perempuan. [58] Dengan cara inilah seorang laki-laki tidak melampaui kelaki-lakiannya.
“Ini adalah bagaimana penyatuan terjadi. Dan bagaimanakah perpisahan terjadi?
“Seorang perempuan, para bhikkhu, tidak secara internal memperhatikan kekuatan keperempuanannya … riasan keperempuanannya. Ia tidak menjadi tergerak oleh hal-hal ini dan tidak menyenanginya. Karena tidak tergerak oleh hal-hal itu, tidak menyenanginya¸ ia tidak secara eksternal memperhatikan kekuatan kelaki-lakian … riasan kelaki-lakian [dari seorang laki-laki]. Ia tidak menjadi tergerak oleh hal-hal ini dan tidak menyenanginya. Karena tidak tergerak oleh hal-hal itu, tidak menyenanginya, ia tidak menginginkan penyatuan secara eksternal, dan ia juga tidak menginginkan kenikmatan dan kegembiraan yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang tidak menyenangi keperempuanan mereka menjadi terpisah dari para laki-laki. Dengan cara inilah seorang perempuan melampaui keperempuanannya.
“Seorang laki-laki, para bhikkhu, tidak secara internal memperhatikan kekuatan kelaki-lakiannya … riasan kelaki-lakiannya. Ia tidak menjadi tergerak oleh hal-hal ini dan tidak menyenanginya. Karena tidak tergerak oleh hal-hal itu, tidak menyenanginya¸ ia tidak secara eksternal memperhatikan kekuatan keperempuanan … riasan keperempuanan [dari seorang perempuan]. Ia tidak menjadi tergerak oleh hal-hal ini dan tidak menyenanginya. Karena tidak tergerak oleh hal-hal itu, tidak menyenanginya¸ ia tidak menginginkan penyatuan secara eksternal, dan ia juga tidak menginginkan kenikmatan dan kegembiraan yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang tidak menyenangi kelaki-lakian mereka menjadi terpisah dari para perempuan. Dengan cara inilah seorang laki-laki melampaui kelaki-lakiannya.
“Ini adalah bagaimana keberpisahan terjadi.
“Ini, para bhikkhu, adalah khotbah Dhamma tentang penyatuan dan keberpisahan itu.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com