Gotamī
Gotamī (AN 8.51)
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara para penduduk Sakya di Kapilavatthu di Taman Pohon Banyan. Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:
“Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Cukup, Gotamī! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
Untuk ke dua kalinya … untuk ke tiga kalinya Mahāpajāpatī Gotamī berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Cukup, Gotamī! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī, dengan berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah,” menjadi nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata. Kemudian ia bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.
Setelah menetap di Kapilavatthu selama yang Beliau kehendaki, Sang Bhagavā pergi melakukan perjalanan menuju Vesālī. Sambil mengembara dalam perjalanan itu, Beliau akhirnya tiba di Vesālī, di mana Beliau menetap di aula beratap lancip di Hutan Besar.
Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī mencukur rambutnya, mengenakan jubah kuning, dan bersama dengan sejumlah perempuan Sakya, melakukan perjalanan menuju Vesālī. Akhirnya, ia tiba di Vesālī dan [mendatangi] aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian, dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia berdiri di luar gerbang. Yang Mulia Ānanda melihatnya berdiri di sana dalam kondisi demikian dan berkata kepadanya:
“Gotamī, mengapakah engkau berdiri di luar gerbang dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata?”
“Aku melakukan ini, Bhante Ānanda, karena Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.”
“Baiklah, Gotamī, engkau tunggulah di sini [sebentar] sementara aku memohon pada Sang Bhagavā untuk memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, Mahāpajāpatī Gotamī sedang berdiri di luar gerbang dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata, karena Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan. Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Cukup, Ānanda! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
Untuk ke dua kalinya … untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Cukup, Ānanda! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Biarlah aku memohon pada Sang Bhagavā agar memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dengan cara lain.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, jika seorang perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā, mungkinkah baginya untuk merealisasikan buah memasuki-arus, buah yang-kembali-sekali, buah yang-tidak-kembali, dan buah Kearahattaan?”
“Mungkin saja, Ānanda.”
“Jika, Bhante, adalah mungkin bagi seorang perempuan untuk merealisasikan buah memasuki-arus, buah yang-kembali-sekali, buah yang-tidak-kembali, dan buah Kearahattaan, [dan dengan mempertimbangkan bahwa] Mahāpajāpatī Gotamī telah sangat membantu bagi Sang Bhagavā—telah menjadi bibiNya, menjadi ibu susu bagiNya, dan menjadi ibu angkat yang mengasuhNya dengan susu dari dadanya ketika ibu kandungNya meninggal dunia - baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Jika, Ānanda, Mahāpajāpatī Gotamī menerima delapan aturan penghormatan, biarlah itu menjadi penahbisan penuh baginya.
(1) “Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan selama seratus tahun harus memberi hormat kepada seorang bhikkhu yang ditahbiskan pada hari itu, harus bangkit untuknya, memberikan salam hormat kepadanya, dan bersikap sopan terhadapnya. Aturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(2) “Seorang bhikkhunī tidak boleh memasuki masa keberdiaman musim hujan di tempat di mana tidak ada bhikkhu. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(3) “Setiap setengah bulan seorang bhikkhunī harus menanyakan dua hal dari Saṅgha para bhikkhu: tentang [hari] uposatha, dan tentang kunjungan untuk memberikan nasihat. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(4) “Ketika seorang bhikkhunī telah melaksanakan masa keberdiaman musim hujan, ia harus mengundang koreksi dari kedua Saṅgha sehubungan dengan tiga hal: sehubungan dengan apa yang dilihat, didengar, atau dicurigai. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(5) “Seorang bhikkhunī yang telah melakukan pelanggaran berat harus menjalani periode hukuman selama setengah bulan di hadapan kedua Saṅgha. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(6) “Seorang yang telah menjalani masa percobaan yang telah menyelesaikan masa dua tahun latihan dalam enam aturan boleh memohon penahbisan penuh dari kedua Saṅgha. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(7) “Seorang bhikkhunī tidak boleh dengan alasan apa pun menghina atau mencaci seorang bhikkhu. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(8) “Mulai hari ini dan seterusnya, Ānanda, para bhikkhunī dilarang menasihati para bhikkhu, tetapi para bhikkhu tidak dilarang untuk menasihati para bhikkhunī. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
“Jika, Ānanda, Mahāpajāpatī Gotamī menerima delapan aturan penghormatan ini, biarlah itu menjadi penahbisan penuh baginya.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah mempelajari kedelapan aturan penghormatan ini dari Sang Bhagavā, mendatangi Mahāpajāpatī Gotamī dan berkata kepadanya: “Jika, Gotamī, engkau menerima delapan aturan penghormatan ini, maka itu akan menjadi penahbisan penuh bagimu:
(1) “Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan selama seratus tahun harus memberi hormat kepada seorang bhikkhu yang ditahbiskan pada hari itu, harus bangkit untuknya, memberikan salam hormat kepadanya, dan bersikap sopan terhadapnya. Aturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya …
(8) “Mulai hari ini dan seterusnya, para bhikkhunī dilarang menasihati para bhikkhu, tetapi para bhikkhu tidak dilarang untuk menasihati para bhikkhunī. Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
“Jika, Gotamī, engkau menerima delapan aturan penghormatan ini, maka itu akan menjadi penahbisan penuh bagimu.”
“Bhante Ānanda, jika seorang perempuan atau laki-laki—muda, berpenampilan muda, dan menyukai perhiasan, dengan kepala dicuci—memperoleh kalung bunga dari teratai biru, melati, atau bakung, ia akan menerimanya dengan kedua tangannya dan meletakkannya di atas kepalanya. Dengan cara yang sama, aku menerima kedelapan aturan penghormatan ini untuk tidak dilanggar seumur hidup.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, Mahāpajāpatī Gotamī telah menerima kedelapan aturan penghormatan ini untuk tidak dilanggar seumur hidup.”
“Jika, Ānanda, para perempuan tidak memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, maka kehidupan spiritual ini akan bertahan lama; Dhamma sejati akan berdiri kokoh selama seribu tahun. Akan tetapi, Ānanda, para perempuan telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, maka sekarang kehidupan spiritual tidak akan bertahan lama; Dhamma sejati hanya akan bertahan lima ratus tahun.
“Seperti halnya, Ānanda, para perampok yang sedang mencari mangsa akan dengan mudah menyerang keluarga-keluarga itu yang memiliki banyak perempuan dan sedikit laki-laki, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.
“Seperti halnya, Ānanda, sebidang lahan padi gunung telah masak, jika penyakit pemutihan menyerangnya, maka lahan padi itu tidak bertahan lama, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.
“Seperti halnya, Ānanda, sebidang lahan tebu telah masak, jika penyakit karat menyerangnya, maka lahan tebu itu tidak bertahan lama, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.
“Seperti halnya, Ānanda, seorang laki-laki dapat membangun sebuah tanggul di sekeliling waduk sebagai pencegahan agar air tidak meluap, demikian pula, sebagai pencegahan Aku telah menetapkan kedelapan aturan penghormatan ini untuk para bhikkhunī agar tidak dilanggar seumur hidup.”
“Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Cukup, Gotamī! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
Untuk ke dua kalinya … untuk ke tiga kalinya Mahāpajāpatī Gotamī berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Cukup, Gotamī! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī, dengan berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah,” menjadi nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata. Kemudian ia bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.
Setelah menetap di Kapilavatthu selama yang Beliau kehendaki, Sang Bhagavā pergi melakukan perjalanan menuju Vesālī. Sambil mengembara dalam perjalanan itu, Beliau akhirnya tiba di Vesālī, di mana Beliau menetap di aula beratap lancip di Hutan Besar.
Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī mencukur rambutnya, mengenakan jubah kuning, dan bersama dengan sejumlah perempuan Sakya, melakukan perjalanan menuju Vesālī. Akhirnya, ia tiba di Vesālī dan [mendatangi] aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian, dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia berdiri di luar gerbang. Yang Mulia Ānanda melihatnya berdiri di sana dalam kondisi demikian dan berkata kepadanya:
“Gotamī, mengapakah engkau berdiri di luar gerbang dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata?”
“Aku melakukan ini, Bhante Ānanda, karena Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.”
“Baiklah, Gotamī, engkau tunggulah di sini [sebentar] sementara aku memohon pada Sang Bhagavā untuk memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, Mahāpajāpatī Gotamī sedang berdiri di luar gerbang dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata, karena Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan. Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Cukup, Ānanda! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
Untuk ke dua kalinya … untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Cukup, Ānanda! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Biarlah aku memohon pada Sang Bhagavā agar memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dengan cara lain.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, jika seorang perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā, mungkinkah baginya untuk merealisasikan buah memasuki-arus, buah yang-kembali-sekali, buah yang-tidak-kembali, dan buah Kearahattaan?”
“Mungkin saja, Ānanda.”
“Jika, Bhante, adalah mungkin bagi seorang perempuan untuk merealisasikan buah memasuki-arus, buah yang-kembali-sekali, buah yang-tidak-kembali, dan buah Kearahattaan, [dan dengan mempertimbangkan bahwa] Mahāpajāpatī Gotamī telah sangat membantu bagi Sang Bhagavā—telah menjadi bibiNya, menjadi ibu susu bagiNya, dan menjadi ibu angkat yang mengasuhNya dengan susu dari dadanya ketika ibu kandungNya meninggal dunia - baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”
“Jika, Ānanda, Mahāpajāpatī Gotamī menerima delapan aturan penghormatan, biarlah itu menjadi penahbisan penuh baginya.
(1) “Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan selama seratus tahun harus memberi hormat kepada seorang bhikkhu yang ditahbiskan pada hari itu, harus bangkit untuknya, memberikan salam hormat kepadanya, dan bersikap sopan terhadapnya. Aturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(2) “Seorang bhikkhunī tidak boleh memasuki masa keberdiaman musim hujan di tempat di mana tidak ada bhikkhu. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(3) “Setiap setengah bulan seorang bhikkhunī harus menanyakan dua hal dari Saṅgha para bhikkhu: tentang [hari] uposatha, dan tentang kunjungan untuk memberikan nasihat. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(4) “Ketika seorang bhikkhunī telah melaksanakan masa keberdiaman musim hujan, ia harus mengundang koreksi dari kedua Saṅgha sehubungan dengan tiga hal: sehubungan dengan apa yang dilihat, didengar, atau dicurigai. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(5) “Seorang bhikkhunī yang telah melakukan pelanggaran berat harus menjalani periode hukuman selama setengah bulan di hadapan kedua Saṅgha. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(6) “Seorang yang telah menjalani masa percobaan yang telah menyelesaikan masa dua tahun latihan dalam enam aturan boleh memohon penahbisan penuh dari kedua Saṅgha. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(7) “Seorang bhikkhunī tidak boleh dengan alasan apa pun menghina atau mencaci seorang bhikkhu. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
(8) “Mulai hari ini dan seterusnya, Ānanda, para bhikkhunī dilarang menasihati para bhikkhu, tetapi para bhikkhu tidak dilarang untuk menasihati para bhikkhunī. Aturan ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
“Jika, Ānanda, Mahāpajāpatī Gotamī menerima delapan aturan penghormatan ini, biarlah itu menjadi penahbisan penuh baginya.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah mempelajari kedelapan aturan penghormatan ini dari Sang Bhagavā, mendatangi Mahāpajāpatī Gotamī dan berkata kepadanya: “Jika, Gotamī, engkau menerima delapan aturan penghormatan ini, maka itu akan menjadi penahbisan penuh bagimu:
(1) “Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan selama seratus tahun harus memberi hormat kepada seorang bhikkhu yang ditahbiskan pada hari itu, harus bangkit untuknya, memberikan salam hormat kepadanya, dan bersikap sopan terhadapnya. Aturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya …
(8) “Mulai hari ini dan seterusnya, para bhikkhunī dilarang menasihati para bhikkhu, tetapi para bhikkhu tidak dilarang untuk menasihati para bhikkhunī. Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
“Jika, Gotamī, engkau menerima delapan aturan penghormatan ini, maka itu akan menjadi penahbisan penuh bagimu.”
“Bhante Ānanda, jika seorang perempuan atau laki-laki—muda, berpenampilan muda, dan menyukai perhiasan, dengan kepala dicuci—memperoleh kalung bunga dari teratai biru, melati, atau bakung, ia akan menerimanya dengan kedua tangannya dan meletakkannya di atas kepalanya. Dengan cara yang sama, aku menerima kedelapan aturan penghormatan ini untuk tidak dilanggar seumur hidup.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, Mahāpajāpatī Gotamī telah menerima kedelapan aturan penghormatan ini untuk tidak dilanggar seumur hidup.”
“Jika, Ānanda, para perempuan tidak memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, maka kehidupan spiritual ini akan bertahan lama; Dhamma sejati akan berdiri kokoh selama seribu tahun. Akan tetapi, Ānanda, para perempuan telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, maka sekarang kehidupan spiritual tidak akan bertahan lama; Dhamma sejati hanya akan bertahan lima ratus tahun.
“Seperti halnya, Ānanda, para perampok yang sedang mencari mangsa akan dengan mudah menyerang keluarga-keluarga itu yang memiliki banyak perempuan dan sedikit laki-laki, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.
“Seperti halnya, Ānanda, sebidang lahan padi gunung telah masak, jika penyakit pemutihan menyerangnya, maka lahan padi itu tidak bertahan lama, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.
“Seperti halnya, Ānanda, sebidang lahan tebu telah masak, jika penyakit karat menyerangnya, maka lahan tebu itu tidak bertahan lama, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.
“Seperti halnya, Ānanda, seorang laki-laki dapat membangun sebuah tanggul di sekeliling waduk sebagai pencegahan agar air tidak meluap, demikian pula, sebagai pencegahan Aku telah menetapkan kedelapan aturan penghormatan ini untuk para bhikkhunī agar tidak dilanggar seumur hidup.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com