Sariputta | Suttapitaka | Vepacitti (atau Kesabaran) Sariputta

Vepacitti (atau Kesabaran)

Vepacitti (SN 11.4)

Di Sāvatthī. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau, para deva dan para asura sedang bersiap-siap untuk suatu pertempuran. Kemudian Vepacitti, raja para asura, berkata kepada para asura sebagai berikut: ‘Teman-teman, dalam perang yang akan segera terjadi antara para deva dan para asura, jika para asura menang dan para deva kalah, ikat Sakka, raja para deva, pada empat anggota tubuhnya dan lehernya dan bawa kepadaku di kota para asura.’ Dan Sakka, raja para deva, berkata kepada para deva Tāvatiṃsa sebagai berikut: ‘Teman-teman, dalam perang yang akan segera terjadi antara para deva dan para asura, jika para deva menang dan para asura kalah, ikat Vepacitti, raja para asura, pada empat anggota tubuhnya dan lehernya dan bawa kepadaku di aula pertemuan Suddhamma.’

“Dalam perang itu, para bhikkhu, para deva menang dan para asura kalah. Maka para deva Tāvatiṃsa mengikat Vepacitti pada empat anggota tubuhnya dan lehernya dan membawanya ke hadapan Sakka di aula pertemuan Suddhamma. Ketika Sakka sedang memasuki dan meninggalkan aula pertemuan Suddhamma, Vepacitti, yang terikat keempat anggota tubuh dan lehernya, menghina dan mencercanya dengan kata-kata kasar. Kemudian, para bhikkhu, Mātali, si kusir berkata kepada Sakka, raja para deva, dalam syair:

“‘Ketika berhadapan secara langsung dengan Vepacitti
Apakah, Maghavā, karena takut atau lemah
Engkau menahankannya dengan begitu sabar,
Mendengarkan kata-kata kasarnya?’

Sakka:
“‘Bukan karena takut atau lemah
Aku bersabar terhadap Vepacitti.
Bagaimana mungkin seorang bijaksana sepertiku
Terlibat pertempuran dengan si dungu?’

Mātali:
“‘Si dungu akan lebih banyak lagi melepaskan kemarahannya
Jika tidak ada seorang pun yang melawannya.
Karena itu dengan hukuman drastis
Sang bijaksana seharusnya mengendalikan si dungu.’

Sakka:
“‘Ini adalah gagasanku sendiri
Cara untuk melawan si dungu adalah:
Ketika seseorang mengetahui bahwa musuhnya marah
Maka ia harus dengan penuh perhatian mempertahankan kedamaian.’

Mātali:
“‘Aku melihat cacat ini, O Vāsava,
Dalam melatih menahan kesabaran:
Jika si dungu berpikir bahwa engkau sebagai,

“Ia menahan sabar karena takut,”
Si tolol akan lebih jauh lagi mengejarmu
Seperti yang dilakukan sapi kepada seseorang yang melarikan diri.’

Sakka:
“‘Biarlah apakah ia tidak berpikir atau berpikir,
“Ia menahan sabar karena takut,”
Di antara tujuan yang berpuncak dalam kebaikan seseorang
Tidak ditemukan yang lebih baik daripada kesabaran.

“‘Ketika seseorang memiliki kekuatan
Dengan sabar menghadapi yang lemah,
Mereka menyebutnya kesabaran tertinggi;
Yang lemah harus selalu sabar.

“‘Mereka menyebut kekuatan itu sebagai tidak ada kekuatan sama sekali–
Kekuatan yang merupakan kekuatan si dungu–
Tetapi tidak ada seorang pun yang dapat mencela seseorang
Yang kuat karena dijaga oleh Dhamma.

“‘Seseorang yang membalas seorang pemarah dengan kemarahan
Dengan cara demikian, membuat segala sesuatu lebih buruk bagi dirinya sendiri.
Tanpa membalas seorang pemarah dengan kemarahan,
Ia memenangkan pertempuran yang sulit dimenangkan.

“‘Ia berlatih demi kesejahteraan kedua belah pihak,
Kesejahteraannya dan orang lain,
Ketika, mengetahui bahwa musuhnya marah,
Ia dengan penuh perhatian mempertahankan kedamaiannya.

“‘Ketika ia mencapai penyembuhan bagi kedua belah pihak—
Untuk dirinya sendiri dan orang lain–
Orang-orang yang menganggapnya dungu
Adalah tidak terampil dalam Dhamma.’

“Demikianlah, para bhikkhu, jika Sakka, raja para deva, hidup dari buah kebajikannya sendiri, menjalankan kekuasaan dan pemerintahan tertinggi atas para deva Tāvatiṃsa, menjadi seorang yang memuji kesabaran dan kelembutan, maka seberapa layaknya hal ini bagi kalian, yang telah meninggalkan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin yang telah dibabarkan sedemikian baik, untuk menjadi sabar dan lembut.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com