Para Petapa di sebuah Hutan
Araññāyatanaisi, Isayosamuddaka (SN 11.9–10)
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau, sejumlah petapa yang bermoral dan berkarakter baik bertempat tinggal di gubuk-gubuk daun di sebidang tanah di dalam hutan. Kemudian Sakka, raja para deva, dan Vepacitti, raja para asura, mendatangi para petapa itu.
“Vepacitti, raja para asura, mengenakan sepatunya, mengikat erat pedangnya, dan, dengan memegang payung tinggi di atasnya, memasuki pertapaan melalui gerbang utama; kemudian, setelah menghadapkan sisi kirinya ke arah mereka, ia berjalan melewati para petapa yang bermoral dan berkarakter baik itu. Tetapi Sakka, raja para deva, melepaskan sepatunya, menyerahkan pedangnya kepada orang lain, menurunkan payungnya, dan memasuki pertapaan melalui gerbang [biasa]; kemudian ia berdiri di tempat teduh, merangkapkan tangan sebagai penghormatan, menghormati para petapa itu yang bermoral dan berkarakter baik itu.
“Kemudian, para bhikkhu, para petapa itu berkata kepada Sakka dalam syair:
“‘Aroma para petapa terikat pada sumpah mereka,
Terpancar dari tubuh mereka, terbang bersama angin.
Berbaliklah dari sini, O dewa bermata seribu,
Karena aroma para petapa ini menjijikkan, O raja-deva.’
Sakka:
“‘Biarlah aroma para petapa terikat pada sumpah mereka,
Terpancar dari tubuh mereka, terbang bersama angin;
Kami menyukai aroma ini, O yang mulia,
Bagaikan karangan bunga di kepala.
Para deva tidak menganggapnya menjijikkan.”’
“Vepacitti, raja para asura, mengenakan sepatunya, mengikat erat pedangnya, dan, dengan memegang payung tinggi di atasnya, memasuki pertapaan melalui gerbang utama; kemudian, setelah menghadapkan sisi kirinya ke arah mereka, ia berjalan melewati para petapa yang bermoral dan berkarakter baik itu. Tetapi Sakka, raja para deva, melepaskan sepatunya, menyerahkan pedangnya kepada orang lain, menurunkan payungnya, dan memasuki pertapaan melalui gerbang [biasa]; kemudian ia berdiri di tempat teduh, merangkapkan tangan sebagai penghormatan, menghormati para petapa itu yang bermoral dan berkarakter baik itu.
“Kemudian, para bhikkhu, para petapa itu berkata kepada Sakka dalam syair:
“‘Aroma para petapa terikat pada sumpah mereka,
Terpancar dari tubuh mereka, terbang bersama angin.
Berbaliklah dari sini, O dewa bermata seribu,
Karena aroma para petapa ini menjijikkan, O raja-deva.’
Sakka:
“‘Biarlah aroma para petapa terikat pada sumpah mereka,
Terpancar dari tubuh mereka, terbang bersama angin;
Kami menyukai aroma ini, O yang mulia,
Bagaikan karangan bunga di kepala.
Para deva tidak menganggapnya menjijikkan.”’
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com