Para Petapa di Tepi Samudra
Isayosamuddaka (SN 11.10)
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau sejumlah petapa yang bermoral dan berkarakter baik menetap di gubuk-gubuk daun di tepi samudra. Pada saat itu para deva dan para asura sedang bersiap-siap untuk suatu pertempuran. Kemudian para petapa yang bermoral dan berkarakter baik itu berpikir: ‘Para deva adalah baik, dan para asura adalah tidak baik. Mungkin terjadi bencana pada kami dari para asura. Kami akan mendekati Sambara, raja para asura, dan memohon jaminan keselamatan.’
“Kemudian, para bhikkhu, bagaikan seorang kuat yang merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, para petapa yang bermoral dan berkarakter baik itu lenyap dari gubuk-gubuk daun di sepanjang pantai dan muncul kembali di hadapan Sambara, raja para asura. Kemudian para petapa itu berkata kepada Sambara dalam syair:
“‘Para petapa yang telah menghadap Sambara
Memohon jaminan keselamatan darinya.
Karena engkau dapat memberikan kepada mereka apa yang engkau inginkan,
Apakah itu adalah bencana atau keselamatan.’
Sambara:
“‘Aku tidak akan memberikan keselamatan kepada para petapa,
Karena mereka adalah para penyembah Sakka yang dibenci;
Walaupun engkau memohon keselamatan kepadaku,
Aku hanya akan memberikan bencana kepadamu.’
Para petapa:
“‘Walaupun kami memohon keselamatan kepadamu,
Engkau hanya memberikan bencana kepada kami.
Kami menerima ini dari tanganmu:
Semoga bencana tanpa akhir menghampirimu!
“‘Apa pun benih yang ditanam,
Itulah buah yang akan dipetik:
Pelaku kebaikan memetik kebaikan;
Pelaku kejahatan memetik kejahatan.
Olehmu, teman, benih telah ditanam;
Dengan demikian engkau akan mengalami buahnya.’
“Kemudian, para bhikkhu, setelah mengutuk Sambara, raja para asura, bagaikan seorang kuat yang merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, para petapa yang bermoral dan berkarakter baik itu lenyap dari hadapan Sambara dan muncul kembali di gubuk-gubuk daun mereka di tepi samudra. Tetapi setelah dikutuk oleh para petapa yang bermoral dan berkarakter baik itu, Sambara, raja para asura, dicengkeram oleh ketakutan tiga kali di sepanjang malam itu.”
“Kemudian, para bhikkhu, bagaikan seorang kuat yang merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, para petapa yang bermoral dan berkarakter baik itu lenyap dari gubuk-gubuk daun di sepanjang pantai dan muncul kembali di hadapan Sambara, raja para asura. Kemudian para petapa itu berkata kepada Sambara dalam syair:
“‘Para petapa yang telah menghadap Sambara
Memohon jaminan keselamatan darinya.
Karena engkau dapat memberikan kepada mereka apa yang engkau inginkan,
Apakah itu adalah bencana atau keselamatan.’
Sambara:
“‘Aku tidak akan memberikan keselamatan kepada para petapa,
Karena mereka adalah para penyembah Sakka yang dibenci;
Walaupun engkau memohon keselamatan kepadaku,
Aku hanya akan memberikan bencana kepadamu.’
Para petapa:
“‘Walaupun kami memohon keselamatan kepadamu,
Engkau hanya memberikan bencana kepada kami.
Kami menerima ini dari tanganmu:
Semoga bencana tanpa akhir menghampirimu!
“‘Apa pun benih yang ditanam,
Itulah buah yang akan dipetik:
Pelaku kebaikan memetik kebaikan;
Pelaku kejahatan memetik kejahatan.
Olehmu, teman, benih telah ditanam;
Dengan demikian engkau akan mengalami buahnya.’
“Kemudian, para bhikkhu, setelah mengutuk Sambara, raja para asura, bagaikan seorang kuat yang merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, para petapa yang bermoral dan berkarakter baik itu lenyap dari hadapan Sambara dan muncul kembali di gubuk-gubuk daun mereka di tepi samudra. Tetapi setelah dikutuk oleh para petapa yang bermoral dan berkarakter baik itu, Sambara, raja para asura, dicengkeram oleh ketakutan tiga kali di sepanjang malam itu.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com