Tidak Mampu
Tayodhamma [Abhabba] (AN 10.76)
(1) “Para bhikkhu, jika ketiga hal ini tidak terdapat di dunia ini, maka Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna tidak akan muncul di dunia ini, dan Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Beliau tidak akan bersinar di dunia ini. Apakah tiga ini? Kelahiran, penuaan, dan kematian. Jika ketiga hal ini tidak terdapat di dunia ini, maka Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna tidak akan muncul di dunia ini, dan Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Beliau tidak akan bersinar di dunia ini. Tetapi karena ketiga hal ini terdapat di dunia ini, maka Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna muncul di dunia ini, dan Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Beliau bersinar di dunia ini.
(2) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian. Apakah tiga ini? Nafsu, kebencian, dan delusi. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.
(3) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Apakah tiga ini? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi.
(4) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Apakah tiga ini? Pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara.
(5) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Apakah tiga ini? Kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran.
(6) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Apakah tiga ini? Kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran.
(7) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Apakah tiga ini? Kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan.
(8) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Apakah tiga ini? Kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan.
(9) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Apakah tiga ini? Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan.
(10) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Apakah tiga ini? Sikap tidak tahu malu, moralitas yang sembrono, dan kelengahan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk.
“Para bhikkhu, seorang yang bersikap tidak tahu malu dan memiliki moralitas yang sembrono. Seorang yang lengah tidak mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Seorang yang memiliki teman-teman yang jahat tidak mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Seorang yang malas tidak mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Seorang yang tidak bermoral tidak mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Seorang yang pikirannya condong pada kritikan tidak mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Seorang yang pikirannya terganggu tidak mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Seorang yang pikirannya lamban tidak mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Seorang yang memiliki keragu-raguan tidak mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Tanpa meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, seseorang tidak mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.
(1) “Para bhikkhu, setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian. Apakah tiga ini? Nafsu, kebencian, dan delusi. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.
(2) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Apakah tiga ini? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi.
(3) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Apakah tiga ini? Pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara.
(4) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Apakah tiga ini? Kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran.
(5) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Apakah tiga ini? Kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran.
(6) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Apakah tiga ini? Kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan.
(7) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Apakah tiga ini? Kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan.
(8) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Apakah tiga ini? Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan.
(9) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Apakah tiga ini? Sikap tidak tahu malu, moralitas yang sembrono, dan kelengahan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk.
(10) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki rasa malu dan rasa takut adalah seorang yang waspada. Seorang yang waspada mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit diajak bicara, dan pertemanan yang buruk. Seorang yang memiliki teman-teman yang baik mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Seorang yang bersemangat mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Seorang yang bermoral mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Seorang yang pikirannya tidak condong pada kritikan mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Seorang yang pikirannya tidak terganggu mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Seorang yang pikirannya tidak lamban mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Seorang yang tidak ragu-ragu mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Setelah meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, maka ia mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.”
(2) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian. Apakah tiga ini? Nafsu, kebencian, dan delusi. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.
(3) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Apakah tiga ini? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi.
(4) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Apakah tiga ini? Pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara.
(5) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Apakah tiga ini? Kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran.
(6) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Apakah tiga ini? Kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran.
(7) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Apakah tiga ini? Kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan.
(8) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Apakah tiga ini? Kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan.
(9) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Apakah tiga ini? Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan.
(10) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang tidak mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Apakah tiga ini? Sikap tidak tahu malu, moralitas yang sembrono, dan kelengahan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, maka ia tidak mampu meninggalkan Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk.
“Para bhikkhu, seorang yang bersikap tidak tahu malu dan memiliki moralitas yang sembrono. Seorang yang lengah tidak mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Seorang yang memiliki teman-teman yang jahat tidak mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Seorang yang malas tidak mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Seorang yang tidak bermoral tidak mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Seorang yang pikirannya condong pada kritikan tidak mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Seorang yang pikirannya terganggu tidak mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Seorang yang pikirannya lamban tidak mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Seorang yang memiliki keragu-raguan tidak mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Tanpa meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, seseorang tidak mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.
(1) “Para bhikkhu, setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian. Apakah tiga ini? Nafsu, kebencian, dan delusi. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.
(2) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Apakah tiga ini? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi.
(3) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Apakah tiga ini? Pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara.
(4) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Apakah tiga ini? Kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran.
(5) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Apakah tiga ini? Kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran.
(6) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Apakah tiga ini? Kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan.
(7) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Apakah tiga ini? Kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan.
(8) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Apakah tiga ini? Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan.
(9) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Apakah tiga ini? Sikap tidak tahu malu, moralitas yang sembrono, dan kelengahan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk.
(10) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki rasa malu dan rasa takut adalah seorang yang waspada. Seorang yang waspada mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit diajak bicara, dan pertemanan yang buruk. Seorang yang memiliki teman-teman yang baik mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Seorang yang bersemangat mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Seorang yang bermoral mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Seorang yang pikirannya tidak condong pada kritikan mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Seorang yang pikirannya tidak terganggu mampu meninggalkan pengamatan tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Seorang yang pikirannya tidak lamban mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada perilaku dan upacara. Seorang yang tidak ragu-ragu mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Setelah meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, maka ia mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com