GĀMANI-JĀTAKA
Gāmaṇijātaka (Ja 8)
“Keinginan hati mereka,” dan seterusnya. Kisah mengenai seorang bhikkhu yang menyerah dalam daya upaya pelatihan dirinya ini, disampaikan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana. Dalam Jātaka ini, baik cerita pembuka maupun kisah kelahiran lampau akan ditampilkan pada Buku Kesebelas, ditautkan dengan Samvara-Jātaka30; — menceritakan kejadian yang sama, baik kisah Jataka itu maupun yang ini, hanya syairnya saja yang berbeda.
Saat Bodhisatta berdiam diri dengan bijaknya, Pangeran Gāmani yang menyadari dirinya, — yang termuda di antara seratus bhikkhu yang ada — dikelilingi oleh rombongan seratus bhikkhu tersebut, duduk di bawah tenda kerajaan yang putih bersih, sedang merenungkan keagungannya, dan berpikir, “Saya berhutang pada Guru atas semua keagungan ini.” Rasa bahagia yang memenuhi hati sanubarinya mendorongnya mengucapkan syair berikut ini:
Keinginan hati31 mereka telah mereka capai,
tanpa terburu-buru;
ketahuilah Gāmani,
kematanganmu sempurna.
[137] Tujuh hingga delapan hari setelah ia dinobatkan menjadi raja, semua saudaranya kembali ke rumah mereka masing-masing. Raja Gāmani pun memerintah kerajaannya dengan adil, setelah meninggal, ia terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang ia perbuat. Demikian juga dengan Bodhisatta, setelah meninggal, terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang telah diperbuat.
____________________
Saat uraian ini berakhir, Sang Guru melanjutkan dengan pembabaran Dhamma. Pada akhir khotbah, bhikkhu yang hatinya penuh keraguan itu mencapai tingkat kesucian Arahat. Setelah menceritakan kedua kisah ini, Sang Guru mempertautkan antara kedua kisah dan mempertautkannya, serta memperkenalkan kelahiran tersebut.
Catatan :
30 No.462.
31 Pilihan terjemahan yang dapat digunakan (“phalāsā ti āsāphalam,” yakni, “ ‘keinginan yang muncul dari hasil (phala)’ mengandung arti ‘hasil dari keinginan’ ”) menurut Professor Künte (Jurnal Ceylon dari Royal Asiatic Society, 1884) — “pembalikan kata membutuhkan pengetahuan tata bahasa metafisika, yang belum dikembangkan di India sebelum abad Keenam… Terjemahan itu ditulis berkisar masa bangkitnya kaum Brahmana dan munculnya kaum Jina (jain) .”
Saat Bodhisatta berdiam diri dengan bijaknya, Pangeran Gāmani yang menyadari dirinya, — yang termuda di antara seratus bhikkhu yang ada — dikelilingi oleh rombongan seratus bhikkhu tersebut, duduk di bawah tenda kerajaan yang putih bersih, sedang merenungkan keagungannya, dan berpikir, “Saya berhutang pada Guru atas semua keagungan ini.” Rasa bahagia yang memenuhi hati sanubarinya mendorongnya mengucapkan syair berikut ini:
Keinginan hati31 mereka telah mereka capai,
tanpa terburu-buru;
ketahuilah Gāmani,
kematanganmu sempurna.
[137] Tujuh hingga delapan hari setelah ia dinobatkan menjadi raja, semua saudaranya kembali ke rumah mereka masing-masing. Raja Gāmani pun memerintah kerajaannya dengan adil, setelah meninggal, ia terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang ia perbuat. Demikian juga dengan Bodhisatta, setelah meninggal, terlahir kembali di alam sesuai dengan apa yang telah diperbuat.
____________________
Saat uraian ini berakhir, Sang Guru melanjutkan dengan pembabaran Dhamma. Pada akhir khotbah, bhikkhu yang hatinya penuh keraguan itu mencapai tingkat kesucian Arahat. Setelah menceritakan kedua kisah ini, Sang Guru mempertautkan antara kedua kisah dan mempertautkannya, serta memperkenalkan kelahiran tersebut.
Catatan :
30 No.462.
31 Pilihan terjemahan yang dapat digunakan (“phalāsā ti āsāphalam,” yakni, “ ‘keinginan yang muncul dari hasil (phala)’ mengandung arti ‘hasil dari keinginan’ ”) menurut Professor Künte (Jurnal Ceylon dari Royal Asiatic Society, 1884) — “pembalikan kata membutuhkan pengetahuan tata bahasa metafisika, yang belum dikembangkan di India sebelum abad Keenam… Terjemahan itu ditulis berkisar masa bangkitnya kaum Brahmana dan munculnya kaum Jina (jain) .”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com