ĀYĀCITABHATTA-JĀTAKA
Āyācitabhattajātaka (Ja 19)
[169] “Pikirkan tentang kehidupan setelah ini,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai persembahan korban karena sumpah yang diucapkan kepada para dewa. Menurut cerita yang disampaikan secara turun temurun, dewasa ini, penduduk yang akan melakukan perjalanan untuk berdagang, biasanya membunuh makhluk hidup dan mempersembahkan mereka sebagai korban kepada para dewa, dan memulai perjalanannya setelah mengucapkan sumpah seperti ini — “Jika kami kembali dengan selamat dan membawa keuntungan, kami akan membunuh korban yang lain untukmu.” Saat mereka kembali dari perjalanan itu dan membawa keuntungan, pikiran bahwa ini adalah karena bantuan para dewa, membuat mereka membunuh lebih banyak makhluk hidup dan mempersembahkan korban-korban itu agar bebas dari sumpah yang telah mereka ucapkan.
Saat para bhikkhu mengetahui hal ini, mereka bertanya pada Sang Bhagawan, “Apakah ada kebaikan dengan melakukan hal ini, Bhante?”
Sang Bhagawan pun kemudian menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
____________________
Sekali waktu di Negeri Kāsi, seorang penjaga sebuah desa kecil membuat janji untuk memberikan korban kepada dewa pohon dari sebuah pohon beringin yang tumbuh di dekat pintu gerbang desa. Sesudahnya, saat kembali, ia membunuh sejumlah makhluk hidup dan pergi ke bawah pohon agar ia terlepas dari sumpah yang telah diucapkannya. Namun sang dewa pohon, dengan berdiri di cabang pohon tersebut, mengulangi syair berikut ini:
Pikirkan tentang kehidupan setelah ini saat engkau mencari ‘pembebasan’;
Pembebasan yang sekarang ini (engkau lakukan) adalah merupakan suatu ikatan.
Tidak dengan cara demikian, ia yang bijaksana dan penuh kebaikan membebaskan diri mereka sendiri; Bagi mereka yang bodoh, kebebasan mereka berakhir dalam ikatan.
Setelah itu, para manusia menahan diri dalam melakukan pembunuhan, dan dengan berjalan di jalan yang benar, mereka kemudian terlahir kembali di alam dewa.
____________________
Saat uraian ini berakhir, Sang Guru mempertautkan kedua kisah itu, dan menjelaskan tentang kelahiran itu dengan berkata, “Saya adalah dewa pohon di masa itu.”
[Catatan : Feer menyebutkan judul kedua, Pānavadha-Jātaka (J.As.1876, hal.516).]
Saat para bhikkhu mengetahui hal ini, mereka bertanya pada Sang Bhagawan, “Apakah ada kebaikan dengan melakukan hal ini, Bhante?”
Sang Bhagawan pun kemudian menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
____________________
Sekali waktu di Negeri Kāsi, seorang penjaga sebuah desa kecil membuat janji untuk memberikan korban kepada dewa pohon dari sebuah pohon beringin yang tumbuh di dekat pintu gerbang desa. Sesudahnya, saat kembali, ia membunuh sejumlah makhluk hidup dan pergi ke bawah pohon agar ia terlepas dari sumpah yang telah diucapkannya. Namun sang dewa pohon, dengan berdiri di cabang pohon tersebut, mengulangi syair berikut ini:
Pikirkan tentang kehidupan setelah ini saat engkau mencari ‘pembebasan’;
Pembebasan yang sekarang ini (engkau lakukan) adalah merupakan suatu ikatan.
Tidak dengan cara demikian, ia yang bijaksana dan penuh kebaikan membebaskan diri mereka sendiri; Bagi mereka yang bodoh, kebebasan mereka berakhir dalam ikatan.
Setelah itu, para manusia menahan diri dalam melakukan pembunuhan, dan dengan berjalan di jalan yang benar, mereka kemudian terlahir kembali di alam dewa.
____________________
Saat uraian ini berakhir, Sang Guru mempertautkan kedua kisah itu, dan menjelaskan tentang kelahiran itu dengan berkata, “Saya adalah dewa pohon di masa itu.”
[Catatan : Feer menyebutkan judul kedua, Pānavadha-Jātaka (J.As.1876, hal.516).]
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com