KURUṄGA-JĀTAKA
Kuruṅgamigajātaka (Ja 21)
[173] “Kijang ini mengetahui dengan baik,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Weluwana, mengenai Devadatta. Sekali ketika para bhikkhu berkumpul di Balai Kebenaran, mereka duduk sambil mencela Devadatta dengan berkata, “Awuso56, dengan tujuan membunuh Sang Buddha, Devadatta menyewa pemanah, menjatuhkan batu besar dan melepaskan gajah Dhana-pālaka; ia melakukan itu untuk membunuh Raja Kebijaksanaan57 ”. Sang Guru masuk ke dalam ruangan dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuk-Nya, Beliau bertanya, “Para Bhikkhu, apa topik pembicaraan dalam pertemuan ini?” “Bhante,” jawab mereka, “kami sedang membicarakan kejahatan Devadatta, tentang bagaimana ia selalu berusaha membunuh-Mu.” Sang Guru berkata, “Bukan di kelahiran ini saja, para Bhikkhu, Devadatta mencari cara untuk membunuh-Ku, ia juga mempunyai perilaku yang sama di kelahiran yang lampau, namun ia tidak pernah berhasil melakukannya.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor kijang, ia tinggal di sebuah hutan dan hidup dari buah-buahan yang ada di hutan tersebut. Pada waktu itu, ia hidup dari buah pohon sepaṇṇi (Gmelina Arborea). Di desa, terdapat seorang pemburu yang melakukan perburuan dengan cara membangun panggung kecil di cabang pohon tempat ia menemukan jejak rusa; ia mengamati dari atas saat rusa itu datang untuk makan buah dari pohon tersebut. Saat rusa muncul, ia membunuhnya dengan menggunakan tombak, dan menjual daging rusa itu untuk menghidupi dirinya. Suatu hari, ia menemukan jejak kaki Bodhisatta di sebuah pohon, ia pun membangun panggung kecil di cabang pohon tersebut. Setelah sarapan lebih awal, ia membawa tombaknya dan masuk ke hutan itu, kemudian duduk di panggung kecil yang telah dibangunnya. Bodhisatta juga muncul pagi-pagi untuk makan buah dari pohon tersebut, namun ia tidak segera menghampiri tempat itu. Ia berpikir, “Kadang-kadang pemburu membangun panggung kecil di dahan pohon. Apakah hal itu juga terjadi di pohon ini?” Ia berhenti di tengah jalan untuk mengintip. Melihat Bodhisatta tidak mendekat, pemburu yang masih duduk di panggung itu [174] melemparkan buah-buahan ke hadapan kijang itu. Berpikirlah kijang itu, “Buah-buahan ini datang sendiri kepadaku. Saya ragu apakah ada pemburu di atas sana.” Maka ia memperhatikan lebih teliti lagi, akhirnya terlihat juga olehnya pemburu yang berada di atas pohon itu, namun ia berpura-pura tidak melihatnya, Bodhisatta berkata kepada pohon itu, “Pohonku yang sangat berharga, sebelumnya engkau mempunyai kebiasaan untuk menjatuhkan buah ke tanah dengan gerakan laksana anting-anting yang menjalar turun, namun hari ini kamu berhenti bertingkah seperti sebuah pohon, saya juga harus berubah, dengan mencari makanan di bawah pohon yang lain.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia mengulangi syair berikut ini :
Kijang ini mengetahui dengan baik buah yang engkau jatuhkan;
saya tidak menyukainya, saya akan mencari pohon lain58.
Pemburu itu melemparkan tombaknya ke arah Bodhisatta dari panggung itu, dan berteriak, “Pergi! Saya tidak mendapatkanmu kali ini.” Membalikkan badannya, Bodhisatta berhenti sejenak dan berkata, “Engkau memang tidak mendapatkan saya, Teman yang baik, namun percayalah, engkau tidak kehilangan akibat perbuatanmu, yakni delapan neraka besar (mahāniraya) dan enam belas neraka kecil (ussadaniraya), serta lima bentuk ikatan dan siksaan.” Diiringi dengan kata-kata ini, kijang itu meninggalkan tempat itu, pemburu itu juga turun dari panggung itu dan pergi dari sana.
____________________
Setelah Sang Guru menyelesaikan uraian-Nya dan mengulangi bahwa Devadatta juga mempunyai niat untuk membunuhnya di kelahiran yang lampau, Beliau mempertautkan dan menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Devadatta adalah pemburu itu, dan Saya sendiri adalah kijang tersebut.”
Catatan kaki :
56 Panggilan akrab sesama bhikkhu terutama bhikkhu senior terhadap bhikkhu junior, atau panggilan akrab bhikkhu terhadap umat awam.
57 Lihat Vinaya, Cullavagga,VII.3, untuk mengetahui rincian usaha Devadatta untuk membunuh Gotama. Di dalam Vinaya, gajah itu bernama Nālāgiri.
58 Lihat Dhammapada, hal.147,331.
____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor kijang, ia tinggal di sebuah hutan dan hidup dari buah-buahan yang ada di hutan tersebut. Pada waktu itu, ia hidup dari buah pohon sepaṇṇi (Gmelina Arborea). Di desa, terdapat seorang pemburu yang melakukan perburuan dengan cara membangun panggung kecil di cabang pohon tempat ia menemukan jejak rusa; ia mengamati dari atas saat rusa itu datang untuk makan buah dari pohon tersebut. Saat rusa muncul, ia membunuhnya dengan menggunakan tombak, dan menjual daging rusa itu untuk menghidupi dirinya. Suatu hari, ia menemukan jejak kaki Bodhisatta di sebuah pohon, ia pun membangun panggung kecil di cabang pohon tersebut. Setelah sarapan lebih awal, ia membawa tombaknya dan masuk ke hutan itu, kemudian duduk di panggung kecil yang telah dibangunnya. Bodhisatta juga muncul pagi-pagi untuk makan buah dari pohon tersebut, namun ia tidak segera menghampiri tempat itu. Ia berpikir, “Kadang-kadang pemburu membangun panggung kecil di dahan pohon. Apakah hal itu juga terjadi di pohon ini?” Ia berhenti di tengah jalan untuk mengintip. Melihat Bodhisatta tidak mendekat, pemburu yang masih duduk di panggung itu [174] melemparkan buah-buahan ke hadapan kijang itu. Berpikirlah kijang itu, “Buah-buahan ini datang sendiri kepadaku. Saya ragu apakah ada pemburu di atas sana.” Maka ia memperhatikan lebih teliti lagi, akhirnya terlihat juga olehnya pemburu yang berada di atas pohon itu, namun ia berpura-pura tidak melihatnya, Bodhisatta berkata kepada pohon itu, “Pohonku yang sangat berharga, sebelumnya engkau mempunyai kebiasaan untuk menjatuhkan buah ke tanah dengan gerakan laksana anting-anting yang menjalar turun, namun hari ini kamu berhenti bertingkah seperti sebuah pohon, saya juga harus berubah, dengan mencari makanan di bawah pohon yang lain.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia mengulangi syair berikut ini :
Kijang ini mengetahui dengan baik buah yang engkau jatuhkan;
saya tidak menyukainya, saya akan mencari pohon lain58.
Pemburu itu melemparkan tombaknya ke arah Bodhisatta dari panggung itu, dan berteriak, “Pergi! Saya tidak mendapatkanmu kali ini.” Membalikkan badannya, Bodhisatta berhenti sejenak dan berkata, “Engkau memang tidak mendapatkan saya, Teman yang baik, namun percayalah, engkau tidak kehilangan akibat perbuatanmu, yakni delapan neraka besar (mahāniraya) dan enam belas neraka kecil (ussadaniraya), serta lima bentuk ikatan dan siksaan.” Diiringi dengan kata-kata ini, kijang itu meninggalkan tempat itu, pemburu itu juga turun dari panggung itu dan pergi dari sana.
____________________
Setelah Sang Guru menyelesaikan uraian-Nya dan mengulangi bahwa Devadatta juga mempunyai niat untuk membunuhnya di kelahiran yang lampau, Beliau mempertautkan dan menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Devadatta adalah pemburu itu, dan Saya sendiri adalah kijang tersebut.”
Catatan kaki :
56 Panggilan akrab sesama bhikkhu terutama bhikkhu senior terhadap bhikkhu junior, atau panggilan akrab bhikkhu terhadap umat awam.
57 Lihat Vinaya, Cullavagga,VII.3, untuk mengetahui rincian usaha Devadatta untuk membunuh Gotama. Di dalam Vinaya, gajah itu bernama Nālāgiri.
58 Lihat Dhammapada, hal.147,331.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com