KIMPAKKA-JĀTAKA
Kiṃpakkajātaka (Ja 85)
“Seperti mereka yang meninggal,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai seorang bhikkhu yang penuh nafsu. Menurut kisah yang disampaikan secara turun temurun, terdapat seorang dari keturunan keluarga baik-baik yang mencurahkan hidupnya pada ajaran Buddha dan bergabung dalam Sanggha. Namun suatu hari, saat sedang melakukan pindapata di Sawatthi, nafsunya menggelora saat memandang seorang wanita yang berpakaian cantik. Saat dibawa oleh guru dan pembimbingnya ke hadapan Sang Guru, ia menanggapi pertanyaan Sang Guru dengan mengakui bahwa hasrat telah merasuki dirinya. Sang Guru berkata, “Wahai Bhikkhu, sesungguhnya kelima jenis nafsu yang ditimbulkan oleh indra akan terasa manis pada saat dinikmati; namun kenikmatan yang diperoleh darinya (akan membawa penderitaan berupa kelahiran kembali di neraka dan alam rendah lainnya) bagaikan menikmati Buah Apa 165 . Kiṃpakka ini sangatlah indah dipandang mata, sangat harum dan manis; namun setelah dimakan, akan merusak organ dalam dan membawa kematian. Di masa lampau, karena ketidaktahuan [368] akan sifat alaminya yang buruk, sekumpulan orang tergoda oleh keelokan, keharuman dan rasa manis buah tersebut, menyantapnya sehingga mereka akhirnya meninggal.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
Suatu ketika pada saat Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir kembali sebagai pimpinan dari serombongan karavan gerobak. Suatu waktu, mereka melakukan perjalanan dari timur ke barat dengan lima ratus buah gerobak. Pada saat tiba di pinggir hutan, beliau mengumpulkan semua pengikutnya dan berkata, “Dalam hutan ini tumbuh pepohonan yang menghasilkan buah yang beracun. Jangan ada seorang pun yang memakan buah yang asing tanpa bertanya terlebih dahulu pada saya.” Setelah melintasi hutan tersebut, mereka tiba di sisi perbatasan yang lain dimana terdapat Pohon Kiṃpakka yang dahannya tergantung rendah karena dipenuhi oleh buah yang membebaninya. Bentuk, aroma dan rasa, batang, cabang, daun dan buahnya menyerupai mangga. Karena terperdaya oleh bentuknya dan yang lainnya, dan menganggap pohon tersebut adalah mangga, beberapa orang memetik buahnya dan menyantapnya; namun yang lain berkata, “Sebelum kita makan, mari kita tanyakan dulu pada pimpinan kita.” Mereka dari kelompok yang terakhir ini, memetik buah tersebut, menunggu hingga beliau tiba. Setelah tiba, ia meminta mereka untuk membuang buah yang telah mereka petik, dan memberikan obat peluruh166 kepada mereka yang telah memakan buah tersebut. Beberapa dari mereka sembuh, namun mereka yang makan lebih awal, meninggal. Bodhisatta tiba dengan selamat, menjual barang-barangnya dan mendapatkan keuntungan, kemudian ia pun kembali melakukan perjalanan pulang. Setelah hidup dalam kedermawanan dan perbuatan baik lainnya, ia meninggal dunia dan terlahir kembali di alam yang sesuai dengan hasil perbuatannya.
Setelah menceritakan kisah ini, Sang Guru, sebagai seorang Buddha, mengucapkan syair berikut ini : —
Seperti mereka yang meninggal
setelah memakan Kiṃpakka, demikian pula nafsu,
saat berbuah, membunuh mereka yang tidak mengetahui kesengsaraan,
yang mereka tanam untuk kehidupan berikutnya,
merendahkan diri dengan melakukan perbuatan jahat yang dipenuhi nafsu.
Setelah menunjukkan bahwa nafsu, yang begitu manis pada saat ditanam, berakhir dengan terbunuh oleh rasa kecanduan mereka, Sang Guru membabarkan Empat Kebenaran Mulia, pada akhir khotbah [369] bhikkhu yang penuh nafsu itu berubah tabiatnya dan mencapai tingkat kesucian Sotāpanna. Sementara siswa Buddha lainnya, ada yang mencapai tingkat kesucian Sotāpanna, tingkat kesucian Sakadāgāmī, beberapa mencapai tingkat kesucian Anagāmi, sementara yang lainnya mencapai tingkat kesucian Arahat.
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru mempertautkan kelahiran tersebut dengan berkata, “Para siswa Saya adalah mereka yang berada dalam rombongan gerobak pada masa itu, dan Saya sendiri adalah pemimpin mereka.”
Catatan kaki :
165 Kiṃpakka; Secara harfiah ‘Kiṃ’ artinya adalah ‘Apa’, sedangkan ‘Pakka’ adalah ‘Buah’. Di dalam Pali-English Dictionary, Rhys Davids, dituliskan bahwa ‘Kiṃpakka’ adalan nama dari sejenis buah yang aneh dan tidak diketahui namanya, yang juga beracun.
Suatu ketika pada saat Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir kembali sebagai pimpinan dari serombongan karavan gerobak. Suatu waktu, mereka melakukan perjalanan dari timur ke barat dengan lima ratus buah gerobak. Pada saat tiba di pinggir hutan, beliau mengumpulkan semua pengikutnya dan berkata, “Dalam hutan ini tumbuh pepohonan yang menghasilkan buah yang beracun. Jangan ada seorang pun yang memakan buah yang asing tanpa bertanya terlebih dahulu pada saya.” Setelah melintasi hutan tersebut, mereka tiba di sisi perbatasan yang lain dimana terdapat Pohon Kiṃpakka yang dahannya tergantung rendah karena dipenuhi oleh buah yang membebaninya. Bentuk, aroma dan rasa, batang, cabang, daun dan buahnya menyerupai mangga. Karena terperdaya oleh bentuknya dan yang lainnya, dan menganggap pohon tersebut adalah mangga, beberapa orang memetik buahnya dan menyantapnya; namun yang lain berkata, “Sebelum kita makan, mari kita tanyakan dulu pada pimpinan kita.” Mereka dari kelompok yang terakhir ini, memetik buah tersebut, menunggu hingga beliau tiba. Setelah tiba, ia meminta mereka untuk membuang buah yang telah mereka petik, dan memberikan obat peluruh166 kepada mereka yang telah memakan buah tersebut. Beberapa dari mereka sembuh, namun mereka yang makan lebih awal, meninggal. Bodhisatta tiba dengan selamat, menjual barang-barangnya dan mendapatkan keuntungan, kemudian ia pun kembali melakukan perjalanan pulang. Setelah hidup dalam kedermawanan dan perbuatan baik lainnya, ia meninggal dunia dan terlahir kembali di alam yang sesuai dengan hasil perbuatannya.
Setelah menceritakan kisah ini, Sang Guru, sebagai seorang Buddha, mengucapkan syair berikut ini : —
Seperti mereka yang meninggal
setelah memakan Kiṃpakka, demikian pula nafsu,
saat berbuah, membunuh mereka yang tidak mengetahui kesengsaraan,
yang mereka tanam untuk kehidupan berikutnya,
merendahkan diri dengan melakukan perbuatan jahat yang dipenuhi nafsu.
Setelah menunjukkan bahwa nafsu, yang begitu manis pada saat ditanam, berakhir dengan terbunuh oleh rasa kecanduan mereka, Sang Guru membabarkan Empat Kebenaran Mulia, pada akhir khotbah [369] bhikkhu yang penuh nafsu itu berubah tabiatnya dan mencapai tingkat kesucian Sotāpanna. Sementara siswa Buddha lainnya, ada yang mencapai tingkat kesucian Sotāpanna, tingkat kesucian Sakadāgāmī, beberapa mencapai tingkat kesucian Anagāmi, sementara yang lainnya mencapai tingkat kesucian Arahat.
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru mempertautkan kelahiran tersebut dengan berkata, “Para siswa Saya adalah mereka yang berada dalam rombongan gerobak pada masa itu, dan Saya sendiri adalah pemimpin mereka.”
Catatan kaki :
165 Kiṃpakka; Secara harfiah ‘Kiṃ’ artinya adalah ‘Apa’, sedangkan ‘Pakka’ adalah ‘Buah’. Di dalam Pali-English Dictionary, Rhys Davids, dituliskan bahwa ‘Kiṃpakka’ adalan nama dari sejenis buah yang aneh dan tidak diketahui namanya, yang juga beracun.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com