AKĀLARĀVI-JĀTAKA
Akālarāvijātaka (Ja 119)
“Tidak ada induk,” dan seterusnya. Kisah ini disampaikan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai seorang bhikkhu yang selalu ribut di waktu yang salah. Dikatakan bahwa ia berasal dari sebuah keluarga terpandang di Sawatthi, ia melepaskan keduniawian untuk belajar Dhamma, namun ia melalaikan tugas dan menganggap remeh petunjuk yang diberikan kepadanya. Ia tidak pernah memperhatikan berapa lama waktu untuk melaksanakan kewajiban, untuk kebaktian atau untuk membaca paritta. Di sepanjang waktu jaga di malam hari, sama seperti waktu bangun, ia tidak pernah diam; maka bhikkhu yang lain juga tidak bisa tidur sama sekali. Karenanya para bhikkhu mencela perbuatannya di Balai Kebenaran. Masuk ke dalam Balai tersebut dan mempelajari apa yang sedang mereka bicarakan, Sang Guru berkata, “Para Bhikkhu, sama seperti saat ini, di kehidupan yang lampau bhikkhu ini juga ribut di luar waktunya dan tindakannya yang tidak tepat waktu sangat mengganggu.” Setelah mengatakan hal tersebut, Beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.
[436] Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir dalam sebuah keluarga brahmana dari utara, setelah dewasa ia mempelajari semua pengetahuan dan menjadi seorang guru yang sangat terkenal dengan lima ratus orang brahmana muda yang belajar dibawah bimbingannya. Para brahmana muda ini mempunyai seekor ayam jantan yang berkokok pada waktunya dan membangunkan mereka untuk belajar. Setelah ayam jantan ini mati, mereka mencari penggantinya di sekitar tempat itu. Salah seorang dari mereka, ketika memungut kayu bakar di tanah pemakaman, melihat ada seekor ayam jantan di sana dan membawanya pulang untuk ditempatkan di kandang ayam.
Namun, saat ayam jantan kedua ini lahir di tanah pemakaman, ia tidak mempelajari pengetahuan akan waktu dan musim, ia berkokok secara sembarangan, — di tengah malam sama seperti di waktu subuh. Dibangunkan oleh kokok ayam jantan di waktu malam, para brahmana mulai belajar; dan di saat fajar mereka telah kelelahan dan dengan mengantuk berusaha memperhatikan pelajaran mereka; saat ia kembali berkokok di pagi hari, mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengulang pelajaran mereka. Karena ayam jantan itu berkokok baik di tengah malam maupun di pagi hari, membuat pelajaran mereka terhenti sama sekali, mereka membawanya dan mencekik lehernya. Kemudian mereka menceritakan pada guru mereka bahwa mereka telah membunuh ayam tersebut, yang berkokok sepanjang waktu.
Guru itu berkata, sebagai pelajaran bagi mereka, “Karena salah asuhan, ayam ini menemui ajalnya.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia mengucapkan syair berikut:
Tidak ada induk, tidak ada guru yang melatih unggas ini:
Baik siang maupun malam memperdengarkan suaranya.
Demikianlah ajaran Bodhisatta atas hal tersebut. Setelah demikian menjalani hidupnya pada masa itu, ia meninggal dunia untuk terlahir kembali di alam yang sesuai dengan hasil perbuatannya.
Setelah uraian tersebut berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut sebagai berikut : — “Bhikkhu ini adalah ayam jantan di masa itu, yang tidak mengetahui kapan waktu (yang tepat) untuk berkokok; Para siswa saya adalah para brahmana muda itu; dan Saya adalah guru mereka.”
[436] Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir dalam sebuah keluarga brahmana dari utara, setelah dewasa ia mempelajari semua pengetahuan dan menjadi seorang guru yang sangat terkenal dengan lima ratus orang brahmana muda yang belajar dibawah bimbingannya. Para brahmana muda ini mempunyai seekor ayam jantan yang berkokok pada waktunya dan membangunkan mereka untuk belajar. Setelah ayam jantan ini mati, mereka mencari penggantinya di sekitar tempat itu. Salah seorang dari mereka, ketika memungut kayu bakar di tanah pemakaman, melihat ada seekor ayam jantan di sana dan membawanya pulang untuk ditempatkan di kandang ayam.
Namun, saat ayam jantan kedua ini lahir di tanah pemakaman, ia tidak mempelajari pengetahuan akan waktu dan musim, ia berkokok secara sembarangan, — di tengah malam sama seperti di waktu subuh. Dibangunkan oleh kokok ayam jantan di waktu malam, para brahmana mulai belajar; dan di saat fajar mereka telah kelelahan dan dengan mengantuk berusaha memperhatikan pelajaran mereka; saat ia kembali berkokok di pagi hari, mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengulang pelajaran mereka. Karena ayam jantan itu berkokok baik di tengah malam maupun di pagi hari, membuat pelajaran mereka terhenti sama sekali, mereka membawanya dan mencekik lehernya. Kemudian mereka menceritakan pada guru mereka bahwa mereka telah membunuh ayam tersebut, yang berkokok sepanjang waktu.
Guru itu berkata, sebagai pelajaran bagi mereka, “Karena salah asuhan, ayam ini menemui ajalnya.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia mengucapkan syair berikut:
Tidak ada induk, tidak ada guru yang melatih unggas ini:
Baik siang maupun malam memperdengarkan suaranya.
Demikianlah ajaran Bodhisatta atas hal tersebut. Setelah demikian menjalani hidupnya pada masa itu, ia meninggal dunia untuk terlahir kembali di alam yang sesuai dengan hasil perbuatannya.
Setelah uraian tersebut berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut sebagai berikut : — “Bhikkhu ini adalah ayam jantan di masa itu, yang tidak mengetahui kapan waktu (yang tepat) untuk berkokok; Para siswa saya adalah para brahmana muda itu; dan Saya adalah guru mereka.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com