KALAṆḌUKA-JĀTAKA
Kalaṇḍukajātaka (Ja 127)
“Engkau memalsukan,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai seorang bhikkhu pembual. (Cerita pembuka dan kisah masa lampau dalam kasus ini sama seperti yang diceritakan dalam Kaṭāhaka di kisah sebelumnya208.)
____________________
Kalaṇḍuka dalam kejadian ini adalah nama dari pelayan Saudagar Benares itu. Setelah ia melarikan diri dan hidup dalam kemewahan bersama putri dari saudagar di perbatasan, Saudagar Benares itu merasa kehilangan dirinya dan tidak dapat menemukan keberadaannya. Maka ia mengirim seekor kakak tua yang dipeliharanya untuk mencari orang tersebut.
Terbanglah kakak tua itu untuk mencari Kalaṇḍuka, mencarinya di mana-mana hingga akhirnya burung tersebut tiba di kota tempat tinggalnya. Pada saat yang sama Kalaṇḍuka sedang bersenang-senang di sungai bersama istrinya di atas sebuah perahu dengan persediaan makanan pilihan, bunga dan wewangian. Sementara itu, para bangsawan negeri tersebut dalam pesta air itu bermaksud minum susu yang dicampur dengan obat yang baunya menyengat, agar terhindar dari rasa dingin setelah menghabiskan waktu di dalam air. [459] Ketika Kalaṇḍuka mencicipi susu ini, ia mengeluarkan dan meludahkannya kembali; dan saat melakukan hal tersebut, ia meludahkannya di atas kepala putri saudagar tersebut.
Pada saat itu, kakak tua tersebut terbang dan melihat semua kejadian itu dari cabang pohon ara di pinggir sungai. “Ayo, ayo, Kalaṇḍuka si pelayan,” seru burung tersebut, “ingatlah siapa dan apa posisimu, jangan meludah di atas kepala wanita muda yang terhormat ini. Tahu dirilah, Teman!” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia mengucapkan syair berikut ini:
Engkau memalsukan keturunan bangsawanmu,
derajatmu yang tinggi, dengan lidah yang
penuh kebohongan.
Walaupun hanya seekor burung,
saya tahu tentang kebenaran itu.
Engkau akan segera ditangkap, engkau seorang pelarian.
Jangan menghina susu itu, Kalaṇḍuka.
Mengenali kakak tua itu, Kalaṇḍuka merasa takut perbuatannya akan dibongkar, berseru, “Ah, Tuan yang baik, kapan engkau tiba?”
Kakak tua itu berpikir, “Ini bukan persahabatan, namun keinginan untuk mencekik leher saya, hal itu yang mendorong perhatian yang ramah ini.” Maka ia menjawab ia tidak memerlukan pelayanan dari Kalaṇḍuka, dan terbang kembali ke Benares, dimana ia memberi tahu saudagar besar itu segala sesuatu yang ia saksikan.
“Dasar penjahat!” serunya, dan memerintahkan agar Kalaṇḍuka ditangkap kembali ke Benares, dan mendapatkan kembali makanan layaknya seorang pelayan.
____________________
Setelah uraian ini berakhir, Sang Guru menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Bhikkhu ini adalah Kalaṇḍuka di masa itu, dan Saya adalah saudagar dari Benares tersebut.” [460]
____________________
Kalaṇḍuka dalam kejadian ini adalah nama dari pelayan Saudagar Benares itu. Setelah ia melarikan diri dan hidup dalam kemewahan bersama putri dari saudagar di perbatasan, Saudagar Benares itu merasa kehilangan dirinya dan tidak dapat menemukan keberadaannya. Maka ia mengirim seekor kakak tua yang dipeliharanya untuk mencari orang tersebut.
Terbanglah kakak tua itu untuk mencari Kalaṇḍuka, mencarinya di mana-mana hingga akhirnya burung tersebut tiba di kota tempat tinggalnya. Pada saat yang sama Kalaṇḍuka sedang bersenang-senang di sungai bersama istrinya di atas sebuah perahu dengan persediaan makanan pilihan, bunga dan wewangian. Sementara itu, para bangsawan negeri tersebut dalam pesta air itu bermaksud minum susu yang dicampur dengan obat yang baunya menyengat, agar terhindar dari rasa dingin setelah menghabiskan waktu di dalam air. [459] Ketika Kalaṇḍuka mencicipi susu ini, ia mengeluarkan dan meludahkannya kembali; dan saat melakukan hal tersebut, ia meludahkannya di atas kepala putri saudagar tersebut.
Pada saat itu, kakak tua tersebut terbang dan melihat semua kejadian itu dari cabang pohon ara di pinggir sungai. “Ayo, ayo, Kalaṇḍuka si pelayan,” seru burung tersebut, “ingatlah siapa dan apa posisimu, jangan meludah di atas kepala wanita muda yang terhormat ini. Tahu dirilah, Teman!” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, ia mengucapkan syair berikut ini:
Engkau memalsukan keturunan bangsawanmu,
derajatmu yang tinggi, dengan lidah yang
penuh kebohongan.
Walaupun hanya seekor burung,
saya tahu tentang kebenaran itu.
Engkau akan segera ditangkap, engkau seorang pelarian.
Jangan menghina susu itu, Kalaṇḍuka.
Mengenali kakak tua itu, Kalaṇḍuka merasa takut perbuatannya akan dibongkar, berseru, “Ah, Tuan yang baik, kapan engkau tiba?”
Kakak tua itu berpikir, “Ini bukan persahabatan, namun keinginan untuk mencekik leher saya, hal itu yang mendorong perhatian yang ramah ini.” Maka ia menjawab ia tidak memerlukan pelayanan dari Kalaṇḍuka, dan terbang kembali ke Benares, dimana ia memberi tahu saudagar besar itu segala sesuatu yang ia saksikan.
“Dasar penjahat!” serunya, dan memerintahkan agar Kalaṇḍuka ditangkap kembali ke Benares, dan mendapatkan kembali makanan layaknya seorang pelayan.
____________________
Setelah uraian ini berakhir, Sang Guru menjelaskan tentang kelahiran tersebut dengan berkata, “Bhikkhu ini adalah Kalaṇḍuka di masa itu, dan Saya adalah saudagar dari Benares tersebut.” [460]
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com