GODHA-JĀTAKA
Godhajātaka (Ja 138)
“Dengan rambut kusut,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai bhikkhu yang menipu. Kejadian ini serupa dengan yang diceritakan pada kisah sebelumnya216.
____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor kadal; dan di sebuah gubuk dekat sebuah desa di perbatasan tinggallah seorang petapa yang sangat berpegang teguh pada peraturan, yang memiliki lima kemampuan batin luar biasa, dan diperlakukan dengan penuh hormat oleh para penduduk.
Dalam sebuah sarang semut di ujung jalan tempat petapa tersebut berjalan hilir mudik, tinggallah Bodhisatta, dan dua hingga tiga kali setiap harinya ia akan menemui petapa tersebut untuk mendengar kata-katanya yang mendidik dan penuh makna. Kemudian, dengan penuh penghormatan terhadap orang baik tersebut, Bodhisatta akan kembali ke tempat tinggalnya sendiri.
Pada suatu waktu, petapa tersebut menyampaikan perpisahan kepada para penduduk dan meninggalkan tempat tersebut. Sebagai penggantinya, datanglah seorang petapa lain, orang yang jahat, untuk menetap di pertapaan tersebut.
Mengira pendatang baru tersebut juga orang suci, Bodhisatta menunjukkan perlakuan yang sama padanya seperti pada petapa sebelumnya. Suatu hari, sebuah badai yang tak terduga terjadi di musim kering, membuat semut-semut keluar dari sarang mereka, dan kadal-kadal yang berdatangan untuk memangsa mereka, ditangkap dalam jumlah besar [481] oleh para penduduk; dan beberapa disajikan dengan cuka dan gula untuk dimakan oleh petapa tersebut.
Merasa senang dengan hidangan yang lezat itu, ia bertanya makanan apa itu, dan mengetahui bahwa itu adalah daging kadal. Kemudian terbayang olehnya bahwa ia mempunyai tetangga berupa seekor kadal yang baik, dan memutuskan untuk menyantapnya. Karenanya, ia menyediakan panci masak dan bumbu untuk disajikan dengan kadal tersebut, dan duduk di pintu gubuknya dengan sebuah palu tersimpan di balik jubahnya, menunggu kedatangan Bodhisatta, dengan suasana yang sengaja dibuat penuh kedamaian.
Di sore hari Bodhisatta datang, dan saat mendekat, ia melihat petapa itu tidak terlihat seperti biasanya, namun memberi pandangan padanya yang memperlihatkan niat kurang baik. Mengendus angin yang behembus ke arahnya dari tempat petapa tersebut, Bodhisatta mencium bau daging kadal, seketika itu juga menyadari bagaimana rasa kadal telah membuat petapa tersebut ingin membunuhnya dengan sebuah palu dan menyantapnya. Maka ia kembali ke rumahnya tanpa mengunjungi petapa tersebut.
Melihat Bodhisatta tidak datang, petapa tersebut menilai kadal itu pasti telah meramalkan tentang rencananya, namun merasa heran bagaimana ia bisa mengetahuinya. Memutuskan bahwa kadal itu tidak boleh lolos, ia menarik keluar palu dan melemparkannya, namun hanya mengenai ujung ekor kadal tersebut. Kabur secepat kilat, Bodhisatta menghambur masuk ke dalam bentengnya, mengeluarkan kepalanya di lubang yang berbeda dengan lubang dimasuki olehnya, berseru, “Orang munafik yang jahat, pakaian yang penuh kesucian membuat saya memercayaimu, namun, sekarang saya mengetahui sifat dasarmu yang jahat. Apa yang dilakukan penjahat seperti dirimu dalam jubah petapa?”
Mencela petapa palsu tersebut, Bodhisatta mengucapkan syair berikut:—
Dengan rambut kusut dan pakaian dari kulit kayu,
mengapa menipu (orang) dengan kesucian petapa?
Orang yang suci tanpa hati mereka di dalamnya,
dipenuhi oleh kekotoran yang keji217.
[482] Dengan cara demikian Bodhisatta membongkar kejahatan petapa tersebut, kemudian ia kembali ke sarang semutnya, dan petapa jahat itu meninggalkan tempat tersebut.
____________________
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Orang munafik ini adalah petapa jahat di masa itu, Sāriputta adalah petapa baik yang tinggal di pertapaan tersebut sebelum kedatangannya, dan Saya sendiri adalah kadal tersebut.”
____________________
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor kadal; dan di sebuah gubuk dekat sebuah desa di perbatasan tinggallah seorang petapa yang sangat berpegang teguh pada peraturan, yang memiliki lima kemampuan batin luar biasa, dan diperlakukan dengan penuh hormat oleh para penduduk.
Dalam sebuah sarang semut di ujung jalan tempat petapa tersebut berjalan hilir mudik, tinggallah Bodhisatta, dan dua hingga tiga kali setiap harinya ia akan menemui petapa tersebut untuk mendengar kata-katanya yang mendidik dan penuh makna. Kemudian, dengan penuh penghormatan terhadap orang baik tersebut, Bodhisatta akan kembali ke tempat tinggalnya sendiri.
Pada suatu waktu, petapa tersebut menyampaikan perpisahan kepada para penduduk dan meninggalkan tempat tersebut. Sebagai penggantinya, datanglah seorang petapa lain, orang yang jahat, untuk menetap di pertapaan tersebut.
Mengira pendatang baru tersebut juga orang suci, Bodhisatta menunjukkan perlakuan yang sama padanya seperti pada petapa sebelumnya. Suatu hari, sebuah badai yang tak terduga terjadi di musim kering, membuat semut-semut keluar dari sarang mereka, dan kadal-kadal yang berdatangan untuk memangsa mereka, ditangkap dalam jumlah besar [481] oleh para penduduk; dan beberapa disajikan dengan cuka dan gula untuk dimakan oleh petapa tersebut.
Merasa senang dengan hidangan yang lezat itu, ia bertanya makanan apa itu, dan mengetahui bahwa itu adalah daging kadal. Kemudian terbayang olehnya bahwa ia mempunyai tetangga berupa seekor kadal yang baik, dan memutuskan untuk menyantapnya. Karenanya, ia menyediakan panci masak dan bumbu untuk disajikan dengan kadal tersebut, dan duduk di pintu gubuknya dengan sebuah palu tersimpan di balik jubahnya, menunggu kedatangan Bodhisatta, dengan suasana yang sengaja dibuat penuh kedamaian.
Di sore hari Bodhisatta datang, dan saat mendekat, ia melihat petapa itu tidak terlihat seperti biasanya, namun memberi pandangan padanya yang memperlihatkan niat kurang baik. Mengendus angin yang behembus ke arahnya dari tempat petapa tersebut, Bodhisatta mencium bau daging kadal, seketika itu juga menyadari bagaimana rasa kadal telah membuat petapa tersebut ingin membunuhnya dengan sebuah palu dan menyantapnya. Maka ia kembali ke rumahnya tanpa mengunjungi petapa tersebut.
Melihat Bodhisatta tidak datang, petapa tersebut menilai kadal itu pasti telah meramalkan tentang rencananya, namun merasa heran bagaimana ia bisa mengetahuinya. Memutuskan bahwa kadal itu tidak boleh lolos, ia menarik keluar palu dan melemparkannya, namun hanya mengenai ujung ekor kadal tersebut. Kabur secepat kilat, Bodhisatta menghambur masuk ke dalam bentengnya, mengeluarkan kepalanya di lubang yang berbeda dengan lubang dimasuki olehnya, berseru, “Orang munafik yang jahat, pakaian yang penuh kesucian membuat saya memercayaimu, namun, sekarang saya mengetahui sifat dasarmu yang jahat. Apa yang dilakukan penjahat seperti dirimu dalam jubah petapa?”
Mencela petapa palsu tersebut, Bodhisatta mengucapkan syair berikut:—
Dengan rambut kusut dan pakaian dari kulit kayu,
mengapa menipu (orang) dengan kesucian petapa?
Orang yang suci tanpa hati mereka di dalamnya,
dipenuhi oleh kekotoran yang keji217.
[482] Dengan cara demikian Bodhisatta membongkar kejahatan petapa tersebut, kemudian ia kembali ke sarang semutnya, dan petapa jahat itu meninggalkan tempat tersebut.
____________________
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru menjelaskan kelahiran tersebut dengan berkata, “Orang munafik ini adalah petapa jahat di masa itu, Sāriputta adalah petapa baik yang tinggal di pertapaan tersebut sebelum kedatangannya, dan Saya sendiri adalah kadal tersebut.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com