RUHAKA-JĀTAKA
Ruhakajātaka (Ja 191)
“Bahkan tali busur yang putus,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, mengenai godaan yang timbul dari mantan istri.
Cerita pembuka ini akan dijelaskan di dalam Buku VIII, pada Indriya-Jātaka91. Kemudian Sang Guru mengatakan kepada bhikkhu ini, “Itu adalah wanita yang mencelakakanmu. Pada masa lampau, dia juga mempersulitmu di depan raja dan seluruh pejabatnya dan memberimu alasan yang tepat untuk meninggalkan rumahmu.”
Kemudian Beliau menceritakan kisah masa lampau.
Dahulu kala ketika Raja Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta dilahirkan oleh permaisurinya. Ketika dia tumbuh dewasa, ayahnya wafat; dan dia menjadi raja yang memerintah secara adil.
Bodhisatta memiliki seorang pendeta kerajaan bernama Ruhaka, dan Ruhaka ini menikahi seorang wanita brahmana tua. Raja memberikan brahmana itu seekor kuda yang dilengkapi dengan perhiasan-perhiasannya, lalu dia menunggangi kuda itu dan pergi untuk melayani raja.
Ketika dia sedang menunggangi kudanya yang penuh perhiasan, orang-orang di samping kiri dan kanannya memuji dengan suara keras: “Lihat kuda yang bagus itu!” teriak mereka, “cantik sekali!”
Ketika pulang, dia masuk ke rumahnya dan mengatakan kepada istrinya, [114] “Istriku yang baik,” katanya, “kuda kita berjalan dengan baik! Orang di samping kanan dan kiri semua memujinya.” Istrinya tidak lebih baik dari yang seharusnya dan penuh dengan kebohongan; jadi dia membalas suaminya demikian, “Ah, Suamiku, Anda tidak mengerti di mana keindahan kuda ini. Semuanya terletak pada perhiasannya yang bagus. Jika Anda ingin membuat dirimu sebagus kuda itu, pakailah perhiasan itu pada dirimu dan berjingkrak-jingkraklah di jalanan seperti seekor kuda92. Anda akan menemui raja dan dia akan memujimu, semua orang akan memujimu.”
Brahmana bodoh ini mendengar semua itu, tetapi tidak mengetahui apa yang direncanakan istrinya. Jadi dia percaya kepadanya dan melakukan sesuai apa yang dikatakannya. Semua yang melihatnya tertawa terbahak-bahak: “Ini guru yang hebat!” semua berkata. Lalu raja berteriak malu terhadapnya “Kenapa, Guruku,” katanya, “apakah ada yang salah dengan pikiranmu? Apakah Anda gila?”
Pada saat itu brahmana tersebut sadar dia telah berbuat salah dan dia merasa sangat malu. Jadi dia marah pada istrinya dan dia pulang dengan tergesa-gesa, berkata pada dirinya sendiri, “Wanita itu telah membuatku malu di depan raja dan seluruh pasukannya; saya akan menghukumnya dan mengusirnya!”
Tetapi wanita yang licik itu mengetahui bahwa dia pulang dalam keadaan marah; dia mengambil langkah terlebih dulu dan berangkat dari pintu samping kemudian pergi menuju istana, tempat dia tinggal selama empat atau lima hari.
Sewaktu raja mendengar tentang hal ini, dia memanggil pendeta kerajaannya dan berkata kepadanya, “Guruku, semua wanita melakukan kesalahan, Anda harus memaafkan wanita ini.” Kemudian dengan tujuan membuatnya memaafkan istrinya, dia mengucapkan bait pertama:
Bahkan tali busur yang putus dapat diperbaiki
dan menjadi utuh kembali;
Maafkanlah istrimu dan
janganlah menyimpan kemarahan di dalam dirimu.
[115] Mendengar ini, Ruhaka mengucapkan bait kedua:
Selama masih ada bahan93 dan pekerja juga,
akan mudah membeli tali busur yang baru.
Saya akan mencari istri yang baru;
sudah cukup terhadap yang satu ini.
Demikianlah dia mengusirnya dan menikahi wanita brahmana lain sebagai istrinya.
Sang Guru, setelah mengakhiri uraian ini, memaklumkan kebenaran-kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenaran-kebenaran itu, bhikkhu yang tergoda dikukuhkan pada tingkat kesucian Sotāpanna—“Pada masa itu, mantan istrinya adalah orang yang sama, Ruhaka adalah bhikkhu yang tergoda dan Aku sendiri adalah Raja Benares.”
Catatan kaki :
91 No. 423.
92 Bandingkan Pañcatantra IV. 6 (Benfey, II. hal. 307).
93 Teks tertulis mudūsu, ‘(kulit pohon) segar’, berasal dari serat yang kadang untuk membuat tali busur.
Diposting oleh Thiyan Ika di 10.15
Cerita pembuka ini akan dijelaskan di dalam Buku VIII, pada Indriya-Jātaka91. Kemudian Sang Guru mengatakan kepada bhikkhu ini, “Itu adalah wanita yang mencelakakanmu. Pada masa lampau, dia juga mempersulitmu di depan raja dan seluruh pejabatnya dan memberimu alasan yang tepat untuk meninggalkan rumahmu.”
Kemudian Beliau menceritakan kisah masa lampau.
Dahulu kala ketika Raja Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta dilahirkan oleh permaisurinya. Ketika dia tumbuh dewasa, ayahnya wafat; dan dia menjadi raja yang memerintah secara adil.
Bodhisatta memiliki seorang pendeta kerajaan bernama Ruhaka, dan Ruhaka ini menikahi seorang wanita brahmana tua. Raja memberikan brahmana itu seekor kuda yang dilengkapi dengan perhiasan-perhiasannya, lalu dia menunggangi kuda itu dan pergi untuk melayani raja.
Ketika dia sedang menunggangi kudanya yang penuh perhiasan, orang-orang di samping kiri dan kanannya memuji dengan suara keras: “Lihat kuda yang bagus itu!” teriak mereka, “cantik sekali!”
Ketika pulang, dia masuk ke rumahnya dan mengatakan kepada istrinya, [114] “Istriku yang baik,” katanya, “kuda kita berjalan dengan baik! Orang di samping kanan dan kiri semua memujinya.” Istrinya tidak lebih baik dari yang seharusnya dan penuh dengan kebohongan; jadi dia membalas suaminya demikian, “Ah, Suamiku, Anda tidak mengerti di mana keindahan kuda ini. Semuanya terletak pada perhiasannya yang bagus. Jika Anda ingin membuat dirimu sebagus kuda itu, pakailah perhiasan itu pada dirimu dan berjingkrak-jingkraklah di jalanan seperti seekor kuda92. Anda akan menemui raja dan dia akan memujimu, semua orang akan memujimu.”
Brahmana bodoh ini mendengar semua itu, tetapi tidak mengetahui apa yang direncanakan istrinya. Jadi dia percaya kepadanya dan melakukan sesuai apa yang dikatakannya. Semua yang melihatnya tertawa terbahak-bahak: “Ini guru yang hebat!” semua berkata. Lalu raja berteriak malu terhadapnya “Kenapa, Guruku,” katanya, “apakah ada yang salah dengan pikiranmu? Apakah Anda gila?”
Pada saat itu brahmana tersebut sadar dia telah berbuat salah dan dia merasa sangat malu. Jadi dia marah pada istrinya dan dia pulang dengan tergesa-gesa, berkata pada dirinya sendiri, “Wanita itu telah membuatku malu di depan raja dan seluruh pasukannya; saya akan menghukumnya dan mengusirnya!”
Tetapi wanita yang licik itu mengetahui bahwa dia pulang dalam keadaan marah; dia mengambil langkah terlebih dulu dan berangkat dari pintu samping kemudian pergi menuju istana, tempat dia tinggal selama empat atau lima hari.
Sewaktu raja mendengar tentang hal ini, dia memanggil pendeta kerajaannya dan berkata kepadanya, “Guruku, semua wanita melakukan kesalahan, Anda harus memaafkan wanita ini.” Kemudian dengan tujuan membuatnya memaafkan istrinya, dia mengucapkan bait pertama:
Bahkan tali busur yang putus dapat diperbaiki
dan menjadi utuh kembali;
Maafkanlah istrimu dan
janganlah menyimpan kemarahan di dalam dirimu.
[115] Mendengar ini, Ruhaka mengucapkan bait kedua:
Selama masih ada bahan93 dan pekerja juga,
akan mudah membeli tali busur yang baru.
Saya akan mencari istri yang baru;
sudah cukup terhadap yang satu ini.
Demikianlah dia mengusirnya dan menikahi wanita brahmana lain sebagai istrinya.
Sang Guru, setelah mengakhiri uraian ini, memaklumkan kebenaran-kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenaran-kebenaran itu, bhikkhu yang tergoda dikukuhkan pada tingkat kesucian Sotāpanna—“Pada masa itu, mantan istrinya adalah orang yang sama, Ruhaka adalah bhikkhu yang tergoda dan Aku sendiri adalah Raja Benares.”
Catatan kaki :
91 No. 423.
92 Bandingkan Pañcatantra IV. 6 (Benfey, II. hal. 307).
93 Teks tertulis mudūsu, ‘(kulit pohon) segar’, berasal dari serat yang kadang untuk membuat tali busur.
Diposting oleh Thiyan Ika di 10.15
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com