MITTĀMITTA-JĀTAKA
Mittāmittajātaka (Ja 197)
“Dia tidak tersenyum,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Sāvatthi, tentang seorang bhikkhu.
Bhikkhu ini mengambil sepotong kain yang disimpan oleh gurunya karena merasa yakin jika dia mengambilnya, gurunya tidak akan marah. Kemudian dia membuat sebuah tas sepatu dari kain itu, dan pergi. Ketika gurunya menanyakan mengapa dia mengambilnya, dia membalas bahwa dia merasa yakin jika dia melakukannya, maka gurunya tidak akan marah.
Guru tersebut menjadi kalap, [131] bangkit dan memukulnya. “Keyakinan apakah yang ada di antara Anda dan saya?” tanyanya.
Kejadian ini tersebar sampai kepada para bhikkhu lainnya. Suatu hari mereka berkumpul bersama membicarakan hal ini di dalam balai kebenaran. “Āvuso, bhikkhu muda anu merasa sangat yakin terhadap persahabatan antara dia dan gurunya, oleh karenanya dia mengambil sepotong kain dan membuatnya menjadi sebuah tas sepatu. Kemudian guru tersebut menanyakan kepadanya keyakinan apa yang ada di antara mereka, dan menjadi marah, bangkit dan memukulnya.” Sang Guru masuk dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan dengan duduk bersama di sana. Mereka memberi tahu Beliau.
Kemudian Beliau berkata, “Ini bukanlah yang pertama kalinya, Para Bhikkhu, orang tersebut telah mengecewakan kepercayaan temannya. Dia melakukan hal yang sama sebelumnya.”
Dan kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta dilahirkan sebagai putra seorang brahmana di dalam Kerajaan Kāsi. Ketika tumbuh dewasa, dia meninggalkan keduniawian; dia mengembangkan kesaktian, pencapaian meditasi di dalam dirinya, dan berdiam di daerah Himalaya dengan sekelompok pengikutnya.
Salah seorang dari kelompok petapa ini tidak mematuhi perkataan Bodhisatta dan memelihara seekor anak gajah yang kehilangan induknya. Makhluk ini, seiring berjalannya waktu, tumbuh menjadi besar, kemudian membunuh tuannya dan pergi kabur ke dalam hutan.
Petapa-petapa tersebut melakukan upacara pemakamannya, dan kemudian datang menjumpai Bodhisatta, menanyakan pertanyaan ini kepadanya, “Guru, bagaimanakah kita mengetahui bahwa seseorang itu adalah kawan atau lawan?”
Bodhisatta menyatakan ini kepada mereka dalam bait-bait berikut:—
Dia tidak tersenyum ketika bertemu dengannya,
tidak ada sambutan yang diberikan olehnya,
Dia tidak mau melihatnya, dan menjawabnya
dengan kata ‘tidak’.
Ini adalah tanda-tanda dari musuhmu yang dapat dilihat:
Jika seorang bijak melihat dan mendengar ini,
maka dia akan mengetahui musuhnya.
[132] Dalam kata-kata ini, Bodhisatta menyatakan tanda-tanda dari kawan dan lawan. Setelah itu, dia mengembangkan kediaman luhur dan masuk ke alam brahma.
Setelah Sang Guru mengakhiri uraian ini, Beliau mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Bhikkhu yang ditanya adalah petapa yang memelihara anak gajah, gurunya adalah gajah tersebut, para pengikut Buddha adalah kelompok petapa tersebut, dan Aku adalah pemimpin mereka.”
Diposting oleh Thiyan Ika di 10.21
Bhikkhu ini mengambil sepotong kain yang disimpan oleh gurunya karena merasa yakin jika dia mengambilnya, gurunya tidak akan marah. Kemudian dia membuat sebuah tas sepatu dari kain itu, dan pergi. Ketika gurunya menanyakan mengapa dia mengambilnya, dia membalas bahwa dia merasa yakin jika dia melakukannya, maka gurunya tidak akan marah.
Guru tersebut menjadi kalap, [131] bangkit dan memukulnya. “Keyakinan apakah yang ada di antara Anda dan saya?” tanyanya.
Kejadian ini tersebar sampai kepada para bhikkhu lainnya. Suatu hari mereka berkumpul bersama membicarakan hal ini di dalam balai kebenaran. “Āvuso, bhikkhu muda anu merasa sangat yakin terhadap persahabatan antara dia dan gurunya, oleh karenanya dia mengambil sepotong kain dan membuatnya menjadi sebuah tas sepatu. Kemudian guru tersebut menanyakan kepadanya keyakinan apa yang ada di antara mereka, dan menjadi marah, bangkit dan memukulnya.” Sang Guru masuk dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan dengan duduk bersama di sana. Mereka memberi tahu Beliau.
Kemudian Beliau berkata, “Ini bukanlah yang pertama kalinya, Para Bhikkhu, orang tersebut telah mengecewakan kepercayaan temannya. Dia melakukan hal yang sama sebelumnya.”
Dan kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta dilahirkan sebagai putra seorang brahmana di dalam Kerajaan Kāsi. Ketika tumbuh dewasa, dia meninggalkan keduniawian; dia mengembangkan kesaktian, pencapaian meditasi di dalam dirinya, dan berdiam di daerah Himalaya dengan sekelompok pengikutnya.
Salah seorang dari kelompok petapa ini tidak mematuhi perkataan Bodhisatta dan memelihara seekor anak gajah yang kehilangan induknya. Makhluk ini, seiring berjalannya waktu, tumbuh menjadi besar, kemudian membunuh tuannya dan pergi kabur ke dalam hutan.
Petapa-petapa tersebut melakukan upacara pemakamannya, dan kemudian datang menjumpai Bodhisatta, menanyakan pertanyaan ini kepadanya, “Guru, bagaimanakah kita mengetahui bahwa seseorang itu adalah kawan atau lawan?”
Bodhisatta menyatakan ini kepada mereka dalam bait-bait berikut:—
Dia tidak tersenyum ketika bertemu dengannya,
tidak ada sambutan yang diberikan olehnya,
Dia tidak mau melihatnya, dan menjawabnya
dengan kata ‘tidak’.
Ini adalah tanda-tanda dari musuhmu yang dapat dilihat:
Jika seorang bijak melihat dan mendengar ini,
maka dia akan mengetahui musuhnya.
[132] Dalam kata-kata ini, Bodhisatta menyatakan tanda-tanda dari kawan dan lawan. Setelah itu, dia mengembangkan kediaman luhur dan masuk ke alam brahma.
Setelah Sang Guru mengakhiri uraian ini, Beliau mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Bhikkhu yang ditanya adalah petapa yang memelihara anak gajah, gurunya adalah gajah tersebut, para pengikut Buddha adalah kelompok petapa tersebut, dan Aku adalah pemimpin mereka.”
Diposting oleh Thiyan Ika di 10.21
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com