KHANDHA-VATTA-JĀTAKA
Khaṇḍajātaka (Ja 203)
“Ular-ular Virūpakkha saya kasihi,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu.
Dikatakan bahwasanya pada saat dia duduk, di depan ruang tamunya, membelah kayu, seekor ular menyelinap keluar dari kayu yang lapuk dan menggigit jari kakinya; dia pun mati seketika. Seluruh wihara mengetahui bagaimana dia mati mendadak.
Di dalam balai kebenaran, mereka mulai membicarakannya, mengatakan bagaimana bhikkhu anu sedang duduk di pintu, membelah kayu, ketika seekor ular menggigitnya dan mati seketika karena gigitan itu.
[145] Sang Guru masuk dan ingin mengetahui apa yang mereka perbincangkan selama mereka duduk bersama. Mereka pun menceritakan kepada-Nya. Kata Beliau, “Para Bhikkhu, seandainya saja bhikkhu ini melatih cinta kasih terhadap empat jenis ular, maka ular tersebut tidak akan menggigitnya. Orang bijak di masa lampau, sebelum Sang Buddha lahir, dengan menerapkan cinta kasih terhadap empat jenis ular, bebas dari rasa takut yang muncul karena ular-ular ini.”
Kemudian Beliau menceritakan kisah masa lampau.
Dahulu kala di masa pemerintahan Brahmadatta, Raja Benares, Bodhisatta dilahirkan sebagai seorang brahmana muda di Kerajaan Kāsi. Setelah dewasa, dia melepaskan nafsu-nafsunya dan memilih menjalani kehidupan sebagai seorang petapa; dia mengembangkan kesaktian dan pencapaian meditasi; dia membangun sebuah pertapaan di tikungan Sungai Gangga, di bawah kaki Himalaya dan berdiam di sana, dikelilingi oleh sekelompok petapa, terhanyut dalam kebahagiaan meditasi.
Kala itu terdapat banyak ular di sekitar pinggiran Sungai Gangga yang suka mengganggu para petapa dan banyak dari mereka tewas digigit ular. Petapa-petapa itu menceritakan kejadian tersebut kepada Bodhisatta. Dia pun memanggil para petapa untuk menjumpainya dan berkata, “Jika kalian menunjukkan cinta kasih kepada keempat jenis ular, tidak akan ada ular yang menggigitmu. Oleh karena itu, mulai sekarang tunjukkanlah cinta kasih kepada keempat jenis ular ini,” Kemudian dia menambahkan bait berikut:
Ular-ular Virūpakkha yang saya kasihi,
Ular-ular Erāpatha yang saya kasihi,
Ular-ular Chabbyāputta yang saya kasihi,
Ular-ular Kaṇhāgotama yang saya kasihi.
Setelah demikian mengucapkan nama-nama dari keempat jenis ular itu, beliau menambahkan, “Jika kalian bisa mengembangkan cinta kasih terhadap semua ular ini, maka tidak akan ada ular yang akan menggigit atau mencelakaimu.” Kemudian Beliau mengulangi bait kedua:—[146]
Semua makhluk di bawah sinar matahari,
dua kaki, empat kaki, atau lebih, atau tidak ada—
betapa saya mengasihi kalian, semuanya!
Setelah menyatakan ungkapan cinta kasih di dalam dirinya, beliau mengucapkan bait berikutnya dengan berdoa:
Semua makhluk, berkaki dua atau berkaki empat,
yang tidak mempunyai kaki dan yang mempunyai lebih,
janganlah menyakiti saya, saya memohon!
Kemudian kembali, dengan bahasa biasa, dia mengulangi satu bait berikut:—
Kalian semua makhluk yang memiliki kehidupan,
bernafas dan bergerak di atas tanah,
semoga kalian bahagia, semuanya,
jangan pernah jatuh dalam kejahatan.
[147] Demikianlah dia memaparkan bagaimana seseorang harus menunjukkan cinta kasih dan niat baik kepada semua makhluk hidup tanpa ada perbedaan; dia mengingatkan semua pendengarnya tentang kualitas bagus dari Tiga Permata, mengucapkan—“Buddha Nirbatas, Dhamma Nirbatas, dan Sangha Nirbatas.” Dia berkata, “Ingatlah kualitas bagus dari Tiga Permata,” demikianlah setelah memaparkan ketidakterbatasan Tiga Permata, dan ingin menunjukkan kepada mereka bahwa semua makhluk adalah terbatas, dia menambahkan, “Yang terbatas dan dapat diukur adalah hewan-hewan melata, ular, kalajengking, lipan, laba-laba, kadal, tikus.” Dan dilanjutkan, “Nafsu dan keinginan yang ada di dalam hewan inilah kualitas yang menjadikan mereka terbatas dan bisa diukur, semoga kita dilindungi siang dan malam dari makhluk yang terbatas ini dengan kekuatan dari Tiga Permata, yang nirbatas. Oleh karena itu, ingatlah kualitas bagus dari Tiga Permata.” Kemudian dia mengucapkan bait berikut:—
Sekarang saya terlindungi dengan aman
dan dipagari sekeliling:
Semua makhluk hidup janganlah menggangguku.
Segala hormat kepada Yang Terberkahi kuberikan,
dan terpuijlah tujuh Sammāsambuddha yang telah lewat.
[148] Dan setelah meminta mereka juga mengingat tujuh Buddha113 ketika mereka memberikan penghormatan, Bodhisatta menggubah syair pelindung ini dan menyampaikannya kepada kelompok petapanya. Sejak saat itu, para petapa mengingat dalam hati nasihat Bodhisatta tersebut, mengembangkan cinta kasih dan niat baik, serta merenungkan kebajikan Buddha. Sewaktu mereka melakukan ini, semua ular pergi meninggalkan mereka. Bodhisatta mengembangkan kediaman murni dan mencapai alam brahma.
Setelah Sang Guru menyampaikan uraian ini, Beliau mempertautkan kisah kelahiran mereka:—“Para siswa Buddha adalah para pengikut petapa itu, dan guru mereka adalah diri-Ku sendiri.”
Catatan kaki :
112 Lihat di Cullavagga V. 6 (iii. 75 di Vinaya Texts, S. B. E.), di mana bait-bait ini muncul kembali. Sebagian bait diulangi di ‘Bower MS,’ suatu Sanskrit MS yang terakhir ditemukan di puing-puing kota kuno di Kashgaria (lihat di J. P. T. S., 1893, hal. 64). Jenis-jenis ular yang disebutkan tidak dapat diidentifikasikan. Mantra-mantra ular sangatlah biasa dijumpai di Sanskrit; ada banyak di dalam Atharva Veda.
113 Untuk ketujuh Buddha ini, lihat Wilson, Select Works, ii. 5.
Diposting oleh Thiyan Ika di 09.44
Dikatakan bahwasanya pada saat dia duduk, di depan ruang tamunya, membelah kayu, seekor ular menyelinap keluar dari kayu yang lapuk dan menggigit jari kakinya; dia pun mati seketika. Seluruh wihara mengetahui bagaimana dia mati mendadak.
Di dalam balai kebenaran, mereka mulai membicarakannya, mengatakan bagaimana bhikkhu anu sedang duduk di pintu, membelah kayu, ketika seekor ular menggigitnya dan mati seketika karena gigitan itu.
[145] Sang Guru masuk dan ingin mengetahui apa yang mereka perbincangkan selama mereka duduk bersama. Mereka pun menceritakan kepada-Nya. Kata Beliau, “Para Bhikkhu, seandainya saja bhikkhu ini melatih cinta kasih terhadap empat jenis ular, maka ular tersebut tidak akan menggigitnya. Orang bijak di masa lampau, sebelum Sang Buddha lahir, dengan menerapkan cinta kasih terhadap empat jenis ular, bebas dari rasa takut yang muncul karena ular-ular ini.”
Kemudian Beliau menceritakan kisah masa lampau.
Dahulu kala di masa pemerintahan Brahmadatta, Raja Benares, Bodhisatta dilahirkan sebagai seorang brahmana muda di Kerajaan Kāsi. Setelah dewasa, dia melepaskan nafsu-nafsunya dan memilih menjalani kehidupan sebagai seorang petapa; dia mengembangkan kesaktian dan pencapaian meditasi; dia membangun sebuah pertapaan di tikungan Sungai Gangga, di bawah kaki Himalaya dan berdiam di sana, dikelilingi oleh sekelompok petapa, terhanyut dalam kebahagiaan meditasi.
Kala itu terdapat banyak ular di sekitar pinggiran Sungai Gangga yang suka mengganggu para petapa dan banyak dari mereka tewas digigit ular. Petapa-petapa itu menceritakan kejadian tersebut kepada Bodhisatta. Dia pun memanggil para petapa untuk menjumpainya dan berkata, “Jika kalian menunjukkan cinta kasih kepada keempat jenis ular, tidak akan ada ular yang menggigitmu. Oleh karena itu, mulai sekarang tunjukkanlah cinta kasih kepada keempat jenis ular ini,” Kemudian dia menambahkan bait berikut:
Ular-ular Virūpakkha yang saya kasihi,
Ular-ular Erāpatha yang saya kasihi,
Ular-ular Chabbyāputta yang saya kasihi,
Ular-ular Kaṇhāgotama yang saya kasihi.
Setelah demikian mengucapkan nama-nama dari keempat jenis ular itu, beliau menambahkan, “Jika kalian bisa mengembangkan cinta kasih terhadap semua ular ini, maka tidak akan ada ular yang akan menggigit atau mencelakaimu.” Kemudian Beliau mengulangi bait kedua:—[146]
Semua makhluk di bawah sinar matahari,
dua kaki, empat kaki, atau lebih, atau tidak ada—
betapa saya mengasihi kalian, semuanya!
Setelah menyatakan ungkapan cinta kasih di dalam dirinya, beliau mengucapkan bait berikutnya dengan berdoa:
Semua makhluk, berkaki dua atau berkaki empat,
yang tidak mempunyai kaki dan yang mempunyai lebih,
janganlah menyakiti saya, saya memohon!
Kemudian kembali, dengan bahasa biasa, dia mengulangi satu bait berikut:—
Kalian semua makhluk yang memiliki kehidupan,
bernafas dan bergerak di atas tanah,
semoga kalian bahagia, semuanya,
jangan pernah jatuh dalam kejahatan.
[147] Demikianlah dia memaparkan bagaimana seseorang harus menunjukkan cinta kasih dan niat baik kepada semua makhluk hidup tanpa ada perbedaan; dia mengingatkan semua pendengarnya tentang kualitas bagus dari Tiga Permata, mengucapkan—“Buddha Nirbatas, Dhamma Nirbatas, dan Sangha Nirbatas.” Dia berkata, “Ingatlah kualitas bagus dari Tiga Permata,” demikianlah setelah memaparkan ketidakterbatasan Tiga Permata, dan ingin menunjukkan kepada mereka bahwa semua makhluk adalah terbatas, dia menambahkan, “Yang terbatas dan dapat diukur adalah hewan-hewan melata, ular, kalajengking, lipan, laba-laba, kadal, tikus.” Dan dilanjutkan, “Nafsu dan keinginan yang ada di dalam hewan inilah kualitas yang menjadikan mereka terbatas dan bisa diukur, semoga kita dilindungi siang dan malam dari makhluk yang terbatas ini dengan kekuatan dari Tiga Permata, yang nirbatas. Oleh karena itu, ingatlah kualitas bagus dari Tiga Permata.” Kemudian dia mengucapkan bait berikut:—
Sekarang saya terlindungi dengan aman
dan dipagari sekeliling:
Semua makhluk hidup janganlah menggangguku.
Segala hormat kepada Yang Terberkahi kuberikan,
dan terpuijlah tujuh Sammāsambuddha yang telah lewat.
[148] Dan setelah meminta mereka juga mengingat tujuh Buddha113 ketika mereka memberikan penghormatan, Bodhisatta menggubah syair pelindung ini dan menyampaikannya kepada kelompok petapanya. Sejak saat itu, para petapa mengingat dalam hati nasihat Bodhisatta tersebut, mengembangkan cinta kasih dan niat baik, serta merenungkan kebajikan Buddha. Sewaktu mereka melakukan ini, semua ular pergi meninggalkan mereka. Bodhisatta mengembangkan kediaman murni dan mencapai alam brahma.
Setelah Sang Guru menyampaikan uraian ini, Beliau mempertautkan kisah kelahiran mereka:—“Para siswa Buddha adalah para pengikut petapa itu, dan guru mereka adalah diri-Ku sendiri.”
Catatan kaki :
112 Lihat di Cullavagga V. 6 (iii. 75 di Vinaya Texts, S. B. E.), di mana bait-bait ini muncul kembali. Sebagian bait diulangi di ‘Bower MS,’ suatu Sanskrit MS yang terakhir ditemukan di puing-puing kota kuno di Kashgaria (lihat di J. P. T. S., 1893, hal. 64). Jenis-jenis ular yang disebutkan tidak dapat diidentifikasikan. Mantra-mantra ular sangatlah biasa dijumpai di Sanskrit; ada banyak di dalam Atharva Veda.
113 Untuk ketujuh Buddha ini, lihat Wilson, Select Works, ii. 5.
Diposting oleh Thiyan Ika di 09.44
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com