VĪRAKA-JĀTAKA
Vīrakajātaka (Ja 204)
“Oh, apakah Anda melihat,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang peniruan terhadap Yang Sempurna Menempuh Jalan (Sugata).
Ketika para thera telah pergi beserta pengikut mereka untuk mengunjungi Devadatta 114 , Sang Guru menanyakan Sāriputta apa yang dilakukan Devadatta ketika dia melihat mereka. Jawabannya adalah dia meniru Sang Buddha. Sang Guru menyambung, “Bukan hanya kali ini, Devadatta meniru diri-Ku dan demikian menemui kehancuran; tetapi dia juga melakukan hal yang sama sebelumnya.”
Kemudian, atas permintaan para thera, Beliau menceritakan kisah masa lampau.
[149] Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah sebagai raja di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor gagak air dan tinggal di sebuah kolam. Namanya adalah Vīraka (Viraka).
Di sana, terjadi kelaparan di Kasi. Orang-orang tidak bisa menyisihkan makanan untuk burung-burung gagak, tidak juga persembahan untuk para yaksa dan nāga. Satu per satu burung gagak meninggalkan tanah yang dilanda kelaparan itu dan masuk ke dalam hutan.
Ada seekor gagak bernama Saviṭṭhaka (Savitthaka), yang tinggal di Benares, membawa serta pasangannya gagak betina dan pergi ke tempat Viraka tinggal, membuat sarangnya di samping kolam yang sama.
Suatu hari, gagak ini mencari makanan di sekitar kolam itu. Dia melihat bagaimana Viraka turun ke dalamnya dan memakan beberapa ekor ikan, setelah itu keluar lagi dari dalam air dan berdiri mengeringkan bulunya. “Di bawah sayap gagak itu,” pikirnya, “banyak ikan yang bisa didapatkan. Saya akan menjadi pelayannya.” Maka dia menghampirinya. “Ada apa, Teman?” tanya Viraka. “Saya ingin menjadi pelayanmu!” jawabnya.
Viraka setuju dan mulai saat itu dia pun melayaninya. Dan sejak saat itu, Viraka biasanya hanya memakan ikan secukupnya untuk mempertahankan hidupnya dan sisanya dia berikan kepada Savitthaka segera setelah dia menangkapnya, dan setelah Savitthaka memakan ikan secukupnya untuk mempertahankan hidupnya, dia berikan apa yang tersisa kepada istrinya.
Setelah beberapa waktu, kesombongan mulai timbul di hatinya. “Gagak ini,” katanya, “berwarna hitam dan demikian juga diriku. Dalam bentuk mata, paruh, dan kaki juga tidak ada perbedaan di antara kami. Saya tidak menginginkan ikannya; saya akan menangkapnya sendiri!” Jadi dia berkata kepada Viraka bahwa nantinya dia berniat untuk turun ke dalam air dan menangkap ikan sendiri. Kemudian Viraka berkata, “Teman, Anda bukanlah termasuk jenis gagak yang dilahirkan untuk masuk ke dalam air dan menangkap ikan. Jangan menghancurkan dirimu sendiri!” Walaupun usaha ini dilakukan untuk menghalanginya, Savitthaka tetap saja tidak mau mendengar peringatan itu. Dia pergi ke kolam itu dan turun ke dalam air, tetapi dia tidak dapat melewati rumput-rumput liar dan keluar lagi—di sana dia, terjerat oleh rumput-rumput liar, hanya ujung paruhnya yang terlihat muncul di atas air. Karena tidak dapat bernapas, dia pun mati di dalam air.
[150] Pasangannya mengetahui dia tidak kembali dan pergi mencari Viraka untuk menanyakan kabar dirinya. “Tuan,’ tanyanya, “Savitthaka tidak kelihatan. Di manakah dia?” Dan saat setelah menanyakan hal ini, dia mengulangi bait pertama berikut:
Oh apakah Anda melihat Savitthaka,
apakah Anda melihat pasanganku yang bersuara merdu,
yang lehernya seperti kemilau burung merak?
Ketika mendengar ini, Viraka membalas, ”Ya, saya tahu di mana dia berada,” dan mengulangi bait kedua:—
Dia tidaklah dilahirkan untuk menyelam di bawah air,
tetapi apa yang tidak dapat dilakukannya malah dicobanya;
Maka burung malang itu menemukan makam airnya,
terjerat di tengah rumput-rumput liar dan mati di sana.
Ketika gagak betina tersebut mendengarnya, sambil meratap, dia kembali ke Benares.
Setelah uraian ini berakhir, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Devadatta adalah Saviṭṭhaka (Savitthaka), dan Aku adalah Vīraka (Viraka).”
Catatan kaki :
114 Sāriputta dan Moggallāna mengunjungi pemimpin kaum titthiya untuk mencoba apakah mereka bisa berhasil untuk memenangkan para pengikutnya kembali kepada Sang Guru. Kisah kunjungan mereka dan bagaimana itu berhasil, diceritakan di dalam Vinaya, Cullavagga, vii. 4 foll. (diterjemahkan di dalam S. B. E., Vinaya Texts, iii. 256). Juga lihat Vol. i. no. 11.
Diposting oleh Thiyan Ika di 09.45
Ketika para thera telah pergi beserta pengikut mereka untuk mengunjungi Devadatta 114 , Sang Guru menanyakan Sāriputta apa yang dilakukan Devadatta ketika dia melihat mereka. Jawabannya adalah dia meniru Sang Buddha. Sang Guru menyambung, “Bukan hanya kali ini, Devadatta meniru diri-Ku dan demikian menemui kehancuran; tetapi dia juga melakukan hal yang sama sebelumnya.”
Kemudian, atas permintaan para thera, Beliau menceritakan kisah masa lampau.
[149] Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah sebagai raja di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor gagak air dan tinggal di sebuah kolam. Namanya adalah Vīraka (Viraka).
Di sana, terjadi kelaparan di Kasi. Orang-orang tidak bisa menyisihkan makanan untuk burung-burung gagak, tidak juga persembahan untuk para yaksa dan nāga. Satu per satu burung gagak meninggalkan tanah yang dilanda kelaparan itu dan masuk ke dalam hutan.
Ada seekor gagak bernama Saviṭṭhaka (Savitthaka), yang tinggal di Benares, membawa serta pasangannya gagak betina dan pergi ke tempat Viraka tinggal, membuat sarangnya di samping kolam yang sama.
Suatu hari, gagak ini mencari makanan di sekitar kolam itu. Dia melihat bagaimana Viraka turun ke dalamnya dan memakan beberapa ekor ikan, setelah itu keluar lagi dari dalam air dan berdiri mengeringkan bulunya. “Di bawah sayap gagak itu,” pikirnya, “banyak ikan yang bisa didapatkan. Saya akan menjadi pelayannya.” Maka dia menghampirinya. “Ada apa, Teman?” tanya Viraka. “Saya ingin menjadi pelayanmu!” jawabnya.
Viraka setuju dan mulai saat itu dia pun melayaninya. Dan sejak saat itu, Viraka biasanya hanya memakan ikan secukupnya untuk mempertahankan hidupnya dan sisanya dia berikan kepada Savitthaka segera setelah dia menangkapnya, dan setelah Savitthaka memakan ikan secukupnya untuk mempertahankan hidupnya, dia berikan apa yang tersisa kepada istrinya.
Setelah beberapa waktu, kesombongan mulai timbul di hatinya. “Gagak ini,” katanya, “berwarna hitam dan demikian juga diriku. Dalam bentuk mata, paruh, dan kaki juga tidak ada perbedaan di antara kami. Saya tidak menginginkan ikannya; saya akan menangkapnya sendiri!” Jadi dia berkata kepada Viraka bahwa nantinya dia berniat untuk turun ke dalam air dan menangkap ikan sendiri. Kemudian Viraka berkata, “Teman, Anda bukanlah termasuk jenis gagak yang dilahirkan untuk masuk ke dalam air dan menangkap ikan. Jangan menghancurkan dirimu sendiri!” Walaupun usaha ini dilakukan untuk menghalanginya, Savitthaka tetap saja tidak mau mendengar peringatan itu. Dia pergi ke kolam itu dan turun ke dalam air, tetapi dia tidak dapat melewati rumput-rumput liar dan keluar lagi—di sana dia, terjerat oleh rumput-rumput liar, hanya ujung paruhnya yang terlihat muncul di atas air. Karena tidak dapat bernapas, dia pun mati di dalam air.
[150] Pasangannya mengetahui dia tidak kembali dan pergi mencari Viraka untuk menanyakan kabar dirinya. “Tuan,’ tanyanya, “Savitthaka tidak kelihatan. Di manakah dia?” Dan saat setelah menanyakan hal ini, dia mengulangi bait pertama berikut:
Oh apakah Anda melihat Savitthaka,
apakah Anda melihat pasanganku yang bersuara merdu,
yang lehernya seperti kemilau burung merak?
Ketika mendengar ini, Viraka membalas, ”Ya, saya tahu di mana dia berada,” dan mengulangi bait kedua:—
Dia tidaklah dilahirkan untuk menyelam di bawah air,
tetapi apa yang tidak dapat dilakukannya malah dicobanya;
Maka burung malang itu menemukan makam airnya,
terjerat di tengah rumput-rumput liar dan mati di sana.
Ketika gagak betina tersebut mendengarnya, sambil meratap, dia kembali ke Benares.
Setelah uraian ini berakhir, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Devadatta adalah Saviṭṭhaka (Savitthaka), dan Aku adalah Vīraka (Viraka).”
Catatan kaki :
114 Sāriputta dan Moggallāna mengunjungi pemimpin kaum titthiya untuk mencoba apakah mereka bisa berhasil untuk memenangkan para pengikutnya kembali kepada Sang Guru. Kisah kunjungan mereka dan bagaimana itu berhasil, diceritakan di dalam Vinaya, Cullavagga, vii. 4 foll. (diterjemahkan di dalam S. B. E., Vinaya Texts, iii. 256). Juga lihat Vol. i. no. 11.
Diposting oleh Thiyan Ika di 09.45
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com