PALĀYI-JĀTAKA
Palāyitajātaka (Ja 229)
“Pasukan-pasukan bergajah,” dan seterusnya.—Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang petapa pengembara yang melarikan diri.
Dia mengembara ke seluruh Jambudīpa (India) dengan tujuan berdebat, dan tidak menemukan siapa pun untuk menantangnya. Kemudian dia mengembara sampai di Sāvatthi (Savatthi) dan menanyakan apakah ada orang yang mampu berdebat dengannya.
Orang-orang berkata, “Ada seseorang yang mampu berdebat denganmu dengan ribuan tesis148, Yang Mahatahu, Yang Unggul, Gotama Yang Mulia, Sang Wali Dhamma, Yang Melenyapkan Segala Pandangan (salah), tidak ada seorang pun yang mampu membantah ajaran-Nya di seluruh Jambudīpa, Yang Terberkahi. Seperti ombak yang hancur (mereda) di tepi pantai, demikianlah segala pandangan (salah) hancur di bawah kaki-Nya dan menjadi abu.” Demikianlah mereka menguraikan sifat-sifat mulia dari Sang Buddha.
“Di manakah Beliau berada sekarang?” tanya petapa tersebut. Mereka menjawabnya dengan mengatakan bahwa Beliau berada di Jetavana. “Saya akan mengadakan perdebatan tesis dengan-Nya!” kata petapa itu. Kemudian dengan diikuti oleh rombongan orang banyak, dia berjalan menuju Jetavana.
Ketika melihat gerbang Jetavana, yang dibangun oleh Pangeran Jeta dengan menghabiskan uang sembilan juta, dia menanyakan apakah Petapa Gotama tinggal di sana. Mereka menjawab bahwa itu adalah gerbangnya. “Jika itu adalah gerbangnya, seperti apa lagi kediamannya?” katanya dengan keras. “Ruangan wangi (gandhakuṭi) yang tiada taranya!” jawab mereka. “Siapa yang mampu berdebat dengan seorang petapa seperti ini?” katanya, dan langsung bergegas kabur.
Orang-orang berseru dalam sukacita, dan masuk ke dalam taman. “Apa yang membuat kalian datang ke sini tidak pada waktunya?” tanya Sang Guru. Mereka memberitahukan kepada Beliau apa yang terjadi. Beliau berkata, “Para Upasaka, ini bukanlah pertama kalinya dia bergegas kabur hanya karena melihat gerbang kediaman-Ku. Dia juga telah melakukannya di dalam kehidupan lampaunya.”
Dan Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
[217] Dahulu kala, Bodhisatta terlahir sebagai raja di Takkasilā (Takkasila), Kerajaan Gandhāra, dan Brahmadatta di Kerajaan Benares. Brahmadatta berkeinginan untuk menguasai Takkasila; oleh karena itu, dia memimpin rombongan bala tentaranya, mengambil posisinya tidak jauh dari kota tersebut, dan mengatur susunan bala tentaranya: “Pasukan bergajah di sebelah sini, pasukan berkuda di sebelah sini, pasukan berkereta di sebelah sini, dan pasukan berjalan kaki di sebelah sini: demikian kalian harus bertahan dan menyerang dengan senjata-senjata kalian, seperti awan-awan yang menurunkan hujan, demikianlah kalian menurunkan hujan panah!” dan dia mengucapkan bait-bait berikut:
Pasukan-pasukan bergajah dan berkudaku,
seperti badai awan di langit!
Lautan berombak dari pasukan berkeretaku
menembakkan hujan panah!
Pasukan berjalan kakiku,
menyerang dengan pedang di tangan,
dengan pukulan dan tusukan,
bergerak maju ke dalam kota,
sampai lawan-lawan mereka memakan debu!
Hancurkanlah mereka—jatuhkanlah mereka!
Teriakkanlah perang dengan keras!
Gajah-gajah secara serempak mengeluarkan raungan!
Seperti guntur menggelegar dan kilat menyambar di langit,
demikianlah suara-suara kalian
terdengar meneriakkan perang!
[218] Demikianlah raja berseru. Dia memerintahkan bala tentaranya berbaris dan bergerak ke depan gerbang kota. Ketika melihat gerbang kota itu, dia menanyakan apakah itu adalah kediaman raja. Mereka berkata, “Itu adalah gerbangnya.” “Jika gerbangnya saja seperti ini, seperti apa lagi istana raja? tanyanya lagi. Dan mereka menjawab, “Seperti Vejayanta, istana Dewa Sakka!” Mendengar jawaban tersebut, raja berkata, “Raja yang demikian berjaya tidak akan pernah mampu untuk ditaklukkan!” Setelah melihat gerbangnya, dia pun berbalik arah dan melarikan diri, kembali ke Benares.
Uraian ini berakhir, dan Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Petapa pengembara adalah Raja Benares, dan diri-Ku sendiri adalah Raja Takkasila.”
Catatan kaki :
148 vāda. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen yang dikemukakan.
Diposting oleh Thiyan Ika di 08.49
Dia mengembara ke seluruh Jambudīpa (India) dengan tujuan berdebat, dan tidak menemukan siapa pun untuk menantangnya. Kemudian dia mengembara sampai di Sāvatthi (Savatthi) dan menanyakan apakah ada orang yang mampu berdebat dengannya.
Orang-orang berkata, “Ada seseorang yang mampu berdebat denganmu dengan ribuan tesis148, Yang Mahatahu, Yang Unggul, Gotama Yang Mulia, Sang Wali Dhamma, Yang Melenyapkan Segala Pandangan (salah), tidak ada seorang pun yang mampu membantah ajaran-Nya di seluruh Jambudīpa, Yang Terberkahi. Seperti ombak yang hancur (mereda) di tepi pantai, demikianlah segala pandangan (salah) hancur di bawah kaki-Nya dan menjadi abu.” Demikianlah mereka menguraikan sifat-sifat mulia dari Sang Buddha.
“Di manakah Beliau berada sekarang?” tanya petapa tersebut. Mereka menjawabnya dengan mengatakan bahwa Beliau berada di Jetavana. “Saya akan mengadakan perdebatan tesis dengan-Nya!” kata petapa itu. Kemudian dengan diikuti oleh rombongan orang banyak, dia berjalan menuju Jetavana.
Ketika melihat gerbang Jetavana, yang dibangun oleh Pangeran Jeta dengan menghabiskan uang sembilan juta, dia menanyakan apakah Petapa Gotama tinggal di sana. Mereka menjawab bahwa itu adalah gerbangnya. “Jika itu adalah gerbangnya, seperti apa lagi kediamannya?” katanya dengan keras. “Ruangan wangi (gandhakuṭi) yang tiada taranya!” jawab mereka. “Siapa yang mampu berdebat dengan seorang petapa seperti ini?” katanya, dan langsung bergegas kabur.
Orang-orang berseru dalam sukacita, dan masuk ke dalam taman. “Apa yang membuat kalian datang ke sini tidak pada waktunya?” tanya Sang Guru. Mereka memberitahukan kepada Beliau apa yang terjadi. Beliau berkata, “Para Upasaka, ini bukanlah pertama kalinya dia bergegas kabur hanya karena melihat gerbang kediaman-Ku. Dia juga telah melakukannya di dalam kehidupan lampaunya.”
Dan Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
[217] Dahulu kala, Bodhisatta terlahir sebagai raja di Takkasilā (Takkasila), Kerajaan Gandhāra, dan Brahmadatta di Kerajaan Benares. Brahmadatta berkeinginan untuk menguasai Takkasila; oleh karena itu, dia memimpin rombongan bala tentaranya, mengambil posisinya tidak jauh dari kota tersebut, dan mengatur susunan bala tentaranya: “Pasukan bergajah di sebelah sini, pasukan berkuda di sebelah sini, pasukan berkereta di sebelah sini, dan pasukan berjalan kaki di sebelah sini: demikian kalian harus bertahan dan menyerang dengan senjata-senjata kalian, seperti awan-awan yang menurunkan hujan, demikianlah kalian menurunkan hujan panah!” dan dia mengucapkan bait-bait berikut:
Pasukan-pasukan bergajah dan berkudaku,
seperti badai awan di langit!
Lautan berombak dari pasukan berkeretaku
menembakkan hujan panah!
Pasukan berjalan kakiku,
menyerang dengan pedang di tangan,
dengan pukulan dan tusukan,
bergerak maju ke dalam kota,
sampai lawan-lawan mereka memakan debu!
Hancurkanlah mereka—jatuhkanlah mereka!
Teriakkanlah perang dengan keras!
Gajah-gajah secara serempak mengeluarkan raungan!
Seperti guntur menggelegar dan kilat menyambar di langit,
demikianlah suara-suara kalian
terdengar meneriakkan perang!
[218] Demikianlah raja berseru. Dia memerintahkan bala tentaranya berbaris dan bergerak ke depan gerbang kota. Ketika melihat gerbang kota itu, dia menanyakan apakah itu adalah kediaman raja. Mereka berkata, “Itu adalah gerbangnya.” “Jika gerbangnya saja seperti ini, seperti apa lagi istana raja? tanyanya lagi. Dan mereka menjawab, “Seperti Vejayanta, istana Dewa Sakka!” Mendengar jawaban tersebut, raja berkata, “Raja yang demikian berjaya tidak akan pernah mampu untuk ditaklukkan!” Setelah melihat gerbangnya, dia pun berbalik arah dan melarikan diri, kembali ke Benares.
Uraian ini berakhir, dan Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Petapa pengembara adalah Raja Benares, dan diri-Ku sendiri adalah Raja Takkasila.”
Catatan kaki :
148 vāda. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen yang dikemukakan.
Diposting oleh Thiyan Ika di 08.49
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com