KAPI-JĀTAKA
Kapijātaka (Ja 250)
“Seorang petapa suci,” dan seterusnya.—Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang menipu.
Para bhikkhu mengetahui tindakannya yang menipu itu. Di dalam balai kebenaran, mereka membicarakannya, “Āvuso, bhikkhu anu, setelah menganut ajaran Buddha yang mengarahkan ke pembebasan, masih melakukan penipuan.”
Sang Guru berjalan masuk dan [269] menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan. Mereka memberi tahu Beliau. Beliau berkata, “Para Bhikkhu, ini bukan pertama kalinya bhikkhu itu melakukan tindakan menipu, sebelumnya juga dia telah melakukannya, ketika dia menipu hanya untuk mendapatkan kehangatan bagi dirinya di perapian.”
Kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau kepada mereka.
Dahulu kala ketika Brahmadatta menjadi raja di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam keluarga seorang brahmana. Ketika dewasa dan anaknya baru bisa berlari, istrinya meninggal dunia. Dia kemudian menggendong anaknya dan pergi ke daerah pegunungan Himalaya, tempat dia menjalani kehidupan sebagai seorang petapa dan memberikan kehidupan yang sama kepada anaknya, tinggal di dalam sebuah gubuk daun.
Kala itu adalah musim hujan, dan hujan turun tiada hentinya sehingga menyebabkan banjir: seekor kera berkeliaran ke sana ke sini, tersiksa dengan cuaca dingin, giginya bergeretak dan gemetaran.
Bodhisatta mengambil sebatang kayu yang besar, menyalakan api, dan membentangkan alas tidurnya; putranya duduk di dekatnya dan menggosok kedua kakinya.
Kera tersebut mendapatkan pakaian milik seorang petapa yang telah meninggal. Dia mengenakan jubah dalam dan luarnya, menyampirkan kulitnya pada bahunya, mengambil galah dan tempat airnya. Dengan mengenakan pakaian petapa, dia datang ke gubuk daun itu untuk mendapatkan api. Di sana dia berdiri, dengan pakaian yang dipinjamnya itu.
Anak laki-laki itu melihatnya dan berkata kepada ayahnya, “Ayah, lihat! Ada seorang petapa di sana yang gemetaran karena kedinginan. Panggillah dia ke sini, dia akan dapat menghangatkan badannya.” Demikian dia berkata kepada ayahnya, dan mengucapkan bait pertama berikut:—
Seorang petapa suci berdiri gemetaran di depan gubuk,
seorang petapa yang mendedikasikan dirinya pada
kedamaian dan kebaikan.
Oh Ayah! Mintalah orang suci itu masuk ke dalam sini,
sehingga badannya yang dingin
dan penderitaannya dapat berkurang.
Bodhisatta mendengar perkataan putranya; dia bangkit dan melihat (keluar), kemudian dia mengetahui bahwa itu adalah seekor kera dan mengucapkan bait kedua berikut [270]:
Bukanlah seorang petapa suci dirinya itu,
dia adalah seekor kera buruk, menjijikkan, tamak,
menghancurkan semua yang dapat disentuhnya,
apa saja yang ada di pepohonan;
Sekali diperbolehkan masuk,
kediaman kita akan menjadi kotor.
Setelah mengucapkan perkataan itu, Bodhisatta mengambil sebatang kayu yang terbakar dan mengusir kera itu pergi. Kera tersebut memanjat naik ke atas, dan apakah dia suka atau tidak suka, dia tidak pernah lagi kembali ke tempat itu. Bodhisatta mengembangkan kesaktian, pencapaian meditasi, dan memaparkan meditasi pendahuluan kasiṇa185 kepada petapa mudanya, yang akhirnya juga mengembangkan kesaktian dan pencapaian meditasi. Dan mereka berdua, tanpa terputus dari meditasi (jhana), terlahir kembali di alam brahma.
Demikianlah Sang Guru memaparkan bagaimana orang tersebut bukan hanya saat ini melakukan penipuan, tetapi sebelumnya juga sama. Setelah ini selesai, Beliau memaklumkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenaran, sebagian dari mereka mencapai tingkat kesucian Sotāpanna, sebagian mencapai tingkat kesucian Sakadāgāmi, dan sebagian lagi mencapai tingkat kesucian Anāgāmi:—“Bhikkhu yang menipu itu adalah kera, Rāhula adalah sang putra, dan Aku sendiri adalah petapa itu.
Catatan kaki :
185 kasiṇa adalah salah satu kelompok objek meditasi samatha, yang mana hasil yang dicapai adalah jhāna.
Diposting oleh Thiyan Ika di 19.22
Para bhikkhu mengetahui tindakannya yang menipu itu. Di dalam balai kebenaran, mereka membicarakannya, “Āvuso, bhikkhu anu, setelah menganut ajaran Buddha yang mengarahkan ke pembebasan, masih melakukan penipuan.”
Sang Guru berjalan masuk dan [269] menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan. Mereka memberi tahu Beliau. Beliau berkata, “Para Bhikkhu, ini bukan pertama kalinya bhikkhu itu melakukan tindakan menipu, sebelumnya juga dia telah melakukannya, ketika dia menipu hanya untuk mendapatkan kehangatan bagi dirinya di perapian.”
Kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau kepada mereka.
Dahulu kala ketika Brahmadatta menjadi raja di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam keluarga seorang brahmana. Ketika dewasa dan anaknya baru bisa berlari, istrinya meninggal dunia. Dia kemudian menggendong anaknya dan pergi ke daerah pegunungan Himalaya, tempat dia menjalani kehidupan sebagai seorang petapa dan memberikan kehidupan yang sama kepada anaknya, tinggal di dalam sebuah gubuk daun.
Kala itu adalah musim hujan, dan hujan turun tiada hentinya sehingga menyebabkan banjir: seekor kera berkeliaran ke sana ke sini, tersiksa dengan cuaca dingin, giginya bergeretak dan gemetaran.
Bodhisatta mengambil sebatang kayu yang besar, menyalakan api, dan membentangkan alas tidurnya; putranya duduk di dekatnya dan menggosok kedua kakinya.
Kera tersebut mendapatkan pakaian milik seorang petapa yang telah meninggal. Dia mengenakan jubah dalam dan luarnya, menyampirkan kulitnya pada bahunya, mengambil galah dan tempat airnya. Dengan mengenakan pakaian petapa, dia datang ke gubuk daun itu untuk mendapatkan api. Di sana dia berdiri, dengan pakaian yang dipinjamnya itu.
Anak laki-laki itu melihatnya dan berkata kepada ayahnya, “Ayah, lihat! Ada seorang petapa di sana yang gemetaran karena kedinginan. Panggillah dia ke sini, dia akan dapat menghangatkan badannya.” Demikian dia berkata kepada ayahnya, dan mengucapkan bait pertama berikut:—
Seorang petapa suci berdiri gemetaran di depan gubuk,
seorang petapa yang mendedikasikan dirinya pada
kedamaian dan kebaikan.
Oh Ayah! Mintalah orang suci itu masuk ke dalam sini,
sehingga badannya yang dingin
dan penderitaannya dapat berkurang.
Bodhisatta mendengar perkataan putranya; dia bangkit dan melihat (keluar), kemudian dia mengetahui bahwa itu adalah seekor kera dan mengucapkan bait kedua berikut [270]:
Bukanlah seorang petapa suci dirinya itu,
dia adalah seekor kera buruk, menjijikkan, tamak,
menghancurkan semua yang dapat disentuhnya,
apa saja yang ada di pepohonan;
Sekali diperbolehkan masuk,
kediaman kita akan menjadi kotor.
Setelah mengucapkan perkataan itu, Bodhisatta mengambil sebatang kayu yang terbakar dan mengusir kera itu pergi. Kera tersebut memanjat naik ke atas, dan apakah dia suka atau tidak suka, dia tidak pernah lagi kembali ke tempat itu. Bodhisatta mengembangkan kesaktian, pencapaian meditasi, dan memaparkan meditasi pendahuluan kasiṇa185 kepada petapa mudanya, yang akhirnya juga mengembangkan kesaktian dan pencapaian meditasi. Dan mereka berdua, tanpa terputus dari meditasi (jhana), terlahir kembali di alam brahma.
Demikianlah Sang Guru memaparkan bagaimana orang tersebut bukan hanya saat ini melakukan penipuan, tetapi sebelumnya juga sama. Setelah ini selesai, Beliau memaklumkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenaran, sebagian dari mereka mencapai tingkat kesucian Sotāpanna, sebagian mencapai tingkat kesucian Sakadāgāmi, dan sebagian lagi mencapai tingkat kesucian Anāgāmi:—“Bhikkhu yang menipu itu adalah kera, Rāhula adalah sang putra, dan Aku sendiri adalah petapa itu.
Catatan kaki :
185 kasiṇa adalah salah satu kelompok objek meditasi samatha, yang mana hasil yang dicapai adalah jhāna.
Diposting oleh Thiyan Ika di 19.22
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com