ĀRĀMA-DŪSA-JĀTAKA
Ārāmadūsakajātaka (Ja 268)
“Yang terbaik dari semua,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Dakkhiṇāgiri, tentang seorang anak tukang taman.
Setelah masa vassa berlalu, Sang Guru meninggalkan Jetavana, pergi berpindapata ke sebuah daerah di sekitar Dakkhiṇāgiri. Seorang umat mengundang Sang Buddha dan rombongannya untuk makan, mempersilakan mereka duduk di dalam tamannya, dan mempersembahkan bubur dan makanan kering.
Kemudian dia berkata, “Ayyā234, jika Anda sekalian ingin melihat-lihat taman ini, maka tukang taman akan membawa Anda sekalian berkeliling,” dan dia juga memberi perintah kepada tukang taman itu untuk memberikan buah apa saja yang mereka inginkan. Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah tempat yang kosong. “Apa penyebab,” tanya mereka, “tempat ini kosong dan tidak memiliki pohon?” “Penyebabnya adalah,” jawab tukang taman, “seorang anak tukang taman, yang diminta untuk menyiram pohon-pohon muda ini, berpikir akan lebih baik jika dia memberikan jumlah air sesuai dengan panjang akar pohon-pohonnya, maka dia pun mencabut pohon-pohon tersebut keluar sampai ke akar-akarnya, kemudian baru menyiramnya. Akibatnya, tempat ini menjadi kosong.”
Para bhikkhu kembali dan menceritakan ini kepada Sang Guru. Beliau berkata, “Bukan kali ini saja anak itu merusak tumbuhan, sebelumnya juga dia telah melakukan hal yang sama.”
Kemudian Beliau menceritakan kepada mereka sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika seorang raja yang bernama Vissasena memerintah di Benares, pengumuman liburan diumumkan. Tukang taman berpikir untuk pergi dan berlibur. Jadi dia memanggil kera-kera yang tinggal di dalam taman dan berkata, “Taman ini merupakan suatu berkah yang besar bagi kalian. Saya akan libur selama satu minggu. Bersediakah kalian menyiram pohon-pohon muda ini selama tujuh hari?” “Ya,” kata mereka. Tukang taman itu kemudian memberikan kaleng penyiram kepada mereka, dan pergi.
Kera-kera mengambil air dan mulai menyiram pohon-pohon. Kera yang paling tua berkata, “Tunggu sebentar, sangat sulit untuk mengambil air. Kita harus berhemat dalam menggunakannya. Mari kita cabut tumbuhan ini, [346] dan lihat panjang dari akar-akarnya; jika mereka memiliki akar-akar yang panjang, maka mereka membutuhkan air yang banyak; tetapi jika mereka memiliki akar-akar yang pendek, maka mereka membutuhkan air yang sedikit.” “Benar, benar,” kera-kera lainnya setuju. Kemudian sebagian dari mereka mencabut tumbuh-tumbuhan tersebut dan sebagian lagi menanam mereka kembali, baru kemudian menyiram mereka.
Kala itu, Bodhisatta terlahir sebagai seorang pemuda yang tinggal di Benares. Sesuatu membawanya datang ke taman tersebut, dan dia melihat apa yang sedang dilakukan oleh kera-kera tersebut. “Siapa yang meminta kalian melakukan itu?” tanyanya. “Pemimpin kami,” balas mereka. “Jika kebijaksanaan sang pemimpin seperti ini, bagaimana lagi dengan kalian?” katanya, dan untuk menjelaskan permasalahannya, dia mengucapkan bait pertama berikut:
Yang terbaik dari semua rombongan adalah ini:
Betapa rendahnya kepintaran dirinya!
Jika dia dipilih sebagai yang terbaik (pemimpin),
bagaimana lagi dengan yang lainnya!
Mendengar pernyataannya, kera-kera itu membalasnya dalam bait kedua berikut:
Brahmana, Anda tidak tahu apa yang Anda katakan,
menyalahkan kami dengan cara yang demikian!
Jika kami tidak tahu (panjang) akarnya,
lantas bagaimana kami tahu pohon mana yang tumbuh?
Kemudian Bodhisatta membalas mereka dalam bait ketiga berikut:
Wahai Para Kera, saya tidak menyalahkan kalian,
bukan pula mereka yang berada di hutan sana.
Sang pemimpin adalah yang bodoh, mengatakan,
‘Tolong rawat pohon-pohon ini selagi saya tidak ada’.
____________________
[347] Ketika uraian ini selesai, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Anak yang merusak tumbuhan di dalam taman adalah kera pemimpin, dan Aku sendiri adalah pemuda bijak.”
Setelah masa vassa berlalu, Sang Guru meninggalkan Jetavana, pergi berpindapata ke sebuah daerah di sekitar Dakkhiṇāgiri. Seorang umat mengundang Sang Buddha dan rombongannya untuk makan, mempersilakan mereka duduk di dalam tamannya, dan mempersembahkan bubur dan makanan kering.
Kemudian dia berkata, “Ayyā234, jika Anda sekalian ingin melihat-lihat taman ini, maka tukang taman akan membawa Anda sekalian berkeliling,” dan dia juga memberi perintah kepada tukang taman itu untuk memberikan buah apa saja yang mereka inginkan. Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah tempat yang kosong. “Apa penyebab,” tanya mereka, “tempat ini kosong dan tidak memiliki pohon?” “Penyebabnya adalah,” jawab tukang taman, “seorang anak tukang taman, yang diminta untuk menyiram pohon-pohon muda ini, berpikir akan lebih baik jika dia memberikan jumlah air sesuai dengan panjang akar pohon-pohonnya, maka dia pun mencabut pohon-pohon tersebut keluar sampai ke akar-akarnya, kemudian baru menyiramnya. Akibatnya, tempat ini menjadi kosong.”
Para bhikkhu kembali dan menceritakan ini kepada Sang Guru. Beliau berkata, “Bukan kali ini saja anak itu merusak tumbuhan, sebelumnya juga dia telah melakukan hal yang sama.”
Kemudian Beliau menceritakan kepada mereka sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika seorang raja yang bernama Vissasena memerintah di Benares, pengumuman liburan diumumkan. Tukang taman berpikir untuk pergi dan berlibur. Jadi dia memanggil kera-kera yang tinggal di dalam taman dan berkata, “Taman ini merupakan suatu berkah yang besar bagi kalian. Saya akan libur selama satu minggu. Bersediakah kalian menyiram pohon-pohon muda ini selama tujuh hari?” “Ya,” kata mereka. Tukang taman itu kemudian memberikan kaleng penyiram kepada mereka, dan pergi.
Kera-kera mengambil air dan mulai menyiram pohon-pohon. Kera yang paling tua berkata, “Tunggu sebentar, sangat sulit untuk mengambil air. Kita harus berhemat dalam menggunakannya. Mari kita cabut tumbuhan ini, [346] dan lihat panjang dari akar-akarnya; jika mereka memiliki akar-akar yang panjang, maka mereka membutuhkan air yang banyak; tetapi jika mereka memiliki akar-akar yang pendek, maka mereka membutuhkan air yang sedikit.” “Benar, benar,” kera-kera lainnya setuju. Kemudian sebagian dari mereka mencabut tumbuh-tumbuhan tersebut dan sebagian lagi menanam mereka kembali, baru kemudian menyiram mereka.
Kala itu, Bodhisatta terlahir sebagai seorang pemuda yang tinggal di Benares. Sesuatu membawanya datang ke taman tersebut, dan dia melihat apa yang sedang dilakukan oleh kera-kera tersebut. “Siapa yang meminta kalian melakukan itu?” tanyanya. “Pemimpin kami,” balas mereka. “Jika kebijaksanaan sang pemimpin seperti ini, bagaimana lagi dengan kalian?” katanya, dan untuk menjelaskan permasalahannya, dia mengucapkan bait pertama berikut:
Yang terbaik dari semua rombongan adalah ini:
Betapa rendahnya kepintaran dirinya!
Jika dia dipilih sebagai yang terbaik (pemimpin),
bagaimana lagi dengan yang lainnya!
Mendengar pernyataannya, kera-kera itu membalasnya dalam bait kedua berikut:
Brahmana, Anda tidak tahu apa yang Anda katakan,
menyalahkan kami dengan cara yang demikian!
Jika kami tidak tahu (panjang) akarnya,
lantas bagaimana kami tahu pohon mana yang tumbuh?
Kemudian Bodhisatta membalas mereka dalam bait ketiga berikut:
Wahai Para Kera, saya tidak menyalahkan kalian,
bukan pula mereka yang berada di hutan sana.
Sang pemimpin adalah yang bodoh, mengatakan,
‘Tolong rawat pohon-pohon ini selagi saya tidak ada’.
____________________
[347] Ketika uraian ini selesai, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Anak yang merusak tumbuhan di dalam taman adalah kera pemimpin, dan Aku sendiri adalah pemuda bijak.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com